
PWMJATENG.COM – Dalam sebuah ceramah yang menggugah di hadapan jamaah, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Ibnu Hasan, menyampaikan pesan mendalam mengenai tanggung jawab keilmuan. Menurutnya, ilmu bukan sekadar untuk diketahui, tetapi juga harus diamalkan dan disebarluaskan. Namun demikian, ia juga menekankan bahwa ketakutan akan tidak mampu mengamalkan ilmu tidak boleh menjadi alasan untuk berhenti menuntut ilmu.
“Orang yang memiliki ilmu tetapi tidak mengamalkannya, atau bahkan tidak menyebarkannya, termasuk bagian dari perbuatan yang kurang baik,” tutur Ibnu Hasan dalam ceramahnya. Ia menegaskan bahwa Islam menuntun umatnya untuk menjadi pribadi tamir, yaitu orang-orang yang memakmurkan ilmu, baik dalam tataran pribadi maupun sosial.
Dalam konteks keilmuan, beliau merujuk pada beberapa ayat Al-Qur’an dan hadis yang memperingatkan keras terhadap sikap abai terhadap amanah ilmu. Salah satunya adalah sabda Rasulullah ﷺ:
«مَنْ كَتَمَ عِلْمًا أَلْجَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ»
“Barang siapa menyembunyikan ilmu, maka pada hari kiamat Allah akan mengikatnya dengan kendali dari api neraka.” (HR. Abu Dawud)
Hadis ini mempertegas bahwa ilmu adalah amanah, dan setiap pemilik ilmu akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Namun, menurut Ibnu Hasan, hal itu tidak seharusnya menjadi alasan untuk merasa takut atau ragu dalam belajar. Justru sebaliknya, ia mengajak umat untuk terus bersemangat menambah ilmu sebagai bagian dari amal shaleh yang mulia.
“Jangan sampai kita malah takut menambah ilmu karena khawatir tidak bisa mengamalkannya. Itu keliru. Sebab, Allah memuliakan orang-orang yang menuntut ilmu,” katanya menenangkan. Ia mengutip ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar keutamaan orang berilmu:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Ibnu Hasan menambahkan bahwa belajar adalah proses yang panjang dan bertahap. Maka, tidak perlu cemas jika belum mampu menghafal atau mengamalkan seluruh ilmu yang didapat. Yang penting adalah tekad dan usaha untuk terus belajar, serta niat untuk mengamalkan sebisa mungkin.
Baca juga, Hati-hati dengan Prasangka: Sebab Ia Bisa Membentuk Pola Pikir dan Nasib Manusia
Kekhawatiran yang sering muncul di kalangan penuntut ilmu, menurutnya, harus diluruskan. Ia mencontohkan percakapan dengan seseorang bernama Riyanto yang merasa gelisah karena merasa terlalu banyak belajar, tetapi takut ilmunya tidak cukup diamalkan. “Tidak perlu terlalu risau, tidak perlu cemas. Kalau ilmu bertambah tapi belum bisa diamalkan semuanya, tidak apa-apa. Yang penting terus mencoba untuk mengamalkannya,” ujar Ibnu Hasan memberikan motivasi.
Ia menekankan pentingnya menghadiri majelis taklim, karena dari sanalah pintu-pintu keutamaan ilmu dibuka. Baginya, majelis ilmu adalah sumber inspirasi dan semangat untuk terus memperbaiki diri. Dalam Islam, menuntut ilmu adalah ibadah yang tinggi nilainya. Bahkan Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ»
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Pesan Ibnu Hasan mencerminkan pandangan yang seimbang dan penuh harapan. Di satu sisi, ia mengingatkan tentang beban tanggung jawab keilmuan. Namun di sisi lain, ia juga membangkitkan semangat bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha hambanya yang sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.
Ia juga menyayangkan adanya pandangan keliru yang justru menghambat proses belajar. “Ada orang yang bilang, ‘Saya belum bisa mengamalkan ilmu, jadi sebaiknya jangan belajar terlalu banyak dulu.’ Itu salah. Ilmu itu justru dibutuhkan agar kita tahu apa yang harus diamalkan,” tegasnya.
Dalam akhir ceramahnya, Ibnu Hasan mengajak semua kalangan—termasuk generasi muda—untuk bersama-sama menguatkan tradisi keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, umat Islam hanya akan maju jika menjadikan ilmu sebagai fondasi amal dan gerakan sosial. Tanpa ilmu, amal bisa salah arah. Sebaliknya, ilmu tanpa amal adalah kesia-siaan.
“Berusahalah menambah pengetahuan. Ikutilah majelis taklim. Dan yang paling penting, kuatkan niat untuk mengamalkan ilmu itu. Kita tidak akan sempurna, tetapi Allah menilai usaha kita,” tuturnya.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha