Kolom

Mihrab, untuk Menjaga Kemesraan dengan Ilahi di Masa Pandemi

Oleh : Rachmat Agung Cahyo, S.E.
Ketua Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Kebakkramat

Arti mihrab

“Mihrab” menjadi familier di ingatan masyarakat setelah kemunculan film yang berjudul “Dalam Mihrab Cinta”. Film ini diadaptasi dari novel dengan judul yang sama, dirilis pada tahun 2010 dengan sutradara Habiburrahman El Shirazy, diproduksi oleh SinemArt Pictures dengan pemeran kondang seperti Dude Harlino, Asmirandah, dan Meyda Sefira. Pertama dirilis pada tanggal 24 Desember 2010.

Tetapi kata mirhab sudah menggeneralisasi, bahkan berubah makna sehingga memiliki makna beragam sesuai konteks dan pemahaman masing-masing.

Makna pertama, sesuai dalam KBBI adalah ruang kecil di langgar atau di masjid, tempat imam berdiri waktu salat berjamaah.

Selaras dengan hasil pencarian di wikipedia, mihrab adalah ceruk setengah lingkaran atau tempat kecil yang ada di dinding paling depan masjid atau Musala yang menunjukkan arah kiblat dan merupakan tempat untuk Imam memimpin shalat berjemaah dalam suatu masjid. Disamping Mihrab biasanya terdapat “Mimbar”, yaitu tempat Imam untuk melakukan ceramah ataupun khutbah.

Makna ke dua, gambaran mihrab termaktub dalam Al Qur’an ada pada surat Ali Imram ayat 37, 38 dan 39. Rangkumannya adalah ketika keluarga Imran memiliki putri bernama Maryam, diasuh oleh Nabi Zakariya di dalam mihrab, dan Nabi Zakaria pun membuat mihrab sendiri, yaitu kamar khusus untuk beribadah, salah satunya untuk berdoa memohon agar diberikan keturunan, kemudian doa Nabi Zakaria di mihrab tersebut dikabulkan oleh Allah.

Maka jika boleh disimpulkan, makna mihrab identik dengan tempat kecil (Karena lebih kecil dari masjid dan musholla, hanya terdiri dari satu ruang saja), tempat khusus, tempat untuk ibadah. Saya sering menyebutnya dengan “pojok ibadah” atau “sudut ibadah”, meski mihrab tidak selalu berada di pojok.

Membuat mihrab di rumah

Saya mengajak untuk membuat mihrab di rumah masing, tidak harus mewah, yang penting tempat itu khusus untuk beribadah. Terlebih pada masa pandemi yang membuat orang lebih lama berada di rumah dan mempersingkat berjamaah di masjid, apalagi di wilayah zona merah sudah meniadakan jamaah di masjid, sehingga kita bisa mengerjakan sholat sunnah taraweh yang panjang dengan santai di mihrab, kemudian berlama-lama membaca Al-Qur’an, berdoa dan berdzikir.

Ghairah ibadah

Mirhab membantu kita untuk meningkatkan kegairahan beribadah. Meskipun kita boleh beribadah di semua tempat (kecuali tempat yang dilarang seperti toilet).
Boleh saja, misalkan ada sebuah ruangan yang pada waktu tertentu untuk makan, kemudian di lain waktu untuk istirahat dan bersantai nonton TV, kemudian pada waktu tertentu lagi kita matikan TV lalu kita gunakan tempat yang sama untuk beribadah.

Tetapi, mengkhususkan satu tempat untuk satu kegiatan khusus membuat kita lebih bersemangat melakukan satu kegiatan itu. Tidak hanya dalam hal ibadah, dalam hal apapun jika ada tempat khusus, menimbulkan respon lebih semangat untuk mengerjakan.

“Kalau mungkin, hindari mencampur konteks suatu kebiasaan dengan yang lain, Ketika mulai mencampuradukkan konteks, Anda akan mulai mencampuradukkan kebiasaan-dan kebiasaan yang lebih mudah biasanya akan menang” James Clear dalam buku Atomic Habits

Saya juga merasakan gairah kerja menurun ketika berkerja dengan model WFH (Work From Home) selama masa pandemi. Kadang netbook tergeletak di ruang TV, di meja tamu dan di tempat lain, menjadi tidak fokus dan dalam memulai berkerja pun juga menjadi enggan.

Artinya ketika sebuah tempat bisa untuk berkerja, bisa untuk mengaji dan biasa juga untuk nonton TV, maka kita lebih mudah untuk nonton TV, karena menyaksikan hiburan lebih mudah dikerjakan, kebiasaan yang lebih mudah yang menang. Maka lazim jika kita biasanya tidak bertahan lama membaca di tempat tidur karena kegiatan tidur lebih mudah daripada membaca, tetapi membaca di kursi khusus untuk baca, membuat kita tak terasa melahab banyak lembaran berjam-jam.

Semula tempat yang saya gunakan untuk berkerja bukan tempat khusus berkerja, kadang untuk tiduran, kadang untuk makan. Tetapi setelah saya khususkan satu meja untuk berkerja dan saya sampaikan kepada orang rumah, kalau saya sedang berada di situ, artinya saya sedang berkerja. Maka gairah berkerja sedikit naik meskipun tetap jauh lebih enak berkerja di kantor daripada di rumah.

Pada masa pandemi ini, satu rumah satu mihrab membantu kita lebih fokus dan bergairah mengerjakan ibadah. Selain itu, keberadaan kita di rumah bersama keluarga, mampu menumbuhkan kedekatan diantara warga rumah dengan nuansa rabbani.

Kesabaran dan Doa

Pandemi adalah musibah sekaligus ujian, tetapi kita harus tetap berusaha mencari hikmah, meski puasa tahun ini benar-benar spesial, kita tak hanya dilatih untuk merasakan lapar agar simpati terhadap sesama yang merasa kekurangan, malah sebagian kita sudah memulai puasa duluan sebelum ramadhan, karena terdampak ekonominya karena pandemi corona.

Maka beribadah di rumah, berkerja dari rumah tidak boleh dimaknai menjadi manusia individu, tetap perlu peka terhadap keadaan sekitar.

Ini adalah masa ujian, mari kita sikapi dengan sabar dan lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan berdoa.

Gotong royong di rumah saja

Banyak yang terdampak ekonominya akibat wabah corona, memunculkan perilaku sosial seperti penggalangan dana dan pembagian sembako sebagai wujud gotong royong.

Disusul banyaknya orang lapar sehingga sebagai konsekuensi logis rawan pencurian dan tindak kriminal, memunculkan kembali perilaku gotong royong di masyarakat, ronda malam.

Gotong royong tak hanya soal pertemuan fisik atau rewangan di kampung-kampung, tetapi lebih pada sikap saling membantu dan saling menjaga. Bahkan untuk saat ini tetap berada di rumah, menghindari kerumunan juga sebagai wujud gotong royong melawan virus corona. MUI dan Ormas Islam turut bergotong royong dengan sepakat memberikan himbauan di bulan Ramadhan untuk beribadah di rumah saja.
Namun, jangan sampai tidak berlama-lama berkumpul di masjid mengurangi intensitas kedekatan kita kepada Allah, sholat malam, tadarus dan amal ibadah lain di bulan Ramadhan.

Maka dengan satu rumah satu mihrab, semoga ramadhan tahun ini kita tetap dapat lebih mesra dengan Allah, Lebih dekat pula dengan keluarga. Belajar menjadi Imam sholat atau bermakmum dengan anggota keluarga sendiri, untuk meraih syurga bersama-sama, menyelamatkan dari api neraka.

Aji Rustam

Jurnalis MPI PWM Jateng, Wartawan Seniour TribunJateng

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi melalui email.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE