Tafsir Surat Al-Infithor: Manusia, Kiamat, dan Pertanggungjawaban Abadi

PWMJATENG.COM, Surakarta – Surah Al-Infithor, yang tergolong sebagai surah makkiyah, memuat pesan-pesan mendalam mengenai hari kiamat dan pertanggungjawaban manusia di akhirat. Surah ini turun pada periode awal kenabian di Makkah, yakni masa yang dipahami sebagai fase pembentukan fondasi keimanan. Menurut Ainur Rha’in, dosen Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT), Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), pesan-pesan dalam surah ini sangat relevan untuk membentuk kesadaran spiritual umat Islam hari ini.
Ia menyebutkan bahwa salah satu ciri khas surah-surah periode makkiyah, termasuk Al-Infithor, adalah penekanan yang berulang terhadap keesaan Allah, hari kebangkitan (yaum al-ba’ts), dan hari pembalasan (yaum ad-din). “Jika ingin membayangkan suasana hari kiamat, bacalah surat-surat seperti Al-Infithor dan At-Takwir,” ujar Ainur dalam Kajian Tafsir Online UMS, Kamis (17/4).
Surah ini dibuka dengan gambaran kehancuran alam semesta yang menggetarkan. Langit terbelah, bintang-bintang bertaburan, lautan meluap, dan kuburan memuntahkan isinya. Semua hukum alam yang biasa dikenal manusia akan berhenti total. Fenomena tersebut disebutkan dalam ayat pertama hingga keempat:
إِذَا ٱلسَّمَآءُ ٱنفَطَرَتْ، وَإِذَا ٱلْكَوَاكِبُ ٱنتَثَرَتْ، وَإِذَا ٱلْبِحَارُ فُجِّرَتْ، وَإِذَا ٱلْقُبُورُ بُعْثِرَتْ
Kondisi ini, menurut Ainur, adalah peristiwa global yang menandai berakhirnya kehidupan dunia. Setelah itu, manusia akan dibangkitkan kembali. “Mereka hidup kembali, tinggi seperti Nabi Adam, wajah penuh debu kubur, lalu dihadapkan pada penghitungan amal,” jelasnya.
Lebih dari sekadar narasi kehancuran, surah ini juga mengajak manusia untuk melakukan perenungan eksistensial. Allah menantang manusia untuk merenungkan amal perbuatannya, seperti dalam ayat:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلْإِنسَـٰنُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ ٱلْكَرِيمِ
(Apakah yang telah memperdayakanmu [berbuat durhaka] terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah?)
Baca juga, Jadi Metodologi Dakwah Muhammadiyah, Berikut Tiga Fase Perkembangan Manhaj Tarjih!
Ainur menjelaskan bahwa pertanyaan ini tidak sekadar bersifat retoris, tetapi menggugah hati nurani manusia yang sering terlena oleh kenikmatan dunia. Ia menyoroti bahwa bentuk kedurhakaan manusia pada masa kini tak jauh berbeda dari zaman jahiliah. “Dulu, mereka menolak karena enggan duduk bersama kaum miskin. Sekarang, Islam dianggap agama negara terbelakang,” ujarnya.
Surah ini juga menyinggung keajaiban penciptaan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Manusia diciptakan dengan proporsi tubuh yang seimbang, dibekali akal, ruh, dan potensi spiritual. Allah berfirman:
ٱلَّذِى خَلَقَكَ فَسَوَّىٰكَ فَعَدَلَكَ
(Yang telah menciptakanmu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan [susunan tubuh]mu seimbang.)
Ainur menjelaskan bahwa otak manusia, meskipun hanya seberat 1,4 kilogram, memiliki kemampuan luar biasa, bahkan melebihi superkomputer. Jantung berdetak 100 ribu kali dalam sehari, dan susunan DNA manusia bisa melingkari bumi berkali-kali. Lebih dari itu, manusia juga memiliki kesadaran spiritual seperti rasa ingin tahu, cinta, empati, dan kemampuan untuk menyembah Tuhan.
Meskipun dianugerahi kesempurnaan itu, banyak manusia tetap mendustakan hari pembalasan. Padahal, seluruh amal akan dicatat oleh dua malaikat, Raqib dan Atid. Ainur menekankan bahwa tak ada satu pun amal baik atau buruk yang akan terlewat. Di akhirat, manusia akan dibedakan menjadi dua kelompok: abror (orang saleh) dan fujjar (orang durhaka). Yang pertama mendapat surga, yang kedua masuk neraka.
Menutup kajiannya, Ainur mengajak umat Islam untuk bermuhasabah dan bersiap menghadapi kehidupan yang kekal. “Tidak ada pertolongan di hari itu kecuali dari Allah. Semua makhluk tunduk, takut, dan diam di hadapan-Nya. Maka mari bekali diri sebelum terlambat,” pungkasnya.
Melalui tafsir Surah Al-Infithor, umat Islam diingatkan bahwa kehidupan dunia hanyalah persinggahan singkat. Persiapan menuju kehidupan abadi di akhirat tidak bisa ditunda. Setiap detik di dunia adalah peluang emas untuk berbuat kebaikan sebelum datangnya hari ketika segala penyesalan tak lagi berarti.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha