Sastra

Nikahi Aku dengan Al-Qur’an

Nikahi Aku dengan Al-Qur’an

Oleh : Abi Ramadhan As-Samarani

Bagian 4
Kemana Yadi?

Sore itu suara deru knalpot bersahutan memasuki halaman rumah Yadi. Suara knalpot CBR 250, R 25, GSX-250, dan Ninja 250 menunjukkan bahwa yang datang merupakan sekelompok orang dengan selera tertentu. Fajria, istri Haryanto, yang berada di dalam rumah sontak segera keluar begitu mengetahui kedatangan kelompok tersebut. Ia tidak asing dengan para pemilik motor sport di atas. Selesai memarkirkan motor-motornya, keempat pengendara memberi salam pada Fajria.

“Sore, Tante Ria!” kata mereka serempak.

“Oh kalian, selamat sore. Silakan masuk!” Sambut Fajria dengan ramah.

“Yadi ada, Tante?” Tanya Eko, salah seorang tamu yang berdandan paling parlente.

“Oh, Yadi tidak ada di rumah, Dik. Apa dia tidak Bersama kalian. Setahu tante, Yadi biasanya mangkal Bersama Adik-Adik. Apa dia tidak memberi tahu kemana perginya?” Tanya Fajria.

“Itulah, Tante! Kami sekarang sulit untuk bertemu Yadi, apalagi pada jam-jam sore begini. Ia tidak memberitahu kemana ia pergi dan apa yang ia lakukan. Kami sudah mencari di sekitar mangkal tidak ada. Kami hubungi ponselnya pun susah. Ada apa sebenarnya, Tante?” Tono menceritakan kondisi yang mereka hadapi dengan Yadi.

“Aduh،, tante kurang tahu juga ya. Kalau pergi, Yadi jarang memberitahu ke mana. Apalagi, sekarang ia memang agak berubah, menjadi lebih pendiam. Tetapi, Tante tidak terlalu berpikir yang aneh-aneh. Kirain, Yadi masih sering bermain bersama kalian?!”

Baca juga, Nikahi Aku dengan Al-Qur’an (1)

“Baiklah, Tante. Kami akan cari dia. Sebaiknya kami undur diri. Jika Yadi pulang tolong sampaikan padanya bahwa kami mencarinya.” Demikian pamit Ryan yang diikuti oleh tiga temannya.

Fajria sudah beberapa minggu ini merasakan perubahan pada diri Yadi. Anak laki-lakinya itu tidak seperti biasanya. Biasanya Yadi selalu main keluar dengan teman-temannya, begadang, touring atau menonton balap motor liar. Fajria khawatir jika Yadi kena apa-apa mengingat balapan motor liar mengandung resiko tinggi. Tidak jarang terjadi kecelakaan yang mengakibatkan luka atau bahkan kehilangan nyawa. Tetapi, yah anak muda sekarang sulit untuk dibilangi, Jawabannya hanya ‘siap’ dan ‘aman’.

Akhir-akhir ini, anaknya tampak lebih pendiam. Lebih tenang bawaannya, tetapi tampak lebih misterius bagi Fajria. Terkadang Yadi hanya berdiam di kamar dan sepertinya membaca sesuatu pelan-pelan. Ia tidak lagi banyak berulah, tetapi perubahan itu cukup membuat Fajria khawatir.

“Dari mana kamu, Yadi?” Tanya Fajria saat Yadi memasuki rumah.

“Oh, tadi ada perlu dengan teman, Mam. Biasa, kegiatan rutin saja.” Jawab Yadi ringan.

“Sini, duduk sebentar dengan, Mama!” Pinta Fajria. “Tadi, teman-temanmu, Eko, Tono, Ryan dan satunya lagi datang mencarimu kemari. Mereka bilang, kamu jarang berkumpul lagi dengan mereka dan sulit dihubungi. Mama ingin tahu juga, kamu sekarang bergaul dengan siapa, Yad?” Tukas Fajria.

Baca juga, Nikahi Aku dengan Al-Qur’an (2)

“Oh, itu Mam, teman baru. Gak ada yang aneh, kok Mam. Sekarang Yadi mau belajar sesuatu yang baru, yah ganti suasana lah. Jangan khawatir. Insyaallah, tidak aman, kok!” Yadi menjawab sambil tersenyum.

“Yah, Mama harap demikian. Tapi, Mama ini orang tua, Yadi. Meski kamu sudah dewasa, tetap saja Mama punya rasa khawatir. Apalagi kamu belum memikirkan masa depanmu dan masih suka keluar untuk berhura-hura. Kapan kamu bekerja dan menikah. Ingat loh, usiamu sudah kepala tiga. Sudah waktunya! Mama tidak ingin kamu menjadi jejaka tua! Lagi pula, jika kamu sudah mentas atau menikah, Mama bisa ganti memikirkan adikmu, Ratri. Adikmu sampai sekarang juga belum berpikir untuk bekerja serius atau menikah.” Keluh Fajria mengenai kondisi kedua anaknya itu.

“Siap, Mam! Mama tidak usah khawatir. Semua ada waktunya. Mama tunggu saja tanggal mainnya, yach!” Kata Yadi sambil ngeloyor ke kamarnya di lantai 2.

Fajria hanya bisa bisa geleng-geleng kepala. Anak sekarang sulit dinasehati. Jawabannya, iya..iya, tetapi nasehat masuk telinga kanan lalu keluar dari telinga kiri. Fajria tidak tahu lagi harus bagaimana untuk menyikapi kedua anaknya yang sudah dewasa, tetapi masih bertindak seperti remaja usia belasan tahun.
Apalagi, suaminya, Haryanto, sangat sibuk sehingga jarang bisa mengawasi mereka. Fajria sudah beberapa kali mencoba untuk berbicara dengan suaminya mengenai kondisi anak-anak. Tetapi, Haryanto seperti tidak ambil pusing dan berdalih sedang banyak pekerjaan. Akhirnya, Fajria juga yang harus banyak mengawasi anak-anak. Fajria hanya bisa menghela nafas Panjang mengingat kondisi keluarganya akhir-akhir ini.

Baca juga, Nikahi Aku dengan Al-Qur’an (3)

“Hai, Mam!” Tiba-tiba lamunan Fajria buyar oleh suara yang terdengar dari belakang punggungnya. “Kok melamun, sih!”

“Aduh، Ratri, jangan buat Mama kaget dong! Bisa jantungan Mama kalua kamu sering mengagetkan, mama!”

“Habis, Mama sih. Kebanyakan melamun!” “Ngomong-omong adakah es krim, Mam? Ratri haus, banget! Tadi Ratri jalan-jalan shopping dengan teman-teman, tapi gak sempat mencari minum, langsung pulang.” Jelas Ratri sambil melemparkan tubuhnya di kursi dapur.

“Hemm..gak bisa lihat sendiri di kulkas, toh!” Ujar Fajria agak kesal. Ia sudah hafal perilaku anak-anaknya. Yang satu kerjaannya main dan motoran, yang satu shopping. Pulang-pulang minta ini dan itu seperti anak-anak SD. Tapi, tak urung, Fajria memenuhi permintaan Ratri.

“Rat, bisa nggak Mama minta tolong!”

“Minta tolong apaan, Mam?”

“Itu, kakakmu kok sekarang ganti pergaulan, tetapi Mama tidak tahu siapa geng barunya. Tadi sore teman-teman geng motornya pada mencari kemari. Akhir-akhir ini, tingkah Kakakmu makin aneh, semakin pendiam! Mama jadi khawatir dengan perubahan pada diri kakaku. Apa bisa kamu turut mencari tahu, dimana tempat mainnya sekarang dan bersama siapa.”

“Oh, beres, Ma. Akan kukerahkan sobat-sobat shopping-ku. Mama tahu bersih, saja!” Kata Ratri menyombongkan diri.

“Tolong kalau ngomong yang serius, toh. Ini mama beneran minta tolong pada kamu!” Kata Fajria kesal dengan sikap Ratri yang terkesan mengentengkan.

“Siap, Mam. Tenang saja, Ratri akan lakukan apa permintaan Mamaku yang baik!” Seru Ratri dengan nada memuji Mamanya, tapi sambil memakan sisa-sisa es krim di tangannya. Tak lama kemudian, ia bergegas pergi.

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE