Kolom

Membunuh Pembunuh Karakter

Membunuh Pembunuh Karakter

Oleh : Alvin Qodri Lazuardy*

A: “Oh sekarang si Fulan itu bersama kamu ya?”
B: “Iya…, benar…”
A: Bagaimana si Fulan?
B: “Bagus kok dia..”
A: “Oh, Kamu belum tau saja karakter aslinya…”

Begitu mungkin jamak percakapan dua manusia yang terjun dalam dunia karir ataupun lebih luas dinamika kehidupan. Secara ideal, manusia adalah makhluk sosial, makhluk interaktif dan makhluk komunikatif. Manusia diilhami dengan penalaran yang sangat menjadi pembeda dengan makhluk lainnya, seperti hewan; sapi, kerbau atau anjing, misalnya.

Nalar ini, manusia gunakan untuk memberikan persepsi, hipotesa, analisa bahkan sampai pada prasangka. Kalau mengatakan prasangka lebih seksisnya disandingkan dengan kata buruk, menjadi “prasangka buruk”.

Fa alhamahaa Fujurohaa Wa Taqwahaa, begitu firman Allah dalam Al-Qur’an. Manusia itu diilhami dengan dorongan fujur dan dorongan taqwa. Atas pemberian secara natural ini, maka manusia dipandu dengan diin (Agama) yang menjadi nasihat, addiinu huwa mau’izhoh. Dengan harapan, manusia mampu menekan sekuat-kuatnya unsur “fujur” itu. Sehingga yang muncul dan nampak adalah unsur “taqwa”-nya. Begitu si kalau bicara idealitas.

Nah, ini sekarang bicara realitas. Pada faktanya ada saja manusia psikopat karakter yang hobinya membunuh karakter orang lain, dengan dorongan sifat hasad, iri, dengkinya. Gelagaknya formalitas di depan muka, namun di belakang bagai belati yang mencabik-cabik penuh luka. Tidak berlebihan diksi ini, karena dalam Qur’an mentamsilkan hal ini seperti manusia yang memakan daging saudaranya sesama manusia. Ya memang begitu, diksi yang cocok untuk “Sang Pembunuh Karakter”.

Baca juga, Hadir di Sruweng, Ketua PWM Jateng Jelaskan Perbedaan Mendasar Muhammadiyah dengan Salafi

Mungkin, Kita akan berjumpa macam manusia “Pembunuh” ini, cara jitu untuk membunuh pembunuh karakter adalah patahkan persepsi, hipotesa, analisa serta prasangka buruk yang menjadi motor penggerak si pembunuh dengan membuktikan segala fakta yang ada. Tampilkan, kebaikan, progress, kinerja serta outcome yang jelas dengan berkualitas tanpa banalitas.

Jangan lupa, tetap akui jika diri kita memang pasti ada kurangnya. Setebal-tebalnya daging ikan tengiri tetap jua ada durinya. Sebaik-sebaiknya kita (jika memang baik) pasti pulalah ada buruknya. Maka ke-inshof-an diri harus tetap dihidupkan atas berbagai kekurangan.

Untuk itu, cara membunuh pembunuh karakter adalah dengan kita tampilkan kebalikan apa yang mereka duga dan mereka prasangka. Jika memang diri pernah berbuat salah maka patahkan dengan tidak akan pernah mengulangi lagi dan berbuat lebih baik lagi. Semudah itu konsep-praktiknya.

Namun, bagaimana jika menemukan entitas manusia “bebalisme”, ya cukup gunakan pedoman ini saja. “Ridhon Naasi Ghoyatun Laa Tudrak”, Membuat semua manusia legowo itu adalah tujuan yang tidak akan tercapai, atau mungkin “Tarkul Jawabi Alal Jahili Jawabun”, tidak menjawab orang bodoh adalah sebuah jawaban. Tingggalkan, bergeraklah!, sampaikanlah kebaikan dan terus berjuang!. Pembunuh Karakter akan terbunuh dengan kontribusimu dan kebaikanmu. Maka bunuhlah sang pembunuh karakter dengan aksi bukan sekadar diksi apalagi hanya bicara sana-sini.

*) Penulis Buku & Praktisi Pendidikan

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE