Kehidupan sebagai Manifestasi Keagungan Ilahi: Sebuah Renungan Filosofis
Kehidupan sebagai Manifestasi Keagungan Ilahi: Sebuah Renungan Filosofis
Oleh: Alvin Qodri Lazuardy, M.Pd. (Kader Muhammadiyah)
PWMJATENG.COM – Kehidupan, dalam makna yang terdalam, melampaui sekadar eksistensi fisik yang bisa kita amati. Ia adalah salah satu mukjizat terbesar dari Sang Pencipta, sebuah refleksi keagungan Ilahi yang mencerminkan berbagai aspek dari sifat dan nama-Nya. Dalam konteks ini, pandangan Badiuzzaman Said Nursi menjadi relevan ketika ia mengungkapkan bahwa kehidupan itu bagaikan cahaya yang menyatu dari berbagai elemen sifat-sifat Ilahi, hadir di setiap detik dari keberadaan kita sebagai bukti keesaan Tuhan.
Seperti yang Nursi tuliskan, kehidupan bisa dibandingkan dengan cahaya matahari yang terdiri dari spektrum warna berbeda namun membentuk kesatuan yang harmonis. Setiap warna, seperti setiap sifat kehidupan, memiliki peran tersendiri yang saling melengkapi. Jika cahaya matahari adalah gabungan dari warna-warna yang saling menopang, maka kehidupan adalah gabungan dari sifat-sifat seperti rahmat, hikmah, rezeki, dan perhatian, yang bekerja dalam satu keharmonisan yang sulit dipahami dengan logika sederhana.
Bagi manusia, kehidupan bukan hanya soal hidup atau mati dalam fisik. Ia mencerminkan adanya dimensi rohaniah, sebuah manifestasi dari nama-nama Allah seperti al-Hakîm (Maha Bijaksana), al-Karîm (Maha Pemurah), ar-Rahîm (Maha Penyayang), dan ar-Razzâq (Pemberi Rezeki). Setiap aspek kehidupan, baik kecil maupun besar, sejatinya adalah perwujudan dari hikmah dan cinta kasih Ilahi. Ketika kehidupan hadir dalam tubuh mana pun, sifat-sifat Ilahi ini langsung terlibat dalam pengaturan yang penuh rahmat dan kebijaksanaan. Dengan kata lain, eksistensi kehidupan adalah sebuah panggung bagi manifestasi sifat-sifat Ilahi yang bekerja dalam harmoni sempurna.
Baca juga, Urgensi Menjaga Marwah Persyarikatan Jelang Pilkada
Kehidupan tidak hanya sekadar berfungsi melalui pergerakan fisik tetapi juga melalui substansi rohaniah yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Di sinilah kehidupan memperoleh dimensi filosofis yang mendalam; ia bukan sekadar fenomena biologis tetapi merupakan “cermin” yang mencerminkan keagungan Tuhan. Ketika manusia hidup, sesungguhnya ia tidak hanya berfungsi sebagai makhluk fisik tetapi juga sebagai entitas spiritual yang terus-menerus bergantung pada rahmat dan kemurahan Ilahi.
Namun, mengapa kita sering gagal melihat kehidupan sebagai cermin manifestasi keilahian? Hal ini mungkin disebabkan oleh kecenderungan manusia modern yang menempatkan kehidupan semata sebagai proses biologis yang terukur. Padahal, kehidupan adalah manifestasi dari rahmat yang melampaui batas-batas jasmani. Kehidupan yang sejati bukan hanya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan fisik tetapi juga menuntut kita untuk mencapai kedalaman spiritual yang membuat hidup ini lebih dari sekadar eksistensi duniawi.
Dalam tafsiran ini, kehidupan sejatinya bukan milik kita; ia adalah “amanah” dari Tuhan. Kehidupan yang dianugerahkan mengingatkan kita pada kehadiran Sang Pencipta, bahwa kita semua berada di bawah naungan dan kasih-Nya. Kehidupan kita, baik dalam suka maupun duka, adalah cara Tuhan mengajarkan kita untuk menghargai kebijaksanaan, kasih, dan kemurahan-Nya.
Sebagai penutup, uraian ini mengajak kita untuk merefleksikan hakikat kehidupan sebagai sebuah entitas spiritual yang menghubungkan kita dengan Sang Maha Pencipta.
Telaah Buku: Badiuzzaman Said Nursi، Jendela Tauhid, hal. 65-66
Editor : M Taufiq Ulinuha