Plus Minus Ormas Main Tambang
Plus Minus Ormas Main Tambang
Oleh : Prof. Dr. Ahwan Fanani, M.Ag.*
PWMJATENG.COM – Ormas main tambang sebenarnya mengandung risiko besar. Pertama, ormas keagamaan umumnya tidak memiliki struktur yang setara dengan perusahaan dalam pengelolaan bisnis. Ormas keagamaan tetaplah organisasi yang pada dasarnya bersifat sosial sehingga strukturnya longgar dan tidak selalu bisa menjalankan organisasi dengan kaidah yang profesional murni. Hal yang sama berlaku bagi Muhammadiyah, yang memiliki tata organisasi dan struktur yang relatif lebih rapi sehingga bisa menjalankan amal usaha dengan otoritas organisasi, bukan otoritas individual. Tetap saja profesionalisme di Muhammadiyah masih mengandung unsur sosial yang kuat.
Keterlibatan ormas dalam pengelolaan sumber daya alam bisa menurunkan efisiensi ekonomi dan rawan terjadi mis-manajemen. Dampaknya, bisa merugikan pendapatan negara pula. Biaya operasional pengelolaan sumber daya meningkat dengan keterlibatan aktor yang pada dasarnya memiliki kemampuan terbatas untuk bermain di sektor tersebut. Jika ormas ikut mengelola tambang, misalnya, mungkin ia akan men-sub-kan pengelolaannya pada pengusaha atau oligarki juga. Praktis peran ormas tidak banyak bagi peningkatan ekonomi, kecuali penambahan aktor yang harus diberi bagian keuntungan dari proses pengelolaan tambang.
Kedua, kuatnya transaksi politik di alam Reformasi ini membuat ormas keagamaan seolah menjadi penjual suara dan pemberi legitimasi untuk mendapatkan kue kekuasaan dan kue anggaran. Sebagai barternya adalah dukungan loyal yang diminta aktor politik dari para tokoh agama yang ada di ormas-ormas keagamaan sehingga melahirkan stabilitas politik yang memudahkan para aktor politik untuk menjalankan perannya. Dengan dukungan ormas, kekuatan kontrol masyarakat pada negara atau pemerintah termoderasi atau terlemahkan karena ketika ada pihak yang kritis, maka kekuatan ormas bisa menjadi penetral bagi kekuatan oposisi. Inilah yang dahulu oleh Marx disebut agama adalah candu yang membuat kalangan bawah menerima hegemoni kekuasaan dengan penggunaan doktrin dan kekuasaan tokoh agama.
Ketiga, mengubah ormas berbasis agama menjadi oligarki baru dalam ekonomi menjadi risiko terjadinya penghisapan terhadap masyarakat oleh kekuatan politik bersama dengan kekuatan agama. Penyalahgunaan kekuatan dan sumberdaya oleh para tokoh agama untuk barter kekuasaan dan uang menjadikan kekuasaan lebih sewenang-wenang dan peran moral tokoh agama semakin berkurang.
Itulah yang terjadi pada revolusi Perancis yang berakibat pada runtuhnya kekuasaan Louis XVI dan perlawanan masyarakat terhadap otoritas agama. Akibatnya, Perancis menjadi negara dengan Sistem Pemerintahan Republik yang sekuler. Sekulerisme di Perancis cukup keras dalam meminggirkan peran agama di ranah publik, sehingga olok-olok pada simbol agama menjadi hal biasa. Sekulerisme keras tersebut sempat ditiru oleh Musthafa Kemal Attaturk dari Turki.
Baca juga, Strategi Dakwah Muhammadiyah: Menyentuh Berbagai Lapisan Masyarakat
Terlepas dari risiko tersebut, keterlibatan ormas dalam pengelolaan tambang juga memiliki beberapa manfaat.
Pertama, di Indonesia berbagai tambang dikuasai oleh para pengusaha yang menjadi sangat kaya dibandingkan rata-rata penduduk Indonesia. Kesenjangan ekonomi di Indonesia termasuk lebar dengan hanya 1% penduduk RI menguasai 49% sumber kekayaan penduduk. Masyarakat lebih banyak menjadi korban dan terpinggirkan, utamanya di daerah-daerah yang terkena proyek prioritas nasional, hingga kehilangan warisan kekayaan alam mereka yang dahulu diakui menurut hak ulayat. Sebaliknya, beberapa keluarga sangat mudah melakukan penguasaan terhadap sumber daya alam Indonesia.
Dengan pelibatan ormas, yang memiliki basis massa, pembagian kue pembangunan akan lebih luas. Perputaran uang dari pengelolaan sumber daya alam negara tidak hanya kembali kepada pemerintah dan pengusaha, tetapi langsung kepada masyarakat.
Kedua, pelibatan ormas mendorong diversifikasi aktor ekonomi di negara. Hal itu akan mendorong sebagian warga Indonesia yang selama ini hanya bisa menjadi penonton dan pengkritik menjadi pemain. Jika terjadi transformasi struktur ormas menjadi lebih profesional, maka ormas keagamaan akan menjadi bagian dari pelaku pembangunan ekonomi secara langsung. Meski awalnya sulit, tapi seiring waktu, kompetensi SDM Ormas bisa diupgrade untuk menyesuaikan dengan sistem bisnis besar dan industri, bukan sekedar trade atau perdagangan skala menengah ke bawah.
Ketiga, Ormas sebagai bagian dari pendiri negara bisa masuk dalam berbagai lingkaran dalam pemerintahan. Ormas bisa memperluas jaringan dan menaikkan bargsining position sehingga tidak sekedar peminta bantuan atau pengajuan proposal kegiatan pada pemerintah.
Dengan hak kelola SDA, Ormas bisa menempatkan mayoritas masyarakat Indonesia sebagai pemilik negara. Andaikan dalam pelaksanaan pengelolaan Ormas men-sub-kan pada pengusaha hal itu menunjukkan bahwa kekuatan sosial di Indonesia bisa menjadi tuan, bukan sebagai jongos dari asing yang punya kapital besar untuk investasi. Berdasarkan pertimbangan di atas ada segi minus dan segi plus dalam keterlibatan ormas dalam pengelolaan SDA negara.
Ada peluang besar mengubah struktur ekonomi Indonesia, tetapi ada juga risiko turunnya peran kekuatan moral agama. Tinggal kembali kepada ormas sendiri. Apakah akan memilih jalan ideal dan moral dengan konsekuensi struktur ekonomi negara tetap di tangan para oligarki, atau mengambil risiko untuk mencari cara baru dalam pemerataan sumber daya ekonomi negara. Ormas bisa memilih kaidah hitam-putih (Furqan) antara terang dan gelap atau mencoba untuk mengambil jalan lebih pragmatis dengan mengambil risiko paling kecil dari dua pilihan karena semua pilihan ada risikonya. Jika tidak dapat dicapai semua, maka tidak dihindari semua pula.
*Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Tengah. Cendekiawan muslim.
Editor : M Taufiq Ulinuha