Kolom

Pandangan Muhammadiyah tentang Khamr dan Alkohol

Oleh : Dr. H. Ahwan Fanani, M.Ag.*

PWMJATENG.COM – Pandangan Muhammadiyah mengenai khamr bisa ditemukan pada beberapa dokumen. Pertama adalah pada Kumpulan Putusan Tarjih Jawa Tengah yang ditanfidz tahun 2010. Pada Musywil Tarjih di Salatiga tahun 1987 dibahas mengenai Makanan Yang Halal. Salah satu subbahasannya adalah Alkohol dalam makanan dan minuman. Hasil Musywil tersebut mengaskan bahwa makanan dan minuman yang memabukkan hukumnya haram, baik haramnya disebabkan faktor bahan, proses fermentasi, maupun sarananya.

Alkohol mengandung ethanol yang secara substansi sama dengan khamr, yaitu sama-sama memabukkan. Yang menjadikan haram adalah volume alkohol, bukan kadar, meski kemudian minuman beralkohol kadar tertentu yang memabukkan itulah yang dilarang. Penentuan kadar kandungan alkohol yang dilarang tersebut perlu penelitian ahli farmasi.

Putusan Musywil Tarjih Jateng Tahun 1987 tersebut menegaskan hal-hal umum tentang haramnya menuman yang memabukkan dan menyamakan alkohol dengan khamr ketika alkohol mencapai kadar tertentu. Ada sedikit ketidakjelasan ketika dinyatakan yang haram adalah volume, bukan kadarnya, tetapi kemudian putusan tersebut menyarankan penelitian mengenai kadar kandungan alkohol dalam minuman yang dilarang. selain itu, ada hal yang belum jelas apakah minuman beralkohol yang memabukkan adalah khamr atau beda dengan khamr meski sama-sama memabukkan.

Kedua, adalah persoalan Halal dan Haram Air Tape pada Fatwa-Fatwa Tarjih dalam Tanya Jawab Agama Jilid 7. Pembahasan tersebut dimuat dalam SM No. 14 Tahun 2004. Pertanyaan yang muncul adalah tentang hukum air tape yang dalam Fatwa Majlis Tarjih dipandang belum jelas: di satu sisi menganjurkan untuk menghindari minum/makan air tape, tetapi mentolerir kadar alkohol di bawah 5%. Penanya berpendapat kasar alkohol rendah dalam tape, jika dikonsumsi banyak maka jumlah alkohol dalam tubuh juga banyak.

Baca juga, Kapan Puasa ‘Asyura Dilakukan dan Apa Keutamaannya?

Jawaban dalam fatwa dimulai dengan penegasan bahwa khamr itu haram. Larangan minum khamr dalam al-Maidah ayat 90 bersifat mutlak, yaitu tanpa pembatasan sedikit atau banyak, sampai memabukkan atau tidak. Akibat minum khamr adalah mabuk dan merusak akal. Selain khamr ada makanan dan minuman lain yang dapat memabukkan, tetapi haramnya tidak mutlak, seperti alkohol, ganja dan alat perangsang dan penambah tenaga. Pembedaan khamr dan selain khamr ini dikaitkan pembedaan kalangan Hanafiyah antara khamr dan nabidz. Kesimpulan akhir, berdasarkan diskusi dengan dokter dan ahli farmasi kadar alkohol dalam tape adalah 1-4% sehingga tidak haram karena di bawah 5%.

Fatwa di atas menjadikan kadar 5% sebagai patokan keharaman minuman atau makanan yang mengandung alkohol. Namun, ada beberapa hal yang perlu penjelasan lebih lanjut dalam fatwa tersebut.

1) Tidak dijelaskannya definisi khamr membuat ketidakjelasan hubungan khamr dengan alkohol, padahal dalam hadis semua yang memabukkan adalah khamr. Namun dalam fatwa khamr hukumnya haram secara mutlak, sedang selain khamr, termasuk alkohol haramnya mutlak. Kenyataannya, dalam riwayat Bukhari dari perkataan Ibnu Umar disebutkan bahwa:
Khamr terbuat dari lima: dari anggur, kurma, madu, gandum dan jewawut. Dan khamr adalah sesuatu yang merusak akal.

أيها الناس : إنه نزل تحريم الخمر، و هي من خمسة : من العنب، و التمر، و العسل، و الحنطة، و الشعير. و الخمر ما خامر العقل.

Jadi, sebenarnya khamr bukan satu jenis benda tersendiri melainkan berbagai olahan yang memabukkan sehingga pembedaan antara benda memabukkan dari khamr dan selain khamr menjadi rancu.

Baca juga, Beda Manhaj Fikih Salafi-Muhammadiyah (1)

2) Fatwa menyatakan bahwa sifat memabukkan adalah akibat minum khamr, sedangkan menurut para ulama klasik, sifat memabukkan (iskar) itulah yang menjadi alasan keharaman minuman atau makanan.

3) Fatwa Tarjih hasil sidang tanggal 14 Agustus 2015, yang menjawab pertanyaan hukum parfum beralkohol. Fatwa tersebut disusun secara lebih tertib dengan pendahuluan dan penjelasan istilah khamr dan alkohol.

  1. Khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari anggur atau yang lainnya, baik dimasak ataupun tidak.
  2. Alkohol adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apapun yang memiliki gugus fungsional yang disebut gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon.
  3. Minuman beralkohol adalah:a. minuman yang mengandung etanol dan senyawa lain di antaranya metanol, asetaldehida, dan etilasetat yang dibuat secara fermentasi dengan rekayasa dari berbagai jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat, ataub. minuman yang mengandung etanol dan/atau metanol yang ditambahkan dengan sengaja

Yang menjadi persoalan dan dapat melahirkan perbedaan persepsi dalam membaca fatwa itu adalah penjelasan bagian awal dan bagian agak terkemudian dalam fatwa yang cenderung kontradiktif.

Pada bagian hukum disimpulkan 3 hal:

a. Meminum minuman beralkohol hukumnya haram
b.Khamr hukumnya najis, ada yang mengatakan najisnya secara maknawi
c. Alkohol dari khamr hukumnya najis, sedang alkohol etanol tidak najis.

Fatwa ini secara penyimpulan agak bermasalah dalam koherensi berpikir sehingga menimbulkan kerancuan.

Masalah Pertama, dalam definisi dikatakan bahwa khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, tetapi dalam kesimpulan hukum dikatakan bahwa alkohol yang berasal dari khamr dihukumi najis, sedang yang tidak berasal dari khamr hukumnya tidak najis. Secara logis kesimpulan ini aneh karena dalam definisi khamr itu semua minuman yang memabukkan, bukan satu benda tertentu, melainkan disadari anggur atau lainnya.

Baca juga, Pandangan Muhammadiyah tentang Perempuan (1)

Kesimpulan hukum juga mengatakan bahwa minumal beralkohol hukumnya haram, yang berarti minuman beralkohol itu termasuk khamr. Tetapi kemudian dibedakan minuman beralkohol dari khamr dan non-khamr, padahal khamr adalah setiap minuman yang memabukkan dan minuman yang memabukkan mengandung ethanol atau alkohol.

Memang dalam penjelasan selanjutnya, dalam hukum alkohol, dijelaskan bahwa khamr tidak identik dengan alkohol. Keharaman alkohol terletak pada kadar kandungannya. Artinya, ketika kadar alkohol tinggi maka ia haram sebagai khamr tetapi jika kadar rendah bukan khamr.

Masalah Kedua, pada bagian ketentuan hukum dikatakan bahwa khamr adalah najis. Tetapi pada bagian akhir fatwa cenderung mengatakan bahwa khamr/alkohol tidak najis. Kata rijsun dalam surat al-Maidah ayat 90 berarti perbuatan keji itulah yang disebut najis, bukan najis dalam pengertian sesungguhnya.

Karena itu, alkohol untuk parfum tidak najis karena bukan dari produk minuman fermentasi. Ini berarti fatwa menegaskan keharaman dan kenajisan khamr maupun alkohol terletak pada tindakan meminum minuman yang memabukkan. Ketika benda yang mengandung alkohol, berapapun kadarnya, dibuat parfum maka tidak najis hukumnya.

*Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Tengah

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE