Reformasi Kepemimpinan IMM dan Politik Saling Sandra: Urgensi Perubahan dalam Menjawab Tantangan Masa Depan
Reformasi Kepemimpinan IMM dan Politik Saling Sandra: Urgensi Perubahan dalam Menjawab Tantangan Masa Depan
Oleh : Muhammad Taufiq Ulinuha (Instruktur Madya IMM Jateng; Eks-Trainer DAP IMM Sulsel 2022)
PWMJATENG.COM – Reformasi dalam kepemimpinan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) bukan hanya sekadar wacana, melainkan kebutuhan mendesak untuk memastikan IMM tetap relevan dan responsif terhadap perkembangan zaman. Di tengah arus perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang semakin kompleks, kepemimpinan IMM dihadapkan pada tantangan serius: bagaimana mengatasi politik saling sandra yang kerap terjadi dan menghalangi laju organisasi.
1. Memahami Politik Saling Sandra di IMM
Politik saling sandra atau mutual hostage politics mengacu pada situasi di mana individu atau kelompok dalam sebuah organisasi saling menahan atau menghambat satu sama lain untuk mencapai kepentingan masing-masing. Dalam konteks IMM, fenomena ini sering terjadi dalam proses pemilihan kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan pembagian peran di tingkat cabang hingga pusat.
Fenomena politik saling sandra pada dasarnya muncul dari lemahnya komitmen terhadap kepentingan bersama dan dominannya ego sektoral. Dalam hal ini, IMM harus menyadari bahwa politik saling sandra tidak hanya merugikan individu yang terlibat, tetapi juga merusak kredibilitas dan efektifitas organisasi secara keseluruhan.
2. Urgensi Reformasi Kepemimpinan di IMM
Reformasi dalam kepemimpinan IMM bertujuan untuk menciptakan struktur yang lebih sehat, yang mampu meminimalisasi dampak negatif dari politik saling sandra. Azyumardi Azra, seorang pakar pendidikan dan pemikir Islam, menyebutkan bahwa reformasi adalah upaya fundamental untuk memperbaiki sistem kepemimpinan dalam organisasi mahasiswa. “Kepemimpinan yang reformis akan menghasilkan dinamika organisasi yang progresif, terbuka terhadap perubahan, dan siap menjawab kebutuhan masyarakat,” ungkap Azra dalam beberapa kesempatan.
Reformasi kepemimpinan di IMM juga harus meliputi perubahan paradigma dari kepemimpinan yang berorientasi kekuasaan menjadi kepemimpinan yang berorientasi pada pelayanan dan pengembangan kader. Kaderisasi merupakan inti dari keberlanjutan IMM, namun tanpa perubahan pola pikir dalam kepemimpinan, kaderisasi hanya akan menjadi rutinitas tanpa esensi.
3. Menyikapi Tantangan dengan Strategi Kepemimpinan yang Adaptif
Dalam menghadapi tantangan internal dan eksternal, IMM perlu mengembangkan strategi kepemimpinan yang adaptif. Kepemimpinan adaptif, menurut teori Heifetz dan Linsky (2002), menekankan pada pentingnya pemimpin untuk dapat beradaptasi dengan situasi yang terus berubah, mendorong kolaborasi, dan memprioritaskan kepentingan bersama. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip kepemimpinan adaptif, IMM dapat mengatasi politik saling sandra yang kerap menjadi hambatan.
IMM perlu memastikan pemimpin yang terpilih memiliki kapasitas untuk mengarahkan organisasi menuju tujuan jangka panjang dan menghindari perpecahan internal. Pembentukan forum diskusi terbuka dan mekanisme evaluasi yang transparan dapat menjadi solusi untuk mencegah konflik kepentingan dan memastikan proses pengambilan keputusan yang lebih inklusif.
4. Mengembalikan Esensi Gerakan dengan Kaderisasi yang Berkelanjutan
IMM sebagai organisasi mahasiswa tidak hanya berfungsi sebagai wadah bagi kader untuk berpolitik, tetapi juga sebagai tempat pengembangan intelektual dan spiritual. Dalam hal ini, reformasi kepemimpinan harus pula memperhatikan aspek kaderisasi. Seperti yang diungkapkan oleh Ahmad Syafii Maarif, “Organisasi ini harus menumbuhkan kader yang kritis, berani bersuara, tetapi tetap menjunjung etika dan moralitas.”
Pendekatan kaderisasi berkelanjutan menuntut IMM untuk memberikan pendidikan politik yang sehat kepada para anggotanya, sehingga mampu membedakan antara kepentingan kolektif dan individu. Proses kaderisasi harus fokus pada pembentukan karakter pemimpin yang berdedikasi, bertanggung jawab, dan berjiwa sosial tinggi. Tanpa reformasi dalam kaderisasi, IMM hanya akan mencetak pemimpin yang mengulang pola yang sama dalam setiap periodenya.
5. Menjadikan IMM Sebagai Agen Perubahan Sosial
Peran IMM sebagai agen perubahan sosial menuntut kepemimpinan yang visioner dan mampu mempengaruhi kebijakan-kebijakan penting. Di era digital seperti sekarang, IMM perlu lebih aktif dalam menyuarakan isu-isu sosial, pendidikan, dan keagamaan yang relevan dengan konteks Indonesia saat ini. Reformasi kepemimpinan yang sehat akan mendorong IMM menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan keadilan dan kepentingan rakyat.
Dalam pandangan Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, organisasi mahasiswa seperti IMM memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi pelopor perubahan yang membawa manfaat bagi umat. “IMM harus berada di garda depan dalam setiap perubahan sosial dan menjadi penggerak kebaikan di tengah masyarakat,” kata Haedar. Pemimpin IMM yang reformis diharapkan mampu menjadi inspirasi bagi kader-kader muda untuk terlibat aktif dalam memajukan bangsa.
6. Memperkuat Nilai Kolektivitas dan Keberagaman dalam Kepemimpinan
IMM harus kembali kepada nilai-nilai dasar yang mengedepankan kolektivitas dan keberagaman. Pemimpin IMM yang ideal adalah mereka yang dapat menghargai perbedaan pandangan dan mampu merangkul semua elemen dalam organisasi. Dengan adanya keterbukaan dan penghargaan terhadap perbedaan, politik saling sandra dapat diminimalisasi, karena seluruh kader akan merasa didengar dan dihargai.
Menumbuhkan rasa kebersamaan dalam organisasi bukanlah tugas yang mudah, tetapi ini adalah langkah penting dalam reformasi kepemimpinan. IMM harus mempromosikan dialog yang konstruktif antaranggota dan memfasilitasi penyelesaian konflik secara damai. Dalam suasana yang kondusif, setiap kader dapat bekerja sama dan berkontribusi untuk kepentingan bersama.
Ikhtisar
Reformasi kepemimpinan dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah sebuah kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi. Dengan mengadopsi kepemimpinan yang adaptif, memperkuat proses kaderisasi, serta mengedepankan kolektivitas, IMM dapat terhindar dari politik saling sandra yang kerap menghambat kemajuan organisasi. IMM perlu mengingat bahwa peran mereka sebagai agen perubahan sosial hanya dapat dijalankan dengan optimal jika organisasi ini dikelola oleh pemimpin yang berdedikasi, berintegritas, dan berjiwa besar.
Dalam menghadapi tantangan masa depan, IMM harus siap melakukan introspeksi dan berbenah. Reformasi kepemimpinan bukan hanya untuk menghadirkan perubahan, tetapi juga untuk memastikan bahwa IMM dapat terus menjadi organisasi yang membanggakan, baik di mata anggotanya maupun masyarakat luas.
Editor : Ahmad