Editorial

Prabowo Samakan Gibran dengan Soedirman Muda, Gak Bahaya Ta?

PWMJATENG.COM, Semarang – Ahad kemarin (10/12), Pasangan Calon (Paslon) Prabowo-Gibran menggelar kampanye bertajuk Waktunya Indonesia Maju bertempat di Sentul International Convention Center (SICC), Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Dalam orasinya, Prabowo menyinggung perihal pencalonan anak Jokowi, Gibran, sebagai wakilnya pada kontestasi Pemilu 2024 mendatang. Prabowo mempertanyakan, mengapa terdapat pihak-pihak yang menyoalkan pencalonan Gibran, yang notabenenya masih muda. Lantas, ia menceritakan bahwa Panglima Besar Jenderal Soedirman ketika memimpin Tentara Keamanan Rakyat (TKR) melawan penjajah.

“Ada yang mengatakan, wakil yang saya pilih terlalu muda. Padahal, Panglima Besar (Soedirman) kita waktu perjuangan, umurnya 29 tahun menjadi Panglima Besar mimpin perang melawan penjajah, mampu,” ucap Prabowo.

Atas statemen tersebut, bagaimana proses Soedirman muda saat menjadi kader Muhammadiyah, hingga pada akhirnya diberikan amanah oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Panglima Besar TKR pada 18 Desember 1945.

Kader 24 Karat yang Ciptakan Privilegenya Sendiri

Jenderal Soedirman, tokoh pahlawan nasional, rupanya memiliki kisah awal yang menginspirasi. Beliau adalah anak kandung Muhammadiyah, tumbuh sebagai guru di Sekolah Dasar Muhammadiyah Cilacap, dan aktif sebagai aktivis Pemuda Muhammadiyah dan kader Hizbul Wathan Banyumas.

Dalam perjalanan kepemudaannya, Soedirman terlibat dalam Hizbul Wathan, suatu organisasi yang didirikan oleh pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, pada tanggal 20 Desember 1918. Organisasi ini bertujuan untuk membentuk akidah, karakter, fisik, mental, dan rasa cinta tanah air pada generasi muda.

Menariknya, peran Hizbul Wathan membentuk Soedirman tidak hanya dalam aspek keagamaan, tetapi juga dalam kepemimpinan dan keterampilan fisik. Dalam suatu usulan pada Kongres ke-29 Muhammadiyah di Yogyakarta, Soedirman mengusulkan agar anggota Hizbul Wathan mengenakan celana panjang. Usulan ini disampaikan agar anggota Hizbul Wathan tidak kesulitan mencari sarung ketika hendak mendirikan salat.

Seorang Pandu jadi Prajurit

Pengabdian Soedirman di dunia militer dimulai sejak masa kependudukan Belanda, di mana beliau melatih tentara pribumi di daerah Banyumas atas permintaan pemerintah Belanda. Bahkan, pada tahun 1944, Soedirman bergabung dengan organisasi militer yang dibentuk oleh Jepang, yaitu PETA (Pembela Tanah Air).

Pada tanggal 12 November 1945, Soedirman terpilih sebagai panglima besar, dan pelantikannya dilaksanakan pada 18 Desember 1945. Kepemimpinan tegasnya terlihat saat pasukan Sekutu menyerang beberapa kota di Indonesia pada akhir 1945. Soedirman memimpin pasukan Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan, memperoleh kemenangan yang membuatnya diakui sebagai pemimpin yang gigih dan tak kenal menyerah.

Baca juga, Mengungkap Rahasia Kebahagiaan: Ketua PWM Jawa Tengah Tafsir Bocorkan Lima Kunci Hidup Bahagia ala Rasulullah!

Dalam agresi militer Belanda kedua pada 1948-1949, Soedirman yang sedang sakit tidak gentar memberikan perlawanan. Ia memilih bergerilya di hutan ketimbang bertahan di ibu kota Yogyakarta. Bahkan, dalam momen Serangan Umum 1 Maret 1949, pasukan gerilya pimpinan Soedirman tetap memberikan perlawanan meski kondisi kesehatannya memburuk.

Kehebatan dan perjuangan Soedirman tidak hanya diakui oleh bangsa Indonesia, tetapi juga oleh dunia. Beliau menerima sejumlah tanda kehormatan, termasuk Bintang Mahaputra Pratama, Bintang Sakti, dan Bintang Republik Indonesia Adipradana. Soedirman, dengan dedikasi dan pengabdiannya melawan penjajah, dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Nomor 314 Tahun 1964.

Meski meninggal pada usia yang relatif muda, 34 tahun, namanya tetap dikenang oleh bangsa Indonesia. Berbagai bentuk penghormatan, seperti museum, jalan, universitas, hingga monumen, diberikan untuk memperingati jasa-jasanya yang tak terlupakan.

Bisa dikata, Soedirman memang tidak memiliki privilege yang ia bawa sejak lahir. Namun, Soedirman sendirilah yang menciptakan privilegenya (keunggulan) di kala berproses menjadi kader Muhammadiyah.

*Diolah dari berbagai sumber.

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE