BeritaKhazanah IslamKolom

Meneguhkan Pemikiran Politik Islam Perspektif Sejarah dan MKCH

Meneguhkan Pemikiran Politik Islam Perspektif Sejarah dan MKCH

Oleh : Rudi Pramono*

PWMJATENG.COM – Indonesia bisa disebut salah satu komunitas masyarakat dunia yang unik, tidak mudah mengidentifikasikan orang Indonesia secara fisik, di sini berkumpul ragam manusia dari warna kulit, karakter wajah, suku, etnis, bahasa, budaya, agama, kepercayaan, keyakinan, masyarakat menghuni sebuah negara di garis khatulistiwa.

Kondisi yang sangat beragam ini mudah berpotensi konflik dan rawan perpecahan, namun semua dalam penggalan sejarah bisa teratasi dengan jiwa besar tokoh-tokoh Islam di awal pembentukan negara ini, bersatu dalam wadah NKRI dan dalam bingkai Pancasila.

Kiprah kelapangan hati salah satu tokoh Muhammadiyah (Ki Bagus Hadikusumo, Kahar Muzakir) dalam PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang rela melepaskan kalimat Piagam Jakarta dalam Pancasila demi keutuhan NKRI bisa menjadi jejak keteladanan dalam pemikiran generasi selanjutnya terutama warga Muhammadiyah

Kiprah para pejuang menjadi basis nilai merumuskan dan mengonseptualisasikan pemikiran tentang hubungan antara agama dengan negara, Islam dengan politik yang akan selalu aktual.

Keteladanan KH Ahmad Dahlan dengan praksis sosialnya bernuansa kebangsaan ditujukan untuk semuanya, tanpa memandang perbedaan dan dengan dakwah kultural yang sifatnya transformatif dan menggembirakan.

Pemikiran dan pembaruan Kiai Dahlan dalam memajukan umat memiliki pertautan erat dengan Sejarah Gerakan Pembaruan dalam Dunia Islam, sejak Ibnu Taimiyah abad 11 M, Jamaludin Al Afghani, Muhammad bin Abdul Wahab, Muhammad Abduh, Mohammad Rasyid Ridha di awal abad 20. Semua mewarnai dan membentuk jiwa perjuangan Muhammadiyah.

Baca juga, Dari Halaqah Al-Qur’an Menuju Kedigdayaan

Para ahli menilai lebih dekat ke Muhammad Abduh, sosok ulama pembaru yang pemikiran politiknya berpendirian bahwa pemerintahan tidak berdasarkan agama, tetapi memiliki tugas keagamaan untuk memelihara nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam yang umum, persepsinya tentang agama dan pemerintahan menurut Suyuthi Pulungan mencerminkan bahwa beliau tidak menghendaki pemerintahan eksklusif untuk umat Islam, beliau juga dapat menerima negara kesatuan nasional yang berkembang di jaman modern, pemikiran keagamaan pun bersifat antisipatif terhadap perubahan jaman, yang lebih penting beliau memiliki komitmen yang tinggi terhadap Islam, karena baginya kekuasaan politik di samping mengurus dunia juga harus melaksanakan prinsip-prinsip Islam.

Sekarang Muhammadiyah menghadapi tantangan yang tidak mudah, era globalisasi semakin deras, gerakan Islam transnasional menawarkan ideologi keislaman yang “kaffah” dalam kaitannya dengan politik berupa integrasi antara Islam dengan negara, agama dengan politik yang dipandang sebagai solusi dan memiliki landasan yang kuat dari Al Qur’an dan As Sunnah.

Persoalannya Indonesia beragam dan sangat majemuk, kita sangat yakin Islam dengan karakter yang rahmatan lil ‘alamin dan liqulli zamanin wa makan terbuka terhadap ruang waktu yang terus berubah mampu mewadahi semua kemajemukan tersebut.

Namun ada pertanyaan : menyatunya agama dengan negara, apakah lebih bermanfaat bagi rakyat dan bisa memberikan kekuatan maha dahsyat dalam mengelola negara, ataukah agama dan simbol-simbol agama malah dikooptasi kekuasaan, agama jadi legitimasi kepentingan politik kekuasaan dan mencederai kepentingan rakyat? Namun kalau agama disingkirkan sama sekali, kita sangat khawatir terjadi liberalisasi dan sekularisasi negara dan masyarakat, apalagi ada pengaruh global.

Baca juga, Menumbuhkan Sikap Tawadhu untuk Mendapat Rahmat

Dalam Penjelasan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup (MKCH) Muhammadiyah disebutkan bahwa untuk mencari cara dan dalam melaksanakan ajaran Al-Qur’an dan As Sunnah dalam mengatur dunia dan memakmurkannya, akal pikiran yang dinamis dan progresif mempunyai peranan yang penting dan lapangan yang luas. Begitu pula akal pikiran (al ra’yu) adalah alat untuk mempertimbangkan seberapa jauh pengaruh keadaan dan waktu terhadap penerapan suatu ketentuan hukum dalam batas maksud-maksud pokok ajaran agama.

Merujuk pada sejarah kebangsaan para pendahulu tersebut dan penjelasan MKCH sebagai ideologi Muhammadiyah dan perspektif Ijtihad dan Tajdid, sudah tepat bila Muhammadiyah menerima Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah (perjanjian dan persaksian dalam bernegara) karena berkarakter ummatan wasathan, kearah substansi ajaran Islam : moderat, moralitas, kemanusiaan, keagamaan dan kemajemukan

Nilai-nilai kebangsaan dan berkemajuan inilah yang ingin kita teguhkan di internal Muhammadiyah karena tidak semua sepakat ada yang menolak, ada yang menerima dengan banyak pemikiran, ada masih kokoh dalam penerapan syariat Islam dalam negara sehingga diperlukan Peneguhan dan Penguatan Pemikiran Politik Keislaman dalam Muhammadiyah menyongsong Indonesia Emas yang Maju dan Sejahtera Lahir dan Batin, Baldhlatun Toyyibatun Warabbun Ghafur.

*Ketua MPI PDM Wonosobo

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE