Keadaban Digital (IV)
Oleh: Ikhwanushoffa*
PWMJATENG.COM – Cari titik temu-titik sama, bukan titik pisah-titik beda. Melihat, mencari dan mengulik perbedaan adalah perbuatan yang paling mudah. Apalagi perbedaan dalam melihat kurangnya pihak lain, dan menepuk dada pihak yang disepakati. Itu terlalu gampang. Namun menajamkan diri untuk mengikhtiari titik temu dan berempati terhadap kekurangan pihak lain, itu butuh kedewasaan. Kepintaran saja tidak cukup. Pintar namun emosional, hanya akan api yang melumat kayu bebakaran.
Muhammadiyah dan NU adalah ormas tertua di nusantara. Dalam perjalanannya banyak hal, yang mayoritas furu’, dieksploitasi sedemikian rupa. Di grup Muhammadiyah, kadang kita jumpai para pencaci NU. Pun di grup NU, akan ketemu rupa Muhammadiyah yang dibanting. Sebenarnya apa untungnya memublikasi keburukan antara Muhammadiyah-NU?! Apa manfaat bagi umat?! Di mana posisi pesan Nabi tentang saling menutup aib?! Makin membikin begah adalah orang luar yang bertindak belah bambu ala kompeni. Angkat satu untuk disanjung dikala cocok, dan seketika injak satunya dikala berseberangan.
Baca juga, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah: Bersatu Menuju Indonesia Berdaulat
Problem negeri telah demikian kompleks. Tak mungkin pemerintah berjalan sendiri. Pun tak ada satu ormaspun yang cukup bisa menyelesaikan. Banyak hal besar di negeri ini yang rampung ketika dua ormas agung ini padu. Bahkan untuk sekedar Pilpres, terlalu mudah untuk dimenangkan. Karena posisi yang sedemikian strategis, tentu terlalu banyak komprador yang menginginkan Muhammadiyah-NU tidak rukun. Macam-macam mereka lakukan, namun mereka sudah berputus asa untuk mengadu secara langsung. Maka mereka dengan segala kemampuan yang berlimpah, menggunakan dana besar dan apapun untuk mengambil jalan melingkar. Dimasukkan ideologi-ideologi yang berseberangan, di mana ketika ideologi ini masuk di masing-masing maka akan secara otomatis berkelahi dengan sendirinya.
Ideologi harus berawal dari wacana, maka anak muda itu konsumsinya. Dahulu sempat dirasa bagaimana Muhammadiyah ditawar-tawari dengan ideologi radikal, sedang anak muda NU dengan liberal. Namun nyatanya tidak begitu laku. Dua ideologi itu tidak pernah jadi mainstream baik di Muhammadiyah maupun NU. Lalu kemarin sempat ada upaya memasukkan ideologi Wahabi ke Muhammadiyah, dan NU kejatah Syi’i. Syukur juga secara dini ketahuan. Bila Muhammadiyah jadi radikal, atau wahabi dan NU membentuk liberal atau syiah, tentu tanpa diadu sudah berantem sendiri. Wallaahu a’lam.
*Manajer Area Lazismu PWM Jawa Tengah
Editor : M Taufiq Ulinuha