Kajian Majelis Tabligh Seri 2: Menerabas Keleletan Zakat
PWMJATENG.COM, Semarang – Dalam rangka menggeliatkan kajian, sebagai ruh Persyarikatan, Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah kembali menggelar Kajian Majelis Tabligh yang telah memasuki Seri 2, Rabu (21/6/2023). Kajian Majelis Tabligh bertema “Menerabas Keleletan Zakat” kali ini diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting.
Dr. H. Ali Trigiyatno, M.Ag. yang memberikan sambutan di awal kajian menyampaikan bahwa Kajian Majelis Tabligh ini akan diselenggarakan rutin sepekan sekali.
Sebagaimana tema yang dibahas pada kajian ini, Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah menghadirkan narasumber yang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang ZISKA, di antaranya Dr. Mohammad Hasan Bisyri, M.Ag. (Wakil Ketua Majelis Tablgih PWM Jawa Tengah) dan Ikhwanushoffa (Manajer Area Lazismu PWM Jawa Tengah).
Puluhan peserta mengikuti kajian dengan khidmat dan sangat antusias. Pada sesi pertama, Dr. Mohammad Hasan Bisyri, M.Ag. menjelaskan hukum fikih dan hukum positif berkenaan dengan Zakat.
Ia menyampaikan bahwa legalisasi lembaga pengelola merupakan sebuah upaya yang perlu dilakukan untuk menaikkan perolehan zakat. Dalam hal ini ia menyoroti masjid-masjid yang memiliki potensi untuk menjadi unit pemungut zakat.
“Kenapa masjid? Karena masjid itu ujung tombak dakwah kita. Dan saya melihat kalau kita mengumpulkan dana untuk pembangunan sekolah itu lama, tapi kalau untuk membangun masjid cepat sekali,” ucap Hasan Bisyri.
Kemudian Wakil Ketua Majelis Tabligh PWM Jateng yang juga dosen UIN Pekalongan ini menjelaskan lebih lanjut definisi amil menurut beberapa ulama.
“Menurut definisi Ibnu Qudamah ini amil itu ya mulai dari mengumpulkan sampai nanti membagi, menimbang, mengantur, dan seterusnya,” imbuhnya.
Baca juga, “Goblok” Juga Haram
Di Muhammadiyah sendiri, menurut Hasan Bisri, tugas amil menjadi tidak berat karena Muhammadiyah memiliki majelis, lembaga, ortom, dan AUM yang bisa dijadikan mitra amil untuk menarik/menyalurkan zakat.
Lebih lanjut, Dr. Mohammad Hasan Bisyri, M.Ag. juga menegaskan bahwa perlu adanya dai-dai yang menyadarkan masyarakat terkait dengan urgensi ZISKA. Karena tidak banyak dai-dai, dewasa ini, yang menyerukan seruan-seruan zakat kepada para jamaah.
Pada sesi kedua, Manajer Area Lazismu PWM Jawa Tengah Ikhwanushoffa di awal pemaparannya menyampaikan dasar-dasar perintah untuk berzakat. Beberapa dasar tersebut, di antaranya: Surat At-Taubah ayat 103, Surat Al-Baqarah ayat 43, dan Hadis riwayat Abu Dawud Nomor 1.354, Hadis riwayat Mubarak Ibnu Fudalah, dan Hadis riwayat Abu Bakar.
“Memang runtutan rukun Islam di Indonesia ini secara realisasi terbalik-balik. Yang paling tinggi pengamalannya itu puasa, habis puasa salat fardu, habis salat fardu itu haji, dan kemudian adalah zakat,” ucap Ikhwanushoffa.
Ketidak runtutan implementasin rukun Islam di Indonesia, menurutnya, berawal dari penjelasan dai-dai kepada umat Muslim. Karena berdasarkan hasil survei Kementerian Agama terhadap kesadaran bersedekah, 60 % umat Muslim sadar karena majelis taklim.
“Kita saat ini sangat jarang menemukan dai-dai yang menyampaikan ceramah tentang zakat dan akibatnya adalah banyak umat itu tidak paham apakah ia sudah wajib zakat atau belum, cara menghitung zakat dari hartanya,” tegas Ikhwan.
Baca juga, Fantastis! Lazismu Jateng Sukses Himpun Kurban RendangMu 193 Ekor Sapi
Manajer Area Lazismu PWM Jawa Tengah ini kemudian menjelaskan beberapa objek zakat dalam fikih klasik, di antaranya: Peternakan, Pertanian, Perdagangan, Emas-Perak, dan Rikaz (Harta Temuan). Muhammadiyah sendiri, tidak hanya memedomani fikih klasik, namun juga fikih kontemporer. Beberapa objek zakat sesuai fikih kontemporer, di antaranya: Profesi, Perusahaan, Emas-Perak (berkembang menjadi segala simpanan, tabungan, investasi, dsb), dan Rikaz (berkembang menjadi hadiah, undian, dsb).
Dalam pemaparannya, ia juga menjelaskan metode perhitungan zakat profesi. Selain itu, ia menjelaskan alasan membayar zakat harus lewat lembaga amil zakat.
Beberapa alasannya, di antaranya : 1) Sesuai perintah Allah Swt. dalam Surat At-Taubah ayat 103. 2) Sesuai yang dilakukan Rasulullah dan 4 Khulafa’urrasyiddin. 3) Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. 4) Akan tercatat dengan baik. 5) Terjaga niatnya. 6) Mustahik tidak merasa hutang budi dengan muzakki tertentu. 7) Bertemu dengan momen ijabah. 8) Sesuai instruksi PP Muhammadiyah.
Editor : M Taufiq Ulinuha