Khazanah Islam

Muhammad SAW Pemuda Hijrah

Oleh : Ikhwanushoffa (Manajer Area Lazismu Jawa Tengah)

Muhammad kecil tumbuh dengan karakter prima. Tutur kata dan tindak tanduk sama sekali tak menimbulkan keraguan. Bohong dan mencurangi  jauh dari jati dirinya. Setiap orang selalu mantap terhadap segala informasi yang keluar dari lisannya. Orang-orangpun secara damai dan suka cita menitipkan amanahnya pada sang putra Abdullah. Maka masyarakat memberikan predikat al-Amin. Namun, Muhammad sama sekali tak terpengaruh dengan gelar itu. Karena Ia berbuat bukan untuk mengejar gelar apapun dari masyarakat.

Empat Khalifah setelah Muhammad SAW pun mendapatkan gelar. Namun berbeda dengan Rosulullooh SAW yang mendapatkan gelar al-Amin sejak belia, para Khalifah mendapatkan gelar setelah momen Hijrah. Abu Bakar mendapat gelar ash-Shidiq setelah Beliau yang dipercaya mengawani Rosul SAW dalam perjalanan hijrah. Memang Abu Bakar selalu percaya Muhammad SAW tanpa reserve termasuk ketika shohabat lain ragu, seperti paska perjanjian Hudaibiyah.

Umar mendapatkan gelar al-Farouq. Di tangan Umar bin Khotob kebenaran nampak terang benderang. Nampak jelas yang haq dan yang bathil. Ketika hijrah Beliau shohabat yang keluar tanpa sembunyi-sembunyi. Kalamnya yang masyhur, “Siapa yang ingin anaknya menjadi yatim dan istrinya jadi janda, silahkan cegat aku di batas kota!”. Layaklah Umar menyandang gelar al-Farouq (Pembeda). Sedang shohabat Utsman adalah sahabat yang memfasilitasi segala kebutuhan hijrah Rosul SAW dan kaum muslimin. Maka Beliau mendapat hadiah menikahi dua putri Rosullullooh SAW. Maka gelarnya Dzurrunnoin (Dua Rembulan).

Ali dalam momen hijrah adalah shohabat yang rela menggantikan posisi tidur Rosulullooh SAW. Padahal resikonya adalah kematian. Karena malam itu rumah Rosul SAW telah dikepung oleh kaum kufar dengan satu tujuan yakni membunuh Beliau. Karena kerelaan Ali itu maka predikat al-Murtadlo disematkan pada dirinya.

Demikian orang-orang hebat mendapatkan gelarnya. Dari perilaku dan penghayatan hidup yang presisi, stabil dan konsisten. Bukan dari nasab, kasta atau harta. Semua azzam dan derita yang membentuk kepribadian dan semesta pun mengamini. Bukan gelar yang dicari, namun dampak perilakunya yang membuat dirinya mendapatkan gelar dari masyarakat. Ini menjadi buah refleksi bagi kita sekarang. Telah mendapatkan gelar apa kita dari masyarakat? Bila belum jelas identitas personal kita, maka masih jauh laku hidup yang mesti kita tempuh dengan istiqomah. Meluluskan diri dari godaan-godaan. Dan terus-menerus melakukan perbaikan.

Wallaahu a’lam.

Muhammad Taufiq Ulinuha

Pemimpin Redaksi PWMJateng.com, Redaktur Rahma.ID.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi melalui email.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE