Editorial

Eksistensi Perempuan dalam Ranah Demokrasi

Membahas mengenai perempuan tentu akan sangat komplek dan rumit. Karena perempuan diciptakan oleh Tuhan dengan segala macam perbedaan karakter, sifat, dan juga permasalahan yang terjadi. Namun Tuhan menciptakan perempuan dan laki laki agar seimbang dan bisa saling membantu untuk kehidupan. Berbicara perempuan dalam kehidupan kita maka yang sekarang sering menjadi sorotan adalah suara perempuan dalam politik. Banyak yang pro dan kontra soal ini, namun banyak kalangan perempuan juga sangat ingin menyuarakan suara dan hak nya di kanca politik di negara kita.

Perempuan, Demokrasi dan Politik

Pada ranah demokrasi, eksistensi perempuan sebenarnya sudah tidak boleh diragukan lagi. Alasan perempuan bisa ikut andil dalam partisipasi politik dikarenakan jumlah penduduk perempuan hampir sama dengan laki laki. Data dari Sensus Penduduk Indonesia 2020 menyebutkan, jumlah penduduk Indonesia mencapai 270,2 Juta Jiwa; laki laki sebanyak 136,7 juta atau 50,6 % dan perempuan 133,5 Juta atau 49,4 %. Jumlah itu menggambarkan jumlah laki-laki dan perempuan hanya terpaut sedikit. Maka konteks keterwakilan perempuan sangat mungkin dilakukan karena dirasa perempuan dapat mewakili suara perempuan lainnya.

Perempuan dan laki laki memiliki hak yang sama dalam semua bidang kehidupan termasuk politik. Keberadaan peran kesetaraan gender memberikan wacana bahwa wanita mempunyai hak yang sama dengan laki laki. Konsep kesetaraan gender merujuk pada kesetaraan penuh laki laki dan perempuan untuk menikmati rangkaian hak baik secara politik; sipil; ekonomi; dan juga secara sosial dan budaya. Sehingga, tidak akan ada hak yang dirampas karena perbedaan jenis kelamin.

Regulasi Keterwakilan Perempuan dalam Politik Praktis

Kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan juga diatur pada ketentuan Pasal 173 Ayat (2) huruf e, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum , “menyertakan paling sedikit 30 % keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat. Pada Pasal 245: daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 %. Hal ini jelas keterlibatan perempuan dalam hal keterwakilan dalam kepengurusan partai politik juga pada bakal calon harus tetap memperhatikan keterlibatan perempuan 30 %.

UU Pemilu juga mengatur pada Penyelenggara Pemilu juga memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 %, baik untuk tim seleksi dan juga Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu).

Kenyataannya kebijakan afirmasi perempuan belum dilakukan secara maksimal. Data menunjukkan keterwakilan perempuan yang duduk di DPR RI tercatat hanya 20,4 % dan DPD RI 30,14% (sumber data : Asdep Polhukam, KemenPPPA 2019). Hal yang sama terjadi pada lembaga penentu kebijakan, yang belum berkeadilan gender.

Marginalisasi Perempuan di Ranah Politik

Adanya marjinalisasi perempuan yang menganggap batasan akses dan pemahaman perempuan masih rendah, sumber daya manusia yang kurang mumpuni, beban ganda yang lebih berat kepada perempuan juga soal subordinasi yaitu memandang dan menempatkan perempuan sebagai “posisi ke 2”. Sehingga memperhatikan keterwakilan perempuan belum sepenuhnya dapat terpenuhi karena hal hal tersebut.

Sangat besar harapan bahwa adanya keterwakilan perempuan di kacah politik tidak hanya sekedar representasi memenuhi tuntutan afirmatif prosedural. Tetapi dengan adanya representasi perempuan, terutama dalam politik lokal dapat mengubah wajah produk kebijakan politik yang berpihak pada kepentingan kaum perempuan dengan kebutuhan dan permasalahannya.

Begitu juga dengan politik afirmasi yang bisa membuka akses serta menjamin partisipasi perempuan untuk bisa mengakomodasi kepentingan kelompok marjinal dan kepentingan perempuan lainnya dalam bidang politik. Hal ini perlu strategi untuk mengatasi segala permasalahan yang muncul, baik hambatan perempuan yang bersifat instutisional, kultural dan politis.

Quo-Vadis Pemilu 2024

Kehadiran perempuan dalam ranah demokrasi, tidak hanya sebagai pelengkap, namun justru menjadikan demokrasi yang utuh dalam setiap kebijakan yang diambil dan memperhatikan keberpihakan perempuan. Maka keterwakilan legislator yang berasal dari kalangan perempuan sangat diharapkan dan tidak serta merta hanya mewakili; tetapi bisa memperjuangkan kepentingan kebutuhan yang diwakilinya dalam hal ini perempuan.

Harapan besar Pemilu 2024, perempuan segera menyiapkan diri untuk bisa memposisikan dan bisa menjadi wakil perempuan dalam demokrasi yang ada di negara kita Indonesia. Sehingga tidak hanya pemenuhan keterwakilan perempuan saja yang jadi poin penting, tetapi sebagai penguat untuk menjalankan keputusan dan sebagai ekeskutor dalam pemerintahan.

Penulis : Nailina Paramita Najati, S.IP, M.H. (Anggota KPU Kab. Blora, PWNA Jawa Tengah)
Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi melalui email.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE