Kolom

Membongkar Kerancuan Nalar Penyokong LGBT (1)

Oleh : Dr. H. Ahwan Fanani, M.Ag.*

PWMJATENG.COM – Pengikut LGBT, di antara kaum muda, mulai memprihatinkan keberadaannya. Dengan militansi tinggi, upaya untuk menyebarkan gagasan bahwa LGBT itu “oke” terus dilakukan. Urusan nafsu lawan jenis, meski menyimpang, memang membuat makhluk mamalia rela untuk berjuang mati-matian, meski tahu itu salah, karena dorongan instink hewani.

Hubungan LGBT dengan keyakinan agama itu berkorelasi terbalik. Semakin kuat LGBT, maka semakin lemah posisi agama. Sulit bagi penganut klan sodom untuk bisa menjadi hamba Tuhan yang tunduk sepenuh hati ketika yang diperjuangkan bertentangan dengan firman Tuhan. Sampai sekarang, oposisi paling teguh dan sadar terhadap LGBT adalah umat beragama, khususnya Islam.

Kita beruntung pula bahwa dasar negara Pancasila dijiwai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. UUD 1945 pun menegaskan bahwa “Negara Berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.” Ketuhanan menjadi pokok yang tidak bisa dilepaskan di negara kita sehingga penentangan terhadap agama tidak layak menjadi kebijakan negara. Inilah dua benteng bagi perlawanan terhadap propaganda LGBT di Indonesia.

Akhir-akhir ini klan Sodom mencoba keras untuk menimbulkan kerancuan berpikir bagi umat manusia. Padahal, kerancuan berpikir, bersama dengan hawa nafsu, adalah akar dari segala penyakit hati dan pintu salah jalan. Cepat atau lambat kerancuan-kerancuan tersebut akan merusak nilai dan kultur yang menjadi tumpuan sistem hukum, sistem keluarga, sistem politik maupun sistem sosial lainnya.

Ada berbagai kerancuan yang ditimbulkan atau sengaja dikembangkan oleh Sekte Sodom, yaitu:

1. LGBT itu adalah kodrat alias bawaan lahir

Inilah argumentasi yang banyak digunakan sekte Sodom. Argumentasi yang kontradiktif. Di satu sisi menolak adanya pembagian kodrat gender manusia berdasarkan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan, dan mengganggap kodrat tidak ada. Yang ada hanyalah gender berdasarkan konstruksi sosial, tetapi kemudian malah berpendapat jenis kelamin maupun gender sama-sama bawaan lahir.

Kaum Sodom berhilah bahwa kecenderungan menyimpang mereka tidak terhindarkan karena bawaan lahir. Hal itu tentu bertentangan dengan sabda Nabi Muhammad bahwa setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah. Fitrah tersebut dasarnya adalah surat al-A’raf 172, yaitu imsn kepada Allah. Alllah melalui Alquran berfirman bahwa manusia diciptakan berpasangan dari keturunan laki-laki dan perempuan. Semua anak lahir sebagai laki-laki dan perempuan, kecuali yang mengalami kelainan fisik.

Pengikut LGBT sulit untuk lepas diri dari LGBT itu bukan karena faktor bawaan, tetapi memang tidak mudah untuk lepas dari jeratan nafsu. Pecandu narkoba, penjudi, dan pezina akan sulit lepas dari godaan itu bukan karena keinginan pada narkoba dan berjudi itu bawaan lahir. Tapi perlu hidayah dan ikhtiar untuk bisa lepas dari jeratannya.

Baca juga, Keadaban Digital (IV)

2. LGBT itu Hak Asasi Manusia

Alasan yang paling sering dipakai geng Sodomi adalah Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal tidak satu pun diktum dalam Deklarasi Universal HAM, kovenan, dan konvensi HAM yang menyatakan bahwa LGBT adalah hak asasi. Dalam sejarah lahirnya deklarasi HAM tidak satupun yang memasukkan LGBT sebagai hak asasi. Justru, semua pernyataan tentang HAM mengakui agama sebagai hak asasi dasar bagi manusia. Hanya negara-negara Barat yang mengklaim LGBT sebagai hak asasi.

Di Uni Eropa, negara yang menerbitkan aturan yang membatasi LGBT akan dianggap sebagai tindakan yang menentang hak asasi. Mungkin ada organ PBB yang di dalamnya diisi orang-orang dari negara pendukung LGBT yang menyerukan penghormatan pada orientasi seksual menyimpang LGBT sebagai penghormatan hak. Dasarnya adalah hak sipil umum saja. Bahkan Human Right Watch yang dibiayai negara-negara maju mulai menjadikan upaya untuk mengatasi LGBT sebagai tindakan kekerasan atau pelanggaran HAM.

Tentu HAM yang dimaksud adalah HAM versi negara-negara Barat yang melegalisasi LGBT hingga pernikahan sejenis. Negara-negara tersebut umumnya juga mengakui kumpul kebo sebagai praktik sah dan legal. Tetapi hal tersebut tidak didukung instrumen HAM yang disepakati negara-negara dunia. HAM dunia itu konsensus semua negara, bukan hanya klaim sepihak negara-negara Barat.

Jika pejuang HAM terjangkiti perasaan inferior bahwa norma yang disokong negara barat pasti sesuai dengan HAM, meski tanpa ada instrumen internasional yang disepakati, maka mereka secara tidak langsung akan menjadi agen penyebaran gagasan LGBT dan upaya legalisasinya. Inilah yang mulai berlangsung, bahkan di Indonesia. Dasarnya adalah inferioritas dan rasa takut dianggap oleh negara Barat bahwa mereka tidak paham HAM. Tetapi tidak takut mendukung perilaku yang dilarang Tuhan.

3. LGBT urusan privat, biarkan saja selama tidak mengganggu

Tanda sebuah nilai sosial hidup adalah jika ada kontrol sosial. Kontrol sosial ini memastikan masyarakat hidup dalam norma-norma luhur yang menjadi fondasi hidupnya manusia dalam kehidupan sosialnya. Kontrol sosial itu bisa dengan teguran, mengomentari secara kritis tindakan tercela hingga pada tindakan masyarakat menolak perilaku anggota masyarakat yang dipandang menyimpang dari nilai sosial maupun nilai agama yang dianut masyarakat. Contoh, banyak pasangan selingkuh digrebeg masyarakat karena kesadaran akan nilai bahwa perilaku demikian tidak patut terjadi di lingkungan masyarakat.

LGBT memang lahir dari negara individualistis. Karena itu, ia sulit berkembang di negara yang kuat hubungan sosialnya, kecuali dengan melumpuhkan kontrol sosial masyarakat. Pintu untuk melumpuhkan kontrol sosial ada tiga: kaum terdidik, agamawan, dan tokoh masyarakat. Ketika kaum terdidik, tokoh agama, dan tokoh masyarakat mentolerir LGBT, maka tidak ada lagi yang bisa mencegah berkembangnya LGBT.

Cara melumpuhkan kontrol sosial adalah dengan mengubah nilai secara halus: “Biarkan asal tidak mengganggu! Ini urusan privat!” Padahal, LGBT tidak mungkin menjadi urusan privat. Jika orang menyimpang dan hanya sendirian melakukannya di rumah, tanpa ada hubungan dengan orang lain, bolehlah itu disebut urusan privat. Sayangnya LGBT tidak mungkin bisa menjadi urusan privat karena pengikutnya butuh dukungan massa dan butuh berkembang biak melalui propaganda. Tidak mungkin pasangan gay bisa melahirkan anak, demikian pula pasangan lesbi.

Di Belanda, pasangan lesbi yang punya anak minta sperma pada laki-laki yang bukan suaminya. Dalam agama, bayi tabung hanya boleh dilakukan antara pasangan suami istri. Tetapi, hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh Sekte Sodom sehingga mereka harus terus menerus memperbanyak anggota untuk memuaskan nafsunya. Apalagi biseks dan yang tidak jelas orientasi seksualnya, maka butuh banyak obyek pemuasan nafsu.

Inilah kontradiksi lain Sekte Sodom. Di satu sisi, muncul gerakan anti poligami, tetapi di sisi lain membolehkan pertukaran pasangan secara bebas hingga seks dengan banyak pasangan yang melanggar norma agama maupun sosial. Sulit dibayangkan perilaku demikian sebagai urusan privat atau urusan pribadi!

*Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Tengah

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE