Fatwa MaklumatPWM Jateng

Membaca Ulang Fatwa Tarjih PWM Jateng tentang Nikah Misyar yang Rugikan Perempuan dan Anak

PWMJATENG.COM, Semarang – Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah 4 tahun yang lalu, tepatnya 2-3 November 2019 telah menggelar Musyawarah Wilayah (Musywil) Tarjih ke-5 di Pondok Pesantren Darul Ihsan Muhammadiyah (Dimsa) Sragen.

Dalam pembahasan Musywil Tarjih ke-5 yang dihadiri perwakilan 33 Majelis Tarjih dan Tajdid PDM se Jawa Tengah, terdapat salah satu pembahasan mengenai hukum Nikah Misyar.

Apa itu Nikah Misyar?

Nikah misyar atau pernikahan al-misyar adalah pernikahan di mana perempuan tak mendapatkan haknya sebagai istri secara penuh seperti yang diatur saat akad nikah, seperti tidak mendapat tempat tinggal, nafkah dan hak untuk hidup bersama. 

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum nikah misyar. Dalam hal ini setidaknya terdapat dua kelompok ulama yang memiliki pandangan hukum yang berbeda, yaitu:

Pertama, kelompok yang membolehkan nikah misyar.

Mayoritas ulama kontemporer yang telah mengeluarkan fatwa tentang masalah nikah misyar memandang bahwa nikah misyar merupakan pernikahan syar’i yang sah hukumnya. Kendatipun sebagian mereka yang membolehkan nikah misyar menegaskan bukan sebagai penganjur pernikahan seperti ini, sedangkan sebagian lagi menyatakan bahwa hukumnya makruh, meskipun sah. Dengan demikian hukum-hukum sebagai konsekuensi pernikahan tersebut berlaku, begitu pula dampak-dampaknya. Karena pencabutan istri terhadap sebagian haknya dan
pengajuan hal itu sebagai syarat dalam pernikahan tidak mempengaruhi keabsahan pernikahan, selama pernikahan tersebut telah memenuhi rukun-rukun dan persyaratan-persyaratannya.

Ulama yang membolehkan nikah misyar adalah Shaykh ‘Abd al-‘Aziz bin Baz, Shaykh ‘Abd al-‘Aziz Alu al-Shaykh (Mufti Kerajaan Arab Saudi saat ini),
Yusuf al-Qardhawi, Syeikh ‘Ali Jum’ah al-Shafi, Wahbah Zuhayli,47 Ahmad alHajji al-Kurdi, Shaykh Su’ud al-Shuraym (imam dan khatib Masjid al- Haram), Shaykh Yusuf al-Duraywish, dan beberapa ulama lainnya.

Baca juga, Temui Jaringan Media Muhammadiyah, Abdul Mu’ti Harapkan Insan Media Memberikan Informasi yang Valid dan Akurat
Kedua, kelompok yang mengharamkan nikah misyar.

Sejumlah ulama kontemporer mengharamkan pernikahan misyar, di antara nama-nama mereka adalah Nasir al-Din al-Albani, Muhammad Zuhayli, ‘Ahim Fadhil. Di antara argumen mereka adalah lantaran menonjolnya upaya menyembunyikan dan merahasiakan pernikahan semacam ini. Karena itu ia merupakan jalan kerusakan dan perbuatan kemunkaran. Orang-orang yang sudah rusak pribadinya bisa saja menjadikannya sebagai tunggangan untuk merealisasikan tujuan mereka. Sebab segala sesuatu yang menyeret kepada perkara haram, maka hukumnya juga diharamkan. Larangan ini juga ditunjukkan untuk kepentingan mengatur umat manusia. Dampak-dampak buruk ini dapat dipastikan timbul, dan biasanya menjadi kenyataan, bukan sekedar dalam batas prediksi-prediksi, khayalan belaka, maupun kejadian-kejadian yang bersifat dadakan maupun jarang terjadi.

Selain itu para ulama di atas juga berpendapat bahwa pernikahan misyar tidak mewujudkan orientasi-orientasi pernikahan, seperti hidup bersama, meretas jalinan kasih sayang, cita-cita memiliki keturunan dan perhatian terhadap istri dan anak-anak, serta tidak adanya keadilan di hadapan istri-istri. Terlebih lagi, adanya unsur penghinaan terhadap kaum wanita dan terkadang mengandung muatan untuk menggugurkan hak istri atas pemenuhan kebutuhan biologis, nafkah, dan lain-lain.

Ketiga, kelompok yang tawaqquf terhadap hukum nikah misyar.

Sebagian ulama memilih tawaqquf (abstain) tentang hukumnya, lantaran menurut mereka esensi pernikahan seperti ini berikut dalil yang dipergunakan baik yang mendukung maupun yang menolak tampak belum jelas dan meyakinkan. Mereka menyatakan bahwa sangat penting untuk dilakukan pengkajian mendalam dan pencermatan ekstra perihal nikah misyar ini. Di antara ulama kontemporer yang mengambil posisi ini adalah Shaykh Muhammad bin Salih al-Uthaymin.

Dinamika Musywil Tarjih PWM Jawa Tengah

Imron Rosyadi, Ketua MTT PWM Jawa Tengah Periode 2015-2022 dalam keterangannya kepada jurnalis Solopos menyampaikan bahwa di dalam diskusi komisi-komisi terdapat pro dan kontra terhadap nikah misyar. Namun, pada kesimpulannya (istinbath), MTT PWM Jawa Tengah memutuskan bahwa nikah misyar hukumnya haram karena lebih banyak mudaratnya, termasuk di dalamnya kesejahteraan istri dan anak.

Sumber :

Solopos.com (3 November 2019). Musyawarah Di Sragen, Muhammadiyah Jateng Keluarkan Fatwa Haram Nikah Misyar diakses pada tanggal 11 Mei 2023 dari https://www.solopos.com/musyawarah-di-sragen-muhammadiyah-jateng-keluarkan-fatwa-haram-nikah-misyar-1028744/

Risna. 2022. Perkawinan Misyar dalam Perspektif Fikih Islam dan Kompilasi Hukum Islam. Makassar. Unismuh Makassar.

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi melalui email.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE