Khazanah Islam

Memahami Posisi Tangan Saat I’tidal dan Duduk Iftirasy dalam Salat

PWMJATENG.COM, Surakarta – Posisi tangan saat i’tidal dan duduk iftirasy dalam salat menjadi topik menarik dalam Kajian Tarjih Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang digelar pada Selasa (4/2). Kajian ini rutin diselenggarakan setiap Selasa pukul 07.30-08.30 WIB melalui kanal YouTube tvMu Channel sebagai bagian dari pengembangan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan bagi dosen serta tenaga kependidikan UMS.

Dalam kajian kali ini, Imron Rosyadi, Kepala Lembaga Pengembangan Pondok Islam dan Kemuhammadiyahan UMS, mengulas dua persoalan penting dalam salat, yaitu posisi tangan saat i’tidal dan duduk iftirasy dalam shalat dua rakaat. Menurutnya, kedua hal ini sering menjadi perdebatan di kalangan umat Muslim.

Imron menjelaskan bahwa i’tidal adalah bagian dari rangkaian salat, yaitu berdiri tegak setelah bangkit dari ruku’ dengan seluruh ruas tulang kembali ke posisi nol. Dalam hal ini, terdapat dua pendapat mengenai posisi tangan, yaitu bersedekap dan dibiarkan lurus.

“Posisi bersedekap didasarkan pada keumuman berdiri dalam shalat, seperti setelah takbiratul ihram,” jelas Imron.

Ia mengutip hadits riwayat Al-Bukhari yang menyatakan, “Seorang laki-laki hendaklah meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dalam salat.” Selain itu, ia juga mengacu pada hadits dari Wail bin Hujr yang berbunyi, “Aku melihat Nabi SAW sedang shalat, lalu beliau memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya.” (HR. Al-Bukhari No. 867).

Sementara itu, pendapat kedua menyebutkan bahwa posisi tangan setelah ruku’ seharusnya lurus. Imron mengutip hadis yang diriwayatkan oleh Abu Humaid As-Saidi, “Kemudian Nabi mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah’, saat mengucapkan kalimat itu Nabi mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua telinganya dan lurus (sehingga kembali tulang belakangnya).”

Baca juga, Muhammadiyah dan Budaya: Menjaga Tradisi Tanpa Melanggar Syariat

“Ketika ruku’, posisi tulang punggung tidak lurus. Maka setelah ruku’, harus benar-benar berdiri tegak. Itu maksud dari hadits ini,” ungkap Imron.

Imron menegaskan bahwa dalam hadis tersebut, yang diminta untuk kembali lurus adalah tulang punggung, bukan tangan. Oleh karena itu, dalam pandangan Majelis Tarjih Muhammadiyah, posisi tangan tidak perlu kembali lurus, melainkan dibiarkan dalam keadaan alami.

Dalam kajian ini, Imron juga membahas tentang duduk iftirasy dalam shalat dua rakaat. Menurutnya, Majelis Tarjih PP Muhammadiyah merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Zubair, “Rasulullah SAW jika duduk pada dua rakaat, beliau duduk di atas kaki kirinya, dan menegakkan kaki kanannya.”

Hadits lain yang menjadi rujukan adalah dari Abu Humaid As-Saidi, yang dikenal sebagai salah seorang sahabat yang hafal betul tata cara shalat Rasulullah SAW. Dalam riwayat tersebut, disebutkan bahwa jika Rasulullah SAW duduk pada rakaat kedua, beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. Namun, jika duduk pada rakaat terakhir, beliau memajukan telapak kaki kirinya di bawah kaki kanan, menegakkan kaki kanan, dan duduk secara sempurna.

Menurut Imron, hadits ini memberikan pemahaman yang jelas tentang perbedaan posisi duduk antara shalat dua rakaat dan shalat lebih dari dua rakaat.

Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE