Kolom

Kembalikan Ruhul Jihad Muhammadiyah

Kembalikan Ruhul Jihad Muhammadiyah

Oleh : Drs. Achmad Ramli Karim, S.H., M.H. (Ketua LHKP PDM Gowa)

PWMJATENG.COM – Rasulullah Saw. pernah bersabda, artinya: “Bersabarlah kamu sekalian, sebab aku belum diperintahkan berperang.” (Al Mausu’ah al Qur’aniyah, 1997: 179).

Berangkat dari pengertian tersebut, maka Muhammadiyah sejak berdirinya pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/ 18 November 1912 M, telah melaksanakan jihad fi sabilillah dalam arti berjuang dengan sungguh-sungguh membela agama Islam sekalipun tidak dengan senjata. Melainkan melakukan tindakan preventif melalui dakwah “amar makruf nahi munkar” sebagai pengendali sosial (social control).

Pengendalian sosial atau kontrol sosial merupakan suatu tindakan preventif (pencegahan) baik direncanakan maupun tidak, yang bersifat mengajak, mengawasi, dan mencegah agar masyarakat di lingkungan dapat terkendali. Singkatnya, upaya preventif adalah upaya pengendalian sosial dengan bentuk pencegahan terhadap adanya gangguan.

Kontrol sosial atau pengendalian sosial dilakukan untuk mengatasi atau mencegah terjadinya perilaku menyimpang di masyarakat. Pada dasarnya, pengendalian sosial dilaksanakan untuk mengarahkan individu maupun kelompok agar bertindak sesuai norma sosial. Dikutip dari buku Pengantar Ringkas Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial (2020) karya Elly M. Setiadi, pengendalian sosial adalah proses pengawasan yang direncanakan maupun tidak, bertujuan mengajak, mendidik, bahkan memaksa masyarakat untuk mematuhi norma serta nilai sosial yang berlaku. Salah satu sifat pengendalian sosial adalah secara preventif. Menurut M. Noor Syaid dalam buku Penyimpangan Sosial dan Pencegahannya (2019), kontrol sosial preventif adalah upaya pencegahan terjadinya gangguan atau pelanggaran terhadap norma di masyarakat.

Mencermati kondisi politik sekarang ini, ada kecenderungan politik dibangun berdasarkan kesepakatan kepentingan kelompok yang ikut bersepakat dan bukan mengutamakan kepentingan publik (politik transaksional), sehingga secara tidak sengaja telah melepaskan norma sosial dalam transaksi kepentingan. Akibatnya kekuasaan kelompok kepentingan lebih dominan dari kepentingan umum (publik), karena norma sosial dan norma hukum terpental dari kesepakatan politik kekuasaan yang memisahkan antara agama dengan politik (kebijakan).

Bertolak dari kondisi politik tersebut, kelompok sosial khususnya Muhammadiyah sebagai salah satu ormas Islam harus tampil menjadi kontrol sosial guna pencegahan dalam pengendalian sosial sebagai bagian dari amar ma’ruf nahi mungkar. Namun hal ini bisa terjadi jika power Muhammadiyah mampu dibangun oleh para pimpinannya yang bersifat amanah dan memiliki Ruhul jihad. Karena dengan Ruhul jihad tersebut, pimpinan mampu membangun kepercayaan publik.

Baca juga, Memupuk Kesalehan Digital

Apapun konsep dan narasi yang dibangun secara teoritis, sangat sulit menyatukan power (kekuatan) ormas Islam khususnya Muhammadiyah sebagai kontrol sosial, tanpa mengembalikan Ruhul jihad dalam beramar ma’ruf nahi munkar. Demikian juga power Muhammadiyah sebagai kekuatan penyeimbang, pemimpinnya harus mampu membangun kepercayaan publik (integritas) dan harus mampu menjadi benteng bagi umat.

Untuk mampu membangun kekuatan penyeimbang dalam sistem pemerintahan demokrasi, diperuhkan keberadaan kelompok masyarakat sebagai sosial kontrol atau kelompok oposisi untuk menghasilkan keseimbangan politik lewat mekanisme check and balance. Ormas dan kelompok oposisi yang berperan memberikan kritik konstruktif diyakini bisa membuat pemerintahan lebih baik.

Dengan demikian kontrol sosial tetap diperlukan untuk menghasilkan keseimbangan politik lewat mekanisme check and balance. Kontrol sosial sangat berperan memberikan kritik konstruktif diyakini bisa membuat pemerintahan lebih baik (good governance).

Kenapa keberadaan ormas Islam sebagai pengendali masyarakat (kontrol sosial) sangat dibutuhkan, karena hukum sebagai pengendali sosial sudah tidak berfungsi lagi untuk mengatur tingkah laku manusia. Di mana tingkah laku manusia, khususnya para pejabat publik yang mengendalikan kebijakan publik, sudah jauh menyimpang dari norma agama, etika dan moral, serta norma hukum itu sendiri sebagai sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga hukum sudah tidak efektif lagi memberikan sanksi terhadap para pelanggar hukum yang dilindungi oleh power kekuasaan dan politik.

Untuk itu sangat perlu mengembalikan citra dan kepercayaan (amanah) para pimpinan ormas Islam seperti Muhammadiyah-NU dan MUI sebagai wadah pemersatu bagi umat dan bangsa itu sendiri, agar mampu menjadi kontrol sosial dan kekuatan penyeimbang dalam pengendalian sosial. Khususnya dalam sistem pemerintahan demokrasi, yang sudah tidak terkendali lagi karena kepentingan kelompok oligarki.

Konsep Ruhul Jihad harus selalu mendasari setiap dakwah kita, khususnya Pimpinan Muhammadiyah. Sebab dakwah yang tidak didasari adanya ruhul jihad (semangat perjuangan), maka upaya dakwahnya akan baur. Apalagi jika para pimpinan itu sendiri tidak mampu menjaga integritas dan kejujurannya, karena pemikiran dan idealismenya dipengaruhi oleh kepentingan kelompok dan politik. Bukan semata-mata untuk kepentingan dakwah Persyarikatan, akibatnya berdampak pada konsep kepengurusan kelompok dan politik bukan kepengurusan kolegial. Dalam ormas Islam, pimpinan itu itu harus mampu (dalam implementasi) mengorbankan kepentingan pribadi dan kelompok politik, demi menjaga citra dan marwah lembaga yang dipimpinnya. Sehingga anggota Persyarikatan taat asas dan instruksi pimpinannya.

Dakwah itu mengajak orang lain menuju kebaikan, menjadi baik atau lebih baik, bagaimana kita bisa mengajak orang lain kalau diri kita tidak baik. Bagaimana kita akan mampu merubah orang lain, kalau diri kita belum mampu merubah mindsed. Apalagi dalam diri kita belum bisa membangkitkan semangat dakwah kita, ruh diri ini harusnya karena Allah semata. Jangan karena kepentingan yang terobsesi kepentingan lainnya.

Kewajiban kita adalah membangkitkan ruhul jihad itu, melaksanakan kewajiban berjihad dalam mengoptimalkan tugas dan fungsinya. Semua juru dakwah, da’i, kiyai diharapkan dapat memberikan teladan bagi masyarakat dalam berdakwah. Sementara dalam tingkatan yang lebih besar lagi, diharapkan ada pembagian peran bagi ormas-ormas Islam.

Yang terpenting dalam berdakwah umat Islam harus mempunyai ruhul (semangat perjuangan) karena ilmu kita belum apa-apa sebelum punya ruhul jihad tersebut.

Mungkin konsep “Ruhul jihad” ini yang bisa mempengaruhi anggota dan simpatisan yang berserakan di luar tertarik untuk kembali k edalam barak perjuangan Muhammadiyah, dan mampu membangun kekuatan (power) Persyarikatan sebagai kekuatan pressure dan social control.

Catatan:
Mari membiasakan muhasabah, yaitu peninjauan atau koreksi terhadap perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan, dan sebagainya pada diri sendiri. Arti muhasabah diri adalah salah satu cara membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan yang pernah dibuat.

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE