Kolom

Bahagia Tanpa Pencitraan: Menemukan Ketulusan dalam Menjadi Orang Biasa

Bahagia Tanpa Pencitraan: Menemukan Ketulusan dalam Menjadi Orang Biasa

Oleh: Muh. Rifai (Sekretaris PCM Bawen, Kabupaten Semarang)

PWMJATENG.COM – Di era modern yang sarat tuntutan kesuksesan instan, popularitas, dan pencapaian luar biasa, menjadi “orang biasa” kerap dianggap sebagai bentuk kegagalan atau kurang ambisi. Namun, dalam perspektif psikologi positif dan ajaran Islam, menjadi orang biasa justru dapat menjadi jalan menuju kebahagiaan sejati, ketenangan jiwa, dan keberkahan hidup.

Ketenangan Psikologis dalam Kesederhanaan

Psikologi positif menekankan pentingnya self-acceptance (penerimaan diri) dan authenticity (keaslian diri) sebagai kunci kebahagiaan. Orang yang mampu menerima dirinya tanpa tekanan untuk menjadi luar biasa cenderung lebih sehat secara mental. Mereka fokus pada hal-hal yang dapat mereka kendalikan, tidak terjebak dalam pencitraan sosial, dan mampu menjalin hubungan yang lebih tulus.

Abraham Maslow menyatakan bahwa aktualisasi diri bukan berarti menjadi yang paling terkenal atau berprestasi, melainkan menjadi versi terbaik dari diri sendiri. Ini berarti, seseorang yang hidup dengan kejujuran, cinta, dan memberikan kontribusi kecil yang tulus tetap termasuk dalam golongan manusia yang berhasil.

Islam: Kemuliaan Tidak Diukur oleh Dunia

Islam memandang kemuliaan manusia bukan dari status sosial atau harta, melainkan dari ketakwaan. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.”
(QS. Al-Hujurat: 13)

Nabi Muhammad SAW sendiri merupakan teladan utama dalam kesederhanaan. Meski beliau adalah pemimpin agung, beliau tetap hidup dengan penuh kerendahan hati. Dalam hadis, beliau bersabda:

“Aku hanyalah seorang hamba. Aku makan seperti makannya seorang hamba, dan aku duduk seperti duduknya seorang hamba.”
(HR. Abu Ya’la dan Abu Nu’aim)

Baca juga, Meneguhkan Dakwah Berkemajuan: Strategi Muhammadiyah Mencerahkan dan Memberdayakan Umat

Lebih lanjut, Islam menekankan pentingnya keistiqamahan dalam amal, meski tampak kecil. Rasulullah SAW bersabda:

“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling konsisten, walaupun sedikit.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian, menjadi orang biasa yang tekun dalam berbuat baik, jujur, dan rendah hati justru lebih berharga dibanding pencapaian besar yang dilandasi riya atau ambisi kosong.

Makna Hidup dalam Rutinitas Sehari-hari

Dalam psikologi dan ajaran Islam, kehidupan sehari-hari menyimpan potensi besar untuk mendatangkan kebahagiaan dan keberkahan. Menjadi orang tua yang penuh kasih, tetangga yang peduli, pekerja yang jujur, atau sahabat yang setia, semua adalah peran mulia yang kerap terabaikan dalam hiruk-pikuk dunia modern.

Ketika seseorang menyadari bahwa ia tidak harus menjadi luar biasa, ia memberi ruang bagi dirinya untuk bertumbuh secara alami. Dengan rasa syukur dan ketulusan, ia memahami bahwa nilai diri tidak ditentukan oleh pujian manusia, tetapi oleh keikhlasan hati dan amal saleh yang konsisten.

Penutup: Istimewa dalam Kesederhanaan

Menjadi orang biasa bukan berarti tidak memiliki makna. Justru dalam kesederhanaan itu, tersembunyi ketenangan batin, keikhlasan, dan jalan menuju cinta manusia serta ridha Allah. Dunia mungkin tak mengenang nama kita, tetapi surga Allah senantiasa terbuka bagi siapa saja yang hidup dengan hati yang bersih dan amal yang tulus.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE