Kolom

PANTANG MEMINTA JABATAN

Wahyudi (Wakil Ketua PWM Jawa Tengah/Dosen UIN Walisongo Semarang)

ISTILAH “meminta” memiliki konotasi negatif, kecuali meminta kepada kedua orang tua dan Sang Pencipta yakni Allah SWT. Karena perilaku meminta, kemungkinan besar membuat harga diri menjadi turun dan posisi tawar melemah. Nabi Muhammad SAW mengisyaratkan bahwa dari Hakîm bin Hizâm Radhiyallahu anhu, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allah akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya”. Meminjam istilah Abraham Maslow, kebutuhan akan penghargaan atau esteem needs.

            Pengertian meminta berbeda dengan menerima, menurut KBBI meminta memiliki arti “berkata-kata supaya diberi atau mendapat sesuatu”. Sedangkan menerima berarti “menyambut; mengambil (mendapat, menampung, dan sebagainya) sesuatu yang diberikan”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa perilaku meminta tersimpan hasrat, keinginan atau bahkan ambisi yang lebih untuk mendapatkan sesuatu. Meminta dalam konteks thalabul ilmi justeru sangat dianjurkan, maka dahulu ada istilah murid,  yang artinya mereka sangat berkehendak dan berkeinginan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Tetapi apabila meminta konteksnya jabatan, apalagi hanya sekedar prestise saya kira ini sebuah penyimpangan dari norma, akhlak, dan etika bermuhammadiyah.

Meminta Jabatan

Manusia di hadapan Allah SWT memiliki kedudukan dan posisi yang sama, yang membedakan adalah tingkat ketaqwaannya. Oleh karenanya kita dilarang Allah SWT merendahkan diri dan bersimpuh kepada sesama hanya karena sekedar meminta-minta, apalagi yang diminta hanya sebatas jabatan. Rasulullah SAW mengingatkan kepada kita, Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah SAW bersabda kepadaku, “Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan karena permintaan maka tanggung jawabnya akan dibebankan kepadamu. Namun jika kamu diangkat tanpa permintaan, maka kamu akan diberi pertolongan.” (HR Muslim). Dalam hadis lain Rasulullah SAW juga mengatakan bahwa pada hari kiamat jabatan adalah kehinaan dan penyesalan. Kecuali orang yang mengambil jabatan dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar.

Abu Musa berkata, “Saya dan dua orang anak pamanku menemui Rasulullah SAW, salah seorang dari keduanya lalu berkata, “wahai Rasulullah angkatlah kami sebagai pemimpin atas sebagian wilayah yang telah diberikan Allah SWT kepadamu.” Dan seorang lagi mengucapkan perkataan serupa.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan bagi orang yang meminta dan yang rakus terhadapnya.” (HR Muslim). Demikian pula, Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah tidakkah anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat). Abu Dzar berkata, “Kemudian beliau (Rasulullah) menepuk bahuku dengan tangan.”Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar.” (HR Muslim).

Berdasarkan beberapa hadist di atas, pada dasarnya kita dilarang untuk meminta-minta jabatan. Jika larangan ini diperhatikan dan menjadi acuan dalam job description, menempatkan seseorang pada posisi tertentu, maka akan menghasilkan kemaslahatan yang sangat besar, baik bagi yang memimpin maupun yang dipimpin. Karena mereka akan selalu mendapat pertolongan dari Allah SWT dalam melaksanakan tugasnya.

Namun di sisi lain, menurut pendapat Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, para ulama ada yang memperbolehkan meminta jabatan, berdasarkan pada al-Quran surah Yusuf ayat 55, berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan Negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”.

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Nabi Yusuf as. meminta jabatan sebagai bendaharawan negara dengan alasan dan bukti bahwa beliau adalah orang yang terpercaya dan berpengetahuan luas, sehingga dalam konteks sekarang dapat dipahami bahwa meminta jabatan itu diperbolehkan dengan alasan orang tersebut memiliki skill, kompetensi, komitmen, dan  kemampuan yang mumpuni. Karenanya menurut beberapa ulama menyampaikan bahwa seseorang diperbolehkan meminta jabatan pada posisi strategis dengan tujuan untuk memperbaiki sistem atau memperbaiki kinerja sebuah organisasi selama orang tersebut memiliki kemampuan dan kompetensi yang mumpuni sebagaimana Nabi Yusuf as. Tetapi apabila tidak memiliki skill, kemampuan, dan kompetensi, hanya besar diambisi pasti akan muncul persoalan dan beban yang sangat besar bagi pimpinan dan organisasi.

Sejalan dengan hal tersebut, ada adagium yang sangat popular di Muhammadiyah, yaitu: memiliki hasrat dan ambisi menjadi pemimpin itu sangat kurang lazim, tetapi apabila sudah diamanahi dan dipercaya menjadi pimpinan maka sikap warga Muhammadiyah tidak boleh menolak, hanya satu kata Siap. Mudah-mudahan dengan terbentuknya struktur di pimpinan wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, jauh dari ambisi yang berlebih sehingga Allah SWT senantiasa menolong kita.(*)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi melalui email.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE