Hati-hati dengan Prasangka: Sebab Ia Bisa Membentuk Pola Pikir dan Nasib Manusia

PWMJATENG.COM – Manusia adalah makhluk sosial. Sejak lahir, ia tidak mampu bertahan hidup tanpa bantuan orang lain. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Muhammad Abdul Fattah Santoso, dalam sebuah tausiyahnya di hadapan para jamaah.
“Sejak bayi kita ini sudah bergantung pada orang lain. Kalau tidak ada ibu atau keluarga yang membantu, dari mana kita bisa makan atau membersihkan diri?” ujarnya.
Menurut Abdul Fattah, kehidupan manusia tak pernah lepas dari kebutuhan dasar, terutama pangan. Jika kebutuhan itu tidak terpenuhi, maka manusia akan menderita. Ia bahkan menyinggung strategi demonstrasi berupa mogok makan di berbagai negara, yang dilakukan untuk menekan kebijakan karena dianggap menyentuh kebutuhan paling pokok manusia.
Namun, hidup bersama tidak hanya soal makan. Hidup dalam masyarakat menuntut adanya interaksi sosial yang sehat. Salah satu elemen penting dalam relasi sosial adalah sikap: bagaimana seseorang menanggapi situasi atau individu lain, apakah dengan senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju. Sayangnya, dalam relasi sosial juga muncul satu kebiasaan yang kerap merusak: prasangka.
Abdul Fattah mengingatkan bahwa prasangka adalah bagian tak terhindarkan dalam kehidupan sosial. Akan tetapi, Al-Qur’an secara tegas memperingatkan bahayanya jika tidak dikendalikan. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 12 disebutkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa.”
Dari ayat ini, jelas bahwa tidak semua prasangka berdosa. Hanya prasangka yang tidak berdasar fakta lah yang dikategorikan sebagai dosa. Jika seseorang menyebarkan dugaan yang belum terverifikasi, itu masuk dalam kategori su’udzon atau prasangka buruk.
Sebaliknya, jika prasangka didasari oleh data yang benar, misalnya dari keluarga dekat atau saksi terpercaya, maka itu tidak termasuk dalam larangan. Abdul Fattah mencontohkan, saat mendengar kabar seseorang hendak menikah, maka sebelum menyebarkannya, sebaiknya diverifikasi dulu kepada orang-orang dekatnya agar tidak menyebar informasi yang keliru.
Baca juga, Ibnu Naser Arrohimi: Bekerja sebagai Ibadah, Menjemput Keberkahan dengan Etos Ikhlas dan Ihsan
Lebih jauh, ia mengaitkan prasangka buruk dengan kebiasaan bergunjing atau gibah. Masih dalam Surah Al-Hujurat ayat 12, Allah juga berfirman:
وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.”
Gibah, menurutnya, seringkali didasari oleh imajinasi atau ilusi, bukan fakta. Karena itu, ia menilai bahwa gunjingan termasuk dalam bentuk su’udzon.
Tak berhenti di situ, Abdul Fattah menegaskan bahwa kebiasaan berprasangka buruk akan membentuk pola pikir yang buruk pula. Orang yang terbiasa mencari kesalahan orang lain cenderung mengembangkan cara pandang negatif. “Kalau kita selalu melihat kekurangan orang lain, maka kita tidak akan pernah melihat kelebihannya,” tuturnya.
Sebaliknya, jika seseorang membiasakan diri berprasangka baik, maka pikirannya akan terbentuk untuk mencari sisi positif dari orang lain. Ini yang kemudian menjadi dasar kolaborasi, kerja sama, dan sikap saling tolong-menolong, atau ta’awun, sebagaimana yang diajarkan dalam Al-Qur’an.
Mengapa pola berpikir ini penting? Karena, menurutnya, pola pikir berhubungan erat dengan ketakwaan. Ia mengutip Surah Ali Imran ayat 102:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim.”
Takwa, lanjutnya, menjadi syarat untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena itu, ia mengingatkan agar nikmat dunia seperti ilmu, harta, atau kekuasaan tidak menjadi penghalang menuju kebahagiaan akhirat.
“Dunia harus menjadi jembatan menuju akhirat. Jangan sampai dunia justru menjadi penghambat,” pungkasnya.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha