Khazanah Islam

Kesalehan Virtual: Mengapa Kita Tampak Religius di Media Sosial Saja?

PWMJATENG.COM – Di era digital saat ini, media sosial menjadi panggung baru untuk menampilkan berbagai sisi kehidupan, termasuk ekspresi keagamaan. Unggahan ayat-ayat Al-Qur’an, kutipan hadis, foto ibadah, hingga doa harian kini marak dibagikan. Namun muncul pertanyaan penting: Apakah kesalehan di dunia maya mencerminkan kesalehan sejati di dunia nyata?

Fenomena yang dikenal sebagai “kesalehan virtual” ini menunjukkan bagaimana identitas religius seseorang dapat dikonstruksi melalui unggahan digital. Seolah-olah, semakin banyak seseorang membagikan konten religius, maka semakin saleh ia tampak di mata publik. Padahal, Islam menekankan pentingnya keikhlasan dalam beramal, bukan sekadar penampilan luar.

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an:

“إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ ۖ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا”

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharap wajah Allah. Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insan: 9)

Ayat ini mengajarkan bahwa setiap amal, termasuk ekspresi religius, seharusnya didasarkan pada niat yang ikhlas karena Allah, bukan demi citra atau pujian. Kesalehan yang sejati bersumber dari hati dan diwujudkan dalam perbuatan nyata yang konsisten, bukan sekadar penampilan di depan kamera atau tulisan status.

Dalam konteks media sosial, kemudahan membagikan konten bisa membuat seseorang terlena untuk mencari validasi sosial melalui simbol-simbol agama. Bahkan, tak jarang kita melihat unggahan religius yang dikemas secara estetis untuk meraih banyak likes, komentar, dan followers. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw.:

“إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى…”

“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Baca juga, Abduh Hisyam: Muhammad Saw. Nabi Agung dan Negarawan Ulung, Teladan Sepanjang Masa

Hadis ini menjadi pengingat bahwa apa yang terlihat di luar belum tentu mencerminkan kondisi batin seseorang. Jika niat utama dari berbagi konten religius adalah untuk pencitraan, maka amalan tersebut bisa kehilangan nilai di sisi Allah.

Namun demikian, media sosial sebenarnya bisa menjadi sarana dakwah yang efektif bila digunakan secara bijak dan bertanggung jawab. Seseorang dapat menyebarkan ilmu, mengingatkan dalam kebaikan, serta menyemangati orang lain untuk lebih dekat dengan Allah. Kuncinya terletak pada niat yang lurus dan integritas dalam kehidupan sehari-hari.

Kesalehan digital harus sejalan dengan kesalehan nyata. Jangan sampai kita menjadi pribadi yang “tampak alim di Instagram, tapi lalai di dunia nyata.” Sebab, Islam menuntut keselarasan antara ucapan, tampilan, dan tindakan. Bahkan, Allah mencela orang-orang yang hanya berkata tanpa melakukannya:

“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ”

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?” (QS. Ash-Shaff: 2)

Oleh karena itu, mari kita muhasabah diri. Apakah kesalehan yang kita tampilkan di media sosial benar-benar mencerminkan diri kita yang sesungguhnya? Apakah kita hanya religius di layar, tetapi lalai dalam ibadah yang hakiki?

Kesalehan sejati tidak butuh sorotan kamera atau sanjungan warganet. Ia tumbuh dalam keheningan doa, kesabaran dalam ujian, dan keistiqamahan dalam amal. Mari jadikan media sosial sebagai alat untuk memperkuat iman, bukan sekadar etalase pencitraan.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE