Kolom

MENYOAL TONTONAN DAN TUNTUNAN

Oleh : Hendro Susilo, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta/ Sekretaris MPI Kota Solo

BANYAK dijumpai tulisan atau pendapat yang mengkritisi tayangan televisi yang bermutu rendah dan menampar nalar publik. Hal ini layak menjadi perenungan bagi semua pihak. Permasalahan seputar acara pertelevisian yang sering diungkapkan khalayak, antara lain konten yang menuruti selera pasar, independensi televisi sampai politisasi televisi. Hal ini disinyalir menimbulkan polemik.Akibatnya, ruang publik merasa dirugikan, termasuk anak-anak muda usia sekolah yang sering menikmati acara televisi. Dalam situasi seperti ini, penulis berpendapat bahwa perlu adanya gerakan literasi media di sekolah sebagai upaya melindungi generasi muda dari pengaruh buruk acara televisi.

Maraknya perkembangan media baik televisi dan media sosial selalu menjadi dilema. Satu sisi pertumbuhan acara televisi,jika  menuruti kemauan pasar dan dilakukan politisasi sebuah acara, maka akan menimbulkan degradasi intelektual bagi generasi muda.

Namun sisi lain, perkembangan televisi akan membuka akses dan cakrawala pengetahuan yang bermanfaat. Bahkan, kehadiran televisi bisa mendukung kemajuan di bidang pendidikan.Tantangannya muncul, bisakah televisi berperan mendidik masyarakat? Dan bagaimana pula bentuk literasi media di sekolah untuk membekali siswa dari banalitas (kedangkalan) intelektual akibat acara televisi?

Jika kita perhatikan secara seksama, masalah acara pertelevisian terdapat masalah hulu dan hilir. Masalah hulu timbul dari faktor independensi dan politisasi pemilik stasiun televisi. Kita tahu bahwa  televisi menjadi media efektif untuk mewujudkan hasrat berpolitik misalnya. Pemilik televisi tentu bisa sesuka hati mengemas framing berita, informasi, ataupun acara sesuai keinginan dan tujuan. Ini bisa mengakibatkan degradasi intelektual masyarakat yang menonton.

Untuk mengurai masalah hulu, peran dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) perlu diperkuat. Berani dan tegas dalam menegakkan aturan, dan mengembalikan fungsi penyiaran pada “jalur benar”, tujuannya agar media televisi bisa ikut bertanggungjawab dalam hal mendidik publik.

Sementara itu,masalah hilir timbul juga dari sisi masyarakat yang memang menikmati acara-acara “mutu rendah”. Sehingga rating acaranya tinggi, akibatnya stasiun televisi memproduksi acara yang sesuai dengan selera pasar. Disinilah terletak pentingnya gerakan edukasi pada masyarakat tentang literasi media. Agar masyarakat kita paham akan fungsi penyiaran yang sesungguhnya.

 

Learning Society

Undang-Undang Penyiaran nomor 24 tahun 1997, Bab II pasal 5 berbunyi “penyiaran mempunyai fungsi sebagai media informasi dan penerangan, pendidikan dan hiburan, yang memperkuat ideologi,politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan. Merujuk pada undang-undang tersebut, seharusnya dunia pertelevisian bisa memperkuat fungsi pendidikan pada masyarakat dengan program-program acaranya.

Generasi muda (dalam hal ini siswa sekolah) menjadi rentan terdampak banalitas (pendangkalan) sebuah acara televisi. Pendangkalan kualitas sebuah acara bisa terjadi karena faktor pasar ataupun kepentingan politik. Untuk itu, penguatan literasi media kepada siswa diperlukan dengan cara sekolah membentuk masyarakat belajar.

Sekolah perlu penguatan peran sebagai School Center Learning. Artinya peran sekolah jangan ditafsirkan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan formal saja bagi siswa. Sekolah bisa berfungsi sebagai tempat belajar masyarakat luas. Artinya, sekolah memiliki peran sebagai pusat interaksi antara anak didik, orang tua, guru serta masyarakat.

Sebagai langkah antisipasi, sekolah sudah barang tentu bisa mengkaji fenomena sosial, ekonomi, politik, hiburan dan lain hal yang muncul di televisi sebagai bahan mata pelajaran yang akan disampaikan. Guru di sekolah bisa menyajikan beragam referensi buku bacaan atau artikel terkait fenomena yang tayang di televisi. Dengan kata lain, televisi bisa menjadi media pembelajaran bagi siswa.

Selain kajian kritis acara televisi, guru juga menyampaikan nilai-nilai moral dari peristiwa acara televisi tersebut. Proses demikian, tentu lambat laun akan berdampak pada pola pikir siswa di sekolah. Ketika sekolah menyajikan kajian komprehensif tentang sebuah acara di televisi, disitulah siswa belajar menelaah program-program televisi itu bermanfaat atau tidak.

Selain di sekolah, di lingkungan keluarga pun perlu dibangun budaya menonton televisi sehat. Artinya pendampingan orang tua terhadap anaknya saat menonton televisi perlu digalakkan.Hal ini pun bisa sekolah bangun dengan pendekatan strategi tertentu.

Sekolah bisa melakukan strategi membangun budaya di keluarga tersebut dengan menugaskan siswanya menelaah salah satu program televisi, dimana dalam menelaah program tersebut perlu mendiskusikan bersama orang tua. Dengan demikian, orang tua akan mendampingi dan memberikan gambaran nilai-nilai moral dalam sebuah acara di televisi.

 

Moralitas Penyiaran

Guna mewujudkan masyarakat yang cerdas dan terdidik sebagai tanggung jawab sosial, fungsi televisi yang disebutkan dalam UU penyiaran perlu diimplementasikan. Fungsi informasi, penerangan, pendidikan dan hiburan dalam rangka memperkuat ketahanan masyarakat perlu jadi pedoman.

Pihak industri pertelevisian perlu kesadaran moralitas, bahwa mereka salah satu agen perubah sosial masyarakat.Pun pihak masyarakat perlu menyadari pula, nilai-nilai moral yang disuguhkan sebuah acara televisi sangat penting. Karena tontonan akan menjadi tuntunan bagi generasi muda.

Problematika hulu dan hilir yang terjadi dalam dunia pertelevisian perlu diurai dengan kebersamaan semua pihak. Kepentingan pasar dan nilai moral seharusnya tidak bertentangan satu sama lain. Karena sesungguhnya manusia memiliki fitrah moral kebaikan. Acara televisi bisa didesain memuat nilai moral tanpa harus kehilangan pangsa pasar.

Sekolah bisa ambil peran mengedukasi siswa dan masyarakat dengan revitalisasi fungsi menjadi school center learning. Yakni,dengan menjadi pusat interaksi siswa, orang tua, guru, dan masyarakat untuk mewujudkan masyarakat pembelajar (learning society) yang peka terhadap suguhan acara televisi untuk pencerahan masyarakat.

 

 

 

 

 

 

Aji Rustam

Jurnalis MPI PWM Jateng, Wartawan Seniour TribunJateng

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE