Kolom

Money Politik “Jalan Merebut Kebenaran”

Oleh : Gus Zuhron Arrofi*

PWMJATENG.COM – Sejak pemilu 2014 ada pergeseran perilaku masyarakat khususnya memandang sebuah proses kontestasi. Pemilu yang digadang-gadang sebagai ajang adu gagasan dan program tidak ubahnya formalitas 5 tahunan dalam rangka memilih seorang pemimpin. Kualitas pemilu terdegradasi oleh kekuatan uang yang meruntuhkan gagasan besar bernegara. Ide dan gagasan itu tersabotase oleh perilaku koruptif berupa transaksi sesaat untuk meraih kursi kekuasaan. Pada tahun 2019  harga per kepala untuk memilih mencapai 300 ribu. Bahkan ada kabar di daerah tertentu ada yang sampai mencapai angka 1 juta untuk dapat mendulang suara. Ini jelas fakta kualitas demokrasi kita hari ini. Dengan cara demikian rasanya akan sulit untuk mendapatkan sosok pemimpin ideal sebagaimana mimpi banyak orang.

Ada seorang Caleg DPR RI dari partai tertentu mendapatkan suara 17 ribu tanpa praktik politik uang. Angka segitu dia dapatkan lewat proses kampanye sehat, komunikasi aktif dan jaringan yang melimpah. Itu pun tidak mampu menghantarkan caleg yang bersangkutan untuk duduk di Senayan. Caleg ini mengatakan, “Seandainya saat itu ada uang sekitar 4 milyar untuk melakukan praktik money politik maka saya akan mulus melenggang ke kursi empuk parlemen”. Padahal dari sisi kualifikasi, jam terbang, kapasitas keilmuan sudah sangat layak mewakili masyarakat. Tapi sekali lagi kekuatan uang masih menjadi penentu hasil akhir dari proses pemilu.

Di sisi yang berbeda kita menjumpai ada anggota DPR dari dapil tertentu memperoleh keberuntungan dengan berhasil masuk parlemen. Uniknya orang yang terhormat ini saat melakukan reses dan diundang untuk bicara di kampus beragam alasan untuk menolak selalu dikemukakan, salah satu yang terlontar adalah bahwa dirinya belum siap kalau harus bicara di depan kaum akademisi. Padahal foto dengan baliho besar dan penampilan yang membius tersebar dimana-mana. Sayup-sayup terdengar anggota dewan ini mampu menduduki kursi dewan karena kekuatan uang. Entah berapa persen orang-orang yang duduk sebagai wakil rakyat dengan kualitas yang sulit dipertanggung jawabkan.

Baca juga, Wujudkan Layanan Kesehatan yang Unggul dan Berkemajuan, MPKU PWM Jateng Gelar Rakerwil I

Adalah wajar manakala banyak kritikus hari ini mengatakan bahwa kualitas produk undang-undang kita sangat rendah. Banyak fakta membuktikan sebuah produk undang-undang yang baru saja disahkan langsung mendapat sambutan dari masyarakat dengan cara melakukan judisial review di Mahkamah Konstitusi. Langkah ini tentu saja karena pembacaan masyarakat terhadap kualitas undang-undang yang dihasilkan tidak mememuhi kualifikasi hajat hidup orang banyak. Lebih jauh rentan dengan penyelewengan oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan. Dapat dipahami bahwa rendahnya kualitas undang-undang disebabkan oleh rendahnya kualitas orang-orang yang membuatnya.

 Jika tidak ada perubahan sistem yang fundamental akan sulit bagi mereka yang punya kualitas namun miskin rupiah untuk dapat berperan dalam kancah parlemen. Semakin sedikit orang yang berkualitas maka akan semakin semrawut cara mengelola negara. Kata kuncinya adalah bagaimana menempatkan pribadi-pribadi unggul untuk dapat berperan aktif menjalankan roda pemerintahan baik dilevel eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Ada dua pendekatan yang mungkin dilakukan. Pertama adalah perubahan sistem secara mendasar. Sistem baru ini didesain untuk mencegah terjadinya praktik money politik, meminimalisir biaya kampanye, mendekatkan para calon kepada masyarakat dan menghadirkan kesetaraan antar para kontestan. Caranya sederhana, . semua biaya kampanye dibebankan pada anggaran negara. Para calon tidak boleh membuat iklan dalam bentuk apapun, tidak ada praktik bagi-bagi sembako, perketat model pengawasan dan pasal hukuman agar tidak terjadi praktik politik uang. Calon difasilitasi secara maksimal untuk bisa diuji secara publik mengenai visi misi dan kompetensi lainnya. Dengan demikian masyarakat akan benar-benar faham siapa orang yang akan mewakilinya.

Pendekatkan kedua adalah dengan cara melihat politik uang tidak dalam perpektif teologis, melainkan dalam sudut pandang fiqih-usul fiqih. Perspektif teologis jelas akan menghalangi seseorang yang berkualitas dan punya cukup dana untuk masuk parlemen. Sebab doktrin teologis menghalangi seseorang untuk melakukan praktik itu. Apalagi diperkuat dengan hadits nabi “orang yang menyuap dan disuap sama-sama masuk neraka”. Terhambatnya mereka masuk dewan menjadikan peluang kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang minus kualitas akan semakin lebar. Dalam kaidah fiqih itu ada rumus “mâ lâ yudraku kulluhu lâ yutraku kulluhu (apa yang tidak dapat diraih semuanya, maka tidak ditinggalkan semuanya). atau menggunakan kaidah “addhorurotu tubiikhul mahdhurot” (keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang)

Dalam kontek pemilu saat ini rasanya hampir mustahil seseorang akan dapat berkuasa tanpa melibatkan uang dengan beragam caranya. Ini adalah kondisi darurat politik yang tidak mungkin diatasi dengan cara normal. Maka politik uang sebenarnya adalah salah satu jalan untuk merebut kebenaran. Jika dengan cara itu orang-orang yang berkualitas mampu masuk ke dalam sistem maka akan melahirkan kemaslahatan yang lebih besar. Bukankah itu yang diinginkan…?

*Sekretaris MPKSDI PWM Jawa Tengah

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE