Kolom

Negara Irasional dan Negara Rasional

Oleh Ahmad Zia Khakim, S.H
Majelis Hukum dan Ham PW’Aisyiyah Jateng

Berita yang menyedihkan di Pagi Hari
Engkau menanam pohon
Tapi tak mengajak tanah
Engkau menanam pohon
Tapi tak mengajak air
Engkau menanam pohon
Tapi tak mengajak musim
Engkau menanam pohon
Tapi tak mengajak pohon
Engkau hanya menanam
Diri sendiri
(Mustofa W. Hasyim)

Sajak itu dengan metafor yang padat dan indah melukiskan gambaran tentang kondisi dimasa Orde Baru kebijakan politik dan ekonominya. Bagaimana dengan Orde Reformasi? Apalagi Orde Post Truth era dimana benar bisa jadi salah, salah bisa jadi benar, Abad 21 hitam putih, putih jadi hitam, penulis berharap adan budaya demokrasi politik yang baru, masa lalu kelam kita dulu sebagai negara irasional ditandai oleh dua gejala yaitu sebuah nonsistem yang bertumpu hanya kepada kekuasaan perseorangan dan pandangan dunia dewa-raja, disebut kekuasaan perseorangan karena keputusan-keputusan politik kenegaraan hanya ditentukan oleh seorang yaitu Presiden/Mandataris MPR. Pandangan dunia dewa-raja timbul karena kita menganggap bahwa presiden itu adalah raja titisan dewa yang berkuasa atas dunia aktual dan dunia simbolis, persis seperti rakyat Mataram dahulu menggap rajanya. Isu aktual (People Power) kehendak rakyat.

Tentu hal itu tidak boleh terjadi lagi di zaman sekarang, kekuasaan perseorangan harus digantikan oleh kekuasaan sistem dan pandangan dunia dewa-raja harus digantikan oleh pandangan rule of law. Sistem ialah serangkaian aturan yang merupakan sebuah kesatuan, sistem tidak lagi mengandalkan seseorang yang bersifat konkret, tapi pada rangkaian abstrak. Sistem tidak dipersonifikasikan pada seseorang, tetapi dilembagakan dalam sejumlah aturan yang ditentukan bersama dalam musyawarah. Namun nampaknya hal ini sering diterabas oleh para elit politik yang tak lagi mengindahkan rule of law alih-alih nampaknya mengakali undang-undang atau aturan. Seharusnya semua tunduk pada aturan hukum, hukumlah yang mendefinisikan, mengatur, membatasi kekuasaan, seta tidak memberikan peluang pada perbuatan-perbuatan yang menyimpang baik (legislatif, eksekutif) bertindak secara transparan, terbuka, dan predictable. Melihat hukum adalah sebagai sebuah pelaksanaan sistem kenegaraan
Menurut kuntowijoyo didalam pidato kebudayaannya di HUT RI 53 PPSKK Yogyakarta, 18 Agustus 1998.

Syarat menjadi negara rasional 1. Negara objektif 2. Negara teknis 3. Negara sederhana dan negara yang rasional tidak lepas dari ideologi dan konsensus nasional Pancasila. Negara objektif adalah akibat dari korespodensi antara sila ke 3 dan sila ke 1 dengan kenyataan sehari-hari. Negara teknis adalah korespodensi sila ke 5. Negara sederhana adalah korespodensi sila ke 4. (*)

Aji Rustam

Jurnalis MPI PWM Jateng, Wartawan Seniour TribunJateng

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi melalui email.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE