Kolom

Memperbanyak Mubalig Muhammadiyah

Memperbanyak Mubalig Muhammadiyah

Oleh : As’ad Bukhari, S.Sos., MA.*

PWMJATENG.COM – Dakwah adalah salah satu bidang garapan yang paling urgensi dilakukan oleh Muhammadiyah, aspek dakwah dan keagamaan secara umum dapat dilakukan oleh siapapun. Akan tetapi secara khusus, ujung tombak gerakan dakwah di Muhammadiyah tentu ada pada Mubalig, Dai, Ustaz, dan Agamawan Muhammadiyah, baik bagian dari Majelis Tabligh atau Majelis Tarjih, maupun lainnya termasuk para Pimpinan struktural Muhammadiyah di setiap tingkatan.

Dakwah Muhammadiyah itu kompleks, yang pada intinya sebagai gerakan Islam Berkemajuan yang mencerahkan, menggerakkan, dan membahagiakan umat tentunya. Hanya saja dalam dakwah perlu adanya sebuah manajemen dakwah Muhammadiyah yang dikelola secara rapi, profesional dan terstruktur. Para aktor atau subjek atau Dai maupun Mubalig Muhammadiyah merupakan peran utama yang akan membawa nilai-nilai dakwah Muhammadiyah kepada jamaah, masyarakat dam seluruh umat manusia. Sebab Persyarikatan Muhammadiyah termasuk organisasi Islam yang secara garis besar adalah gerakan dakwah Islam melalui Persyarikatan.

Tugas dakwah itu tidaklah mudah, walaupun di era digital banyak yang seolah bisa bersuara tentang Islam dan agama dengan kemudahan teknologi informasi digital melalui Internet. Siapapun bisa menjadi seorang Dai dalam menyampaikan kebaikan dan mengajak pada dakwah amar makruf nahi mungkar. Namun tak semua akan mampu memosisikan diri sebagai Mubalig Muhammadiyah dan Ustaz Muhammadiyah, dikarenakan banyak spesifikasi atau pun keilmuan agama.

Selama ini peran para Mubalig Muhammadiyah masih sangat minim, dan kerap kali dianggap krisis ulama, krisis Ustaz dan krisis Mubalig di Persyarikatan Muhammadiyah yang telah menuju usia 2 abad. Hal ini disebabkan Muhammadiyah adalah organisasi besar kolektif kolegial yang dimaknai berjamaah dari berbagai sektor profesi. Peran Mubalig Muhammadiyah memang masih sangat minim dalam menggerakkan jamaah Muhammadiyah, hal ini dikarenakan banyak sebab musabab yang mesti dapat ditemukan jalan keluarnya.

Memperbanyak Mubalig Muhammadiyah adalah suatu cara yang wajib dan harus terus dilakukan agar dapat membawa Islam Berkemajuan di tengah modernisasi. Idealnya Mubalig Muhammadiyah itu adalah para guru Ismuba, Dosen AIK, pengajar Madrasah Muhammadiyah, para pendidik pesantren Muhammadiyah, para alumni PUTM jenjang minimal S1, para pimpinan di Majelis Tarjih maupun Tabligh, para peserta program Mubalig, maupun para Pimpinan Muhammadiyah jabatan inti sebagai ketua, sekretaris, bendahara maupun tokoh senior penggerak dakwah Muhammadiyah. Akan tetapi pada faktanya bagian tersebut tidak semua menjadi Mubalig Muhammadiyah atau memosisikan diri sebagai para juru dakwah Muhammadiyah serta memerankan diri sebagai Mubalig Muhammadiyah yang aktif di masjid Muhammadiyah, Musala Muhammadiyah dan pengajian Muhammadiyah, baik di ranting, cabang dan daerah sebagai tingkatan yang paling langka, minim, dan kurangnya para Mubalig Muhammadiyah atau pun Dai apalagi Ustaznya.

Baca juga, Wawasan Paham Agama

Terkadang sosok yang muncul sebagai Mubalig Muhammadiyah datang dari guru pelajaran umum bukan Ismuba, terkadang juga dari dosen umum bukan pengajar Al Islam dan Kemuhammadiyahan, dan terkadang mereka hanya sebagai staf, pegawai, anggota pimpinan bahkan hanya para mantan alumni yang dulunya pernah jadi pimpinan di Persyarikatan dan pimpinan amal usaha Muhammadiyah yang memiliki semangat agama dengan mempelajari dakwahnya. Itulah situasi dan dinamika para Mubalig Muhammadiyah, yang seharusnya guru Ismuba, dosen AIK dan para penggerak dakwah Muhammadiyah itu yang jadi motor penggerak dakwah Muhammadiyah.

Itulah kenapa walaupun Muhammadiyah memiliki banyak sekolah, pesantren, dan perguruan tinggi, para alumninya pun tidak hadir sebagai Mubalig Muhammadiyah. Akan tetapi sangat intens dan aktif ketika di ruang digital sosial media bicara tentang dakwah Muhammadiyah walaupun tidak mau memosisikan diri sebagai Mubalig Muhammadiyah. Muhammadiyah sendiri memiliki Himpunan Putusan Tarjih sebagai pedoman paham keagamaan Muhammadiyah agar lebih seragam dan tidak personal, individual, dan nafsi-nafsi. Walaupun dalam realitanya Mubalig Muhammadiyah tak bisa melepas diri dari pandangan individunya sebagai ijtihadi nafsi walaupun telah memahami tarjih, Manhaj Muhammadiyah, dan seluruh keilmuan Kemuhammadiyahannya.

Hal itu tidak lepas dari latar belakang pendidikan perguruan tinggi, kecondongan pada mazhab fiqih, aqidah, dan ibadah serta faktor lainnya. Mubalig Muhammadiyah pun pada akhirnya secara individual memiliki banyak keragaman sebagai penggerak dakwah di Muhammadiyah yang tak lepas dari tulisan dan buku para pimpinan terdahulu Muhammadiyah yang beragam. Di level jamaah dan umat bisa dapat membingungkan dan kehilangan arah jika para Mubalig Muhammadiyah memiliki perbedaan pandangan jika diperlihatkan di panggung sosial media maupun panggung pengajiannya masing-masing. Kecenderungan memihak dan tarik menarik pada jamaah pun terjadi di antara internal Mubalig Muhammadiyah apalagi di antara level wilayah masing-masing yang ghirah dakwah Muhammadiyahnya bisa beragam ciri khas, karakter dan model serta corak dakwahnya.

Pada intinya bagi yang memilih jalan sebagai Mubalig Muhammadiyah dan memosisikan diri sebagai penggerak dakwah Muhammadiyah, harusnya bisa menempatkan diri sebaik-baiknya dan tidak masuk dalam ranah perdebatan serta perpecahan khilafiyyah dan ijtihadiyyah dengan dalih HPT (Himpunan Putusan Tarjih) dan TJA (Tanya Jawab Agama) atas dasar pemahaman interpretasi dalam menafsirkannya. Baiknya tinggalkan kecondongannya dalam pandangan aqidah, fiqih, dan ibadah pada imam tertentu dalam bermuhammadiyah dengan dalil atau dalil apapun. Sebab itu hanya membuat citra Mubalig Muhammadiyah yang tak bisa membaca sejarah Muhammadiyah secara kompleks dan tak mampu memahami perjalanan sejarah Kiai Ahmad Dahlan yang meninggalkan area perdebatan khilafiyyah-ijtihadiyyah dan memilih jalan dakwah amali pada amal usah Muhammadiyah untuk kepentingan umat Islam. Sekali pun Kiai Ahmad Dahlan belajar dari berbagai imam, ulama, syekh, baik dari masa kecil remaja sampai menjadi kiai muda bahkan ketika menjelang wafatnya.

Memperbanyak Mubalig Muhammadiyah seperti layaknya Kiai Ahmad Dahlan secara totalitas dan bukan sepotong-sepotong atau hanya menyesuaikan kepentingan pribadi, sebab hidup di tengah perbedaan pandangan paham keagamaan jika berlarut-larut dan terlalu dalam akan membuat gerakan dakwah semakin lemah. Jadilah Mubalig Muhammadiyah yang mencerahkan umat meskipun di tengah tantangan dan hambatan yang begitu berat lagi besar, serta tetap menjadi insan kamil yang mengedepankan pada hikmah, mauidzoh hasanah, dan wajadil hum hiya ahsan tanpa harus terpecah, terpisah, dan terbelah antar satu dengan yang lainnya. Karena sebagai Mubalig Muhammadiyah hanya mencari rida Allah semata melalui gerakan dakwah bersama Persyarikatan Muhammadiyah sebagai jalan pencerahan untuk seluruh umat manusia.

*(Alumni Pendidikan Intensif Muballigh Muda Berkemajuan, Analis Intelektual Muhammadiyah)

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE