Ziarah ke Masjid Al-Aqsa dan Cita Rasa Palestina

Ziarah ke Masjid Al-Aqsa dan Cita Rasa Palestina
Seri 7: Kunafa dan Keajaiban Kuliner
Oleh : Dwi Taufan Hidayat (Penasehat Takmir Mushala Al-Ikhlas Desa Bergas Kidul Kabupaten Semarang, Sekretaris Korps Alumni PW IPM/IRM Jawa Tengah, & Ketua Lembaga Dakwah Komunitas PCM Bergas Kabupaten Semarang)
PWMJATENG.COM – Setelah menjalani hari yang penuh dengan pengalaman spiritual di Masjid Al-Aqsa, rombongan akhirnya mendapat waktu untuk sedikit bersantai. Malam itu, mereka diajak mencicipi kuliner khas Palestina di salah satu restoran terkenal di Yerusalem Timur.
“Pak, Bapak harus coba ini. Ini namanya Kunafa, kue khas Palestina yang sangat terkenal,” ujar Fauzan sembari menyodorkan sepiring kecil kue berlapis keju yang tampak menggoda.
Arif tersenyum dan mengambil sepotong kecil. Begitu suapan pertama masuk ke mulutnya, rasa manis legit dari sirup gula berpadu dengan keju lembut yang sedikit asin, menciptakan sensasi yang luar biasa. “Luar biasa enaknya,” gumamnya.
Para jamaah lain juga tampak menikmati makanan mereka. Beberapa orang mulai berbincang tentang bagaimana suasana Palestina mengingatkan mereka pada kampung halaman. Namun, di tengah suasana santai itu, ada satu jamaah yang tampak kurang nyaman.
Pak Rahmat, seorang pengusaha yang ikut dalam perjalanan ini, duduk dengan wajah serius. “Saya tidak bisa sepenuhnya menikmati makanan ini,” katanya pelan.
Baca juga, Aspek Faktual Penentuan Awal Bulan
Arif yang duduk di dekatnya menoleh. “Kenapa, Pak Rahmat?”
“Saya melihat tadi di jalan, banyak warga lokal yang hidup dalam kesulitan. Sementara kita di sini menikmati makanan lezat, mereka berjuang untuk bertahan hidup. Saya merasa ada yang janggal.”
Kata-kata Pak Rahmat membuat suasana sedikit hening. Beberapa jamaah lain mengangguk setuju.
Farhan, yang sejak tadi sibuk menjelaskan menu kepada jamaah, ikut menimpali. “Pak Rahmat, justru dengan datang ke sini dan membeli makanan dari restoran lokal, kita membantu perekonomian mereka. Banyak restoran di Palestina yang bergantung pada wisatawan seperti kita.”
“Tapi apakah cukup?” tanya Pak Rahmat.
Fauzan menghela napas. “Tidak ada yang bisa mengubah keadaan dengan instan, Pak. Namun, setiap langkah kecil tetap berarti. Kita tidak hanya datang untuk menikmati, tapi juga untuk belajar dan berbagi.”
Pak Rahmat mengangguk, meskipun raut wajahnya masih menyimpan keraguan. “Mungkin Bapak benar. Saya hanya merasa ingin berbuat lebih banyak.”
Suasana pun kembali mencair. Mereka melanjutkan makan malam dengan perbincangan ringan. Namun, di dalam hati masing-masing, ada pemikiran yang mulai tumbuh.
Malam itu, sebelum tidur, Arif duduk di balkon kamar hotelnya, merenungi percakapan dengan Pak Rahmat. Perjalanan ini bukan hanya soal bisnis atau wisata. Ada makna yang lebih besar yang harus mereka pahami dan bagikan.
Bersambung ke seri 8: Kebijakan Keamanan di Palestina
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha