
PWMJATENG.COM, Surakarta – Film animasi Jumbo tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Dengan jumlah penonton yang telah melampaui 9 juta, film ini menarik perhatian berbagai pihak, termasuk kalangan akademisi. Salah satunya adalah Kepala Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Junita Dwi Wardhani, yang memuji kekuatan edukatif film tersebut.
“Jumbo ini bukan sekadar hiburan, tapi juga membawa muatan pendidikan yang sangat kuat. Anak-anak sekarang membutuhkan tontonan yang selaras dengan perkembangan psikologis mereka. Film ini hadir membawa pesan moral, keberanian, serta mengasah imajinasi mereka,” ujar Junita saat diwawancarai pada Rabu (14/5).
Menurut Junita, anak usia dini berada pada fase perkembangan yang sangat krusial. Mereka perlu stimulus yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menanamkan nilai-nilai positif. Film Jumbo, lanjutnya, mampu menyampaikan pesan tersebut dengan cara yang menyenangkan dan relevan.
Dalam film itu, tokoh utama bernama Don digambarkan sebagai anak yang mengalami perundungan namun tetap berani menghadapi tantangan. Ia terus mengejar mimpinya dengan semangat pantang menyerah.
“Nilai resiliensi, kepercayaan diri, dan empati sangat terasa dalam cerita ini. Bahkan ada dialog yang cukup menyentuh: ‘jangan hanya mau berbicara, tapi belajarlah mendengar.’ Ini adalah pesan yang sangat penting untuk membentuk kepekaan sosial sejak dini,” imbuhnya.
Film Jumbo juga menggambarkan petualangan Don bersama makhluk imajinatif bernama Merry. Unsur imajinatif ini menurut Junita perlu disertai dengan pendampingan dari orang tua dan guru.
Baca juga, Masukhi: Ibadah Haji Bukan Sekadar Ritual Fisik, Melainkan Upaya Spiritual untuk Mencari Rida Allah
“Imajinasi itu sehat dan penting, tapi anak-anak perlu diarahkan agar tidak menafsirkan cerita secara keliru. Jangan sampai mereka mengira bahwa makhluk seperti peri atau hantu bisa muncul di kehidupan nyata. Peran pendamping sangat vital untuk menjelaskan bahwa ini bagian dari fiksi,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa film ini secara tidak langsung mengajarkan etika sosial yang sering kali diabaikan. Contohnya, adegan meminta izin sebelum menyentuh barang milik orang lain, atau menghargai peran orang-orang di balik layar produksi.

“Itu adalah nilai-nilai kecil yang dampaknya besar dalam kehidupan sosial anak. Film ini menyampaikannya secara halus tapi mengena. Anak-anak bisa belajar tanpa merasa digurui,” katanya lagi.
Junita juga menyoroti tantangan yang dihadapi anak-anak saat ini, terutama soal ketergantungan pada gadget. Menurutnya, film edukatif seperti Jumbo bisa menjadi alternatif positif di tengah gempuran konten digital yang tidak selalu ramah anak.
“Kita tidak bisa melarang anak sepenuhnya dari gadget, tapi kita bisa mengarahkan mereka pada konten yang mendidik. Film seperti Jumbo bisa menjadi pilihan yang aman sekaligus bermakna,” katanya.
Ia pun berharap akan muncul lebih banyak film anak karya anak bangsa yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik. Menurutnya, film seperti ini sangat dibutuhkan oleh anak-anak, guru, dan orang tua sebagai bagian dari pendidikan karakter sejak usia dini.
“Saya berharap ini menjadi awal yang baik bagi industri film anak di Indonesia. Anak-anak kita pantas mendapatkan tontonan berkualitas, yang bisa memperkaya jiwa dan pikirannya,” pungkasnya.
Kontributor : Fika
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha