Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah

Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah
Oleh: Masyhuda Darussalam (Peserta Sekolah Tabligh PWM Jateng, Angkatan 3 di UNIMMA Magelang)
PWMJATENG.COM – Setiap orang yang pernah mengikuti pendidikan Muhammadiyah pasti mengenal hadits yang sering dijadikan pegangan: “Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selama-lamanya selama kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.” Hadits ini merupakan dasar bagi persyarikatan Muhammadiyah sejak awal didirikan. Oleh karena itu, konsep “kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah” sering kali dipertanyakan. Ada yang bertanya, “Apakah kita dulu pernah meninggalkan Al-Qur’an dan Sunnah? Mengapa sekarang harus kembali?”
Pada masa tertentu, umat Islam memang bisa saja menjalankan ajaran Islam tanpa merujuk langsung pada Al-Qur’an dan Sunnah. Namun, kembali kepada keduanya berarti mengembalikan seluruh urusan hidup kita kepada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman dan petunjuk hidup, khususnya bagi umat Muhammadiyah. Bagi orang yang bertakwa, pedoman hidupnya selalu merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah, dan di Muhammadiyah, berpedoman kepada keduanya bukanlah hal yang rumit.
Seberapa pun kemampuan kita dalam membaca dan memahami Al-Qur’an, kita tetap diperbolehkan untuk bergabung dengan Muhammadiyah. Tentu, seiring waktu, kita harus terus belajar dan mendalami isi Al-Qur’an. Seperti yang diajarkan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, dalam mengajarkan Al-Qur’an, beliau menekankan tiga prinsip: pertama, membaca dengan benar; kedua, memahami makna ayat-ayat tersebut; dan ketiga, bertanya kepada diri sendiri apakah ayat-ayat tersebut sudah diamalkan. Kyai Haji Ahmad Dahlan tidak menuntut hafalan yang panjang atau banyak, tetapi beliau mengutamakan pemahaman yang cukup dan penerapan dalam amal sholeh. Amal sholeh yang diwujudkan kemudian menjadi amal usaha Muhammadiyah. Sehingga, meskipun tidak banyak ayat yang dipelajari, berbagai amal usaha yang bermanfaat bagi umat dan masyarakat dapat tercipta.
Mari kita teruskan apa yang telah diajarkan dan dicontohkan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam mengamalkan isi Al-Qur’an. Muhammadiyah memandang agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an sebagai agama yang bersifat etis, bukan formalistik, yaitu agama yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, Al-Qur’an harus hidup dalam kehidupan kita, sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman. Muhammadiyah memahami Al-Qur’an dengan pendekatan bayani, burhani, dan irfani. Bayani adalah pendekatan yang mempelajari teks Al-Qur’an itu sendiri. Burhani adalah pendekatan yang melihat konteks kehidupan masyarakat, sedangkan irfani mengedepankan aspek rohani, akhlak, dan adab.
Dalam mengamalkan isi Al-Qur’an, Muhammadiyah tidak hanya mengikuti teks secara kaku, tetapi juga menyesuaikan dengan konteks zaman dan lebih mengutamakan aspek moral, akhlak, dan adab yang tinggi. Hal ini menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan yang tidak hanya tekstual, tetapi juga kontekstual, dan mengedepankan nilai-nilai yang terkandung dalam irfani.
Baca juga, Download Tanfidz Keputusan Musypimwil Muhammadiyah Jawa Tengah Tahun 2024
Selain berpedoman pada Al-Qur’an sebagai wahyu Ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai petunjuk hidup, Muhammadiyah juga bersumber pada Sunnah Nabi. Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits yang di depan, Sunnah Nabi merupakan contoh nyata pelaksanaan ajaran Al-Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad. Oleh karena itu, mempelajari Sunnah Nabi sangatlah penting. Tidak mungkin umat Islam hanya mengikuti Al-Qur’an tanpa merujuk pada Sunnah Nabi.
Sebagai contoh, dalam Al-Qur’an disebutkan tentang kewajiban salat, namun cara melaksanakannya dijelaskan dalam Sunnah Nabi. “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat” (HR. Bukhari). Hal ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya tidak bisa dipisahkan. Nabi Muhammad bersabda, “Semua umatku pasti akan masuk surga, kecuali orang yang enggan.” Para sahabat pun penasaran dan bertanya, “Siapa orang yang enggan masuk surga itu?” Nabi Muhammad menjawab, “Barang siapa yang taat kepadaku, dia akan masuk surga, dan barang siapa yang maksiat kepadaku, maka dia adalah orang yang enggan masuk surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah selalu berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang dipahami dengan akal yang sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini tercermin dalam keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah yang tidak hanya terfokus pada ritual agama, tetapi juga pada amal sholeh dan amal usaha yang bermanfaat bagi umat. Muhammadiyah selalu berusaha mewujudkan Al-Qur’an dan Sunnah dalam bentuk amal sholeh yang menjawab berbagai persoalan masyarakat.
Muhammadiyah meyakini bahwa apa yang mereka lakukan adalah kebenaran. Namun, mereka juga menghargai perbedaan pandangan. Perbedaan dalam memahami ajaran agama adalah hal yang wajar, karena setiap orang memiliki perjalanan hidup dan modal yang berbeda. Oleh karena itu, Muhammadiyah tetap menghormati mereka yang memiliki pandangan berbeda, meskipun dengan keyakinan bahwa apa yang mereka lakukan adalah yang terbaik menurut ajaran Islam.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha