EditorialSekilas MuktamarSemarak Musywil Jateng

Majelis Lembaga Persyarikatan Harus Diisi Anak Muda!

Oleh : Muhammad Taufiq Ulinuha*

PWMJATENG.COM  Gelaran Muktamar ke 48 Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah sudah berakhir November tahun lalu. Kini saatnya Musyawarah Wilayah (Musywil) akan mulai memasuki puncak-puncaknya. Beberapa Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) dan Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) sudah mulai mempersiapkan Musywilnya. Sebagian juga sudah menyelenggarakan Musywil dengan hasil program dan struktur pimpinan baru. Setelah musim Musywil, Muhammadiyah akan melanjutkannya ke musim Musyda, Musycab dan Musyran. Begitupun Organisasi Otonomnya. Desember lalu, Nasyiatul Aisyiyah telah sukses menghelat Muktamar XIV, kemudian Pemuda Muhammadiyah akan menggelar Muktamar XVIII Februari besok di Ibu Kota Negara (IKN), Nusantara.

Tahun 2022-2023 nampaknya menjadi tahun politik bagi Muhammadiyah. Mengapa demikian? Hal ini terlihat dari musim permusyawaratan yang Muhammadiyah dan organisasi otonomnya selenggarakan. Agenda politik internal Muhammadiyah juga sepertinya akan berlanjut tahun depan, yaps 2024. Di mana negara kita akan menggelar Pemilihan Umum (Pemilu), baik untuk pemilihan eksekutif maupun legislatif.

Dalam permusyawaratan di tingkat nasional, provinsi, daerah, cabang, bahkan ranting, Muhammadiyah selalu mampu merumuskan program-program yang menjawab berbagai tantangan dan permasalahan zaman. Namun, kadangkala terdapat problem klasik yang menghambat realisasi program-program yang telah disusun dan diperdebatkan dalam momentum musyawarah itu sendiri, yakni kurang cekatannya unsur pembantu pimpinan, dalam hal ini majelis, lembaga, dan biro, dalam mengejawantahkan program pimpinan. Tak sedikit majelis, lembaga dan biro yang kemudian kencang di awal periode, mati suri di tahun kedua hingga tahun keempat, dan hidup kembali jelang pergantian kepemimpinan.

Fenomena ini nampaknya memiliki beberapa penyebab. Beberapa di antaranya, sependek bacaan penulis, yakni :

1. Sebagian anggota majelis, lembaga dan biro tidak diisi orang yang kompeten, melainkan diisi orang-orang dekat atau bahkan nama-nama titipan.

2. Sebagian komposisi anggota majelis, lembaga, dan biro diisi oleh orang-orang sepuh, yang kadangkala sulit untuk ‘berlari’ dalam sisi gagasan, strategi, dan realisasi program.

3. Sebagian anggota majelis, lembaga, dan biro tidak diisi kader ideologis yang loyal terhadap persyarikatan.

4. Sebagian kader maupun anggota persyarikatan, hanya melirik majelis, lembaga atau biro yang ‘seksi’.

Baca juga, Mengulas Era Awal Gerakan Muhammadiyah (1)

Beberapa penyebab di atas cukup terlihat di tataran pusat, wilayah, dan beberapa juga nampak di daerah. Alhasil, pada akhirnya majelis, lembaga, dan biro tidak berjalan dengan baik. Hal ini berakibat pada program pimpinan yang tidak berjalan dengan baik pula.

Padahal, sebagaimana kita ketahui majelis sendiri merupakan unsur pembantu pimpinan yang menjalankan sebagian tugas pokok Muhammadiyah. Sedangkan lembaga adalah unsur pembantu pimpinan yang menjalankan sebagian tugas pendukung Muhammadiyah. Sebagai unsur pembantu pimpinan, keaktifan majelis dan lembaga akan sangat menentukan gerak langkah Muhammadiyah di masing-masing tingkatan.

Maka, sudah saatnya pimpinan persyarikatan terpilih, di semua level, untuk memperhatikan dengan serius dalam penyusunan sumber daya manusia majelis dan lembaga. Selain karena akan menentukan kinerja pimpinan, perlu diingat bahwa majelis dan lembaga merupakan salah satu kanal untuk menuju elite Muhammadiyah. Hal ini sebagaimana dijelaskan Kak Ridho Al-Hamdi dalam tulisannya yang berjudul Empat Kanal Menuju Elite 13 Dewa Muhammadiyah.

Jangan sampai majelis lembaga diisi oleh orang-orang yang berlatarbelakang korporat yang hanya menjadikan program-program Muhamamdiyah sebagai project sementara. Pimpinan persyarikatan bisa mengambil alternatif dengan memilih para kader muda AMM yang loyal untuk mengisi kursi majelis, lembaga maupun biro. Namun, perlu digaris bawahi, jika berkehendak mengambil kader muda AMM, ambillah yang ideologis, loyal dan berkompeten sesuai dengan mejelis, lembaga maupun bironya.

Senada dengan pandangan Ketua Umum DPD IMM Jawa Tengah yang mengatakan bahwa Muhammadiyah Jateng harus diisi kader 24 karat, saya juga berpandangan demikian. Tidak hanya di Jawa Tengah saja, pada kancah nasional dan wilayah-wilayah lainnya, hal ini harus menjadi perhatian yang serius. Tidak hanya pimpinan saja, namun juga majelis, lembaga dan bironya.

Bagi PP Muhammadiyah, barangkali ini bisa menjadi pertimbangan dalam penyusunan majelis, lembaga dan biro untuk tingkat pusat. Wabil khusus untuk PWM Jawa Tengah, barangkali usulan ini bisa menjadi perbaikan untuk periode selanjutnya.

*Penulis merupakan Kader asli Jumo, Temanggung, Jawa Tengah. Saat ini aktif di AMM, yakni sebagai Ketua Bidang Medkom DPD IMM Jawa Tengah, Anggota LaPSI PP IPM, dan Ketua DSW HW Jawa Tengah. Sehari-hari, ia merupakan Redaktur Pelaksana Website PWMJateng.com dan juga Editor Rahma.ID. Ia merupakan alumni Pondok Internasional KH Mas Mansur UMS, pernah nyantri di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta dan PM Darul Arqom Patean, Kendal.

Muhammad Taufiq Ulinuha

Pemimpin Redaksi PWMJateng.com, Redaktur Rahma.ID.

Related Articles

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi melalui email.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE