Belajar Jurnalis, Tak Kenal Batas Usia

PWMJATENG.COM, BANJARNEGARA β Tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina. Pepatah popular ini nampaknya pas benar dikaitkan dengan Haris Abdul Najib (65 th), Sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pagentan. Bapak tiga anak dan lima orang cucu ini merupakan satu diantara 35 peserta pesantren Jurnalistik yang diselenggarakan oleh Majlis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Daerah Muhammdiyah (PDM). Kegiatan dilaksanakan selama 2 hari, Sabtu β Ahad (09 β 10) di SD Muhammadiyah 1&4.
Menurut Haris, keterlibatannya dalam acara pesantren jurnalistik dikarenakan rasa ingin tahunya dalam bidang jurnalistik.
βSaya ikut kegiatan pesantren jurnalistik karena saya ingin tahu bagaimana sebenarnya proses pembuatan berita, baik berita untuk televise maupun untuk media onlineβ katanya.
Lelaki sepuh pensiunan penyuluh pertanian di tahun 2013 ini menambahkan kalau untuk memiliki kemampuan melakukan peliputan berita, apalagi berita televise seperti yang diharapkan panitia kegiatan, Dia mengatakan belum mampu untuk saat ini.
βPaling tidak untuk pembuatan berita online untuk saat ini belum mampu. Namun saya akan terus berusaha, meski saya tahu saya membutuhkan waktu sedikit lebih lama dibandingkan anak-anak muda peserta diklatβ katanya.
Kalau berita televise, sambungnya, terus terang Dia tidak mampu. Barangkali factor usia, katanya, ikut mempengaruhi minatnya menekuni pembuatan berita TV. Sebab dalam pengamatannya, sebuah berita televisi sampai jadi harus melalui beberapa tahapan di mana perwujudanannya membutuhkan dukungan skill jurnalistik, skill cameramen dan skill olah gambar.
βMeski begitu, semua program pesantren saya ikuti sampai akhir, termasuk praktek peliputan dan pembuatan berita televiseβ katanya.
Ketua MPI, Eko Budi Rahardjo, mengatakan pihaknya tidak membuat kriteria tentang batas usia peserta. Undangan dikirim ke Cabang, Ortom, dan AUM secara umum menyasar pada pelaku kehumasan dan pelaku jurnalistik di Cabang. Sehingga memungkinkan semua kalangan untuk mengikuti kegiatan ini.
βPanitia memang tidak membuat batasan usia peserta. Yang penting minat peserta duluβ katanya.
Berdasarkan perjalanan organisasi, kata Eko, tidak mudah mencari anggota yang memang minat, mau belajar, dan mau mengurus kegiatan jurnalistik. Mengapa seperti ini, lanjutnya, Dia tidak tahu pasti. Bahkan dari pelatihan pesantren Jurnalistik itu sendiri, ada sejumlah peserta yang tidak mengikuti kegiatan sampai penuh.
βMungkin ada kesibukan, namun bisa jadi mengganggap jurnalisme tidak pentingβ katanya.
Oleh karena itu, kata Eko, MPI, panitia maupun pengisi materi mengatakan hormat dan salut terhadap sejumlah peserta sepuh yang mau dengan kesadaran sendiri mengikuti acara ini dan berpatisipasi penuh dalam setiap materi pelatihan. Diantaranya adalah partisipasi aktif yang ditunjukkan oleh Haris Abdul Nadjib.
βSangat menyenangkan bagi kami pelaku jurnalistik ketika melihat kasepuhan dengan kesadarannya sendiri ingin tahu perihal jurnalistik. Ini membuktikan, kalau cinta belajar jurnalistik tak kenal batas usiaβ pungkasnya. (**–eKo_br)