Kolom

Usia Dini: Antara Orang Tua dan Anak

Usia Dini: Antara Orang Tua dan Anak

Oleh: Ulfa Sularsih, S.Pd. (Guru BA ‘Aisyiyah Mranggen Cabang Blimbing & Sekretaris Umum PD Nasyiatul ‘Aisyiyah Sukoharjo)

PWMJATENG.COM – Anak adalah anugerah terindah bagi setiap keluarga. Hadirnya mampu mewarnai dan menyejukkan suasana rumah tangga. Titipan terindah dari-Nya yang harus dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya. Saat Allah Subhanahu Wa Ta’ala menitipkan seorang anak kepada sebuah keluarga, saat itu pula Allah Subhanahu Wa Ta’ala percaya bahwa keluarga itu mampu mengemban amanah tersebut. Bukan berarti, jika sebuah keluarga yang belum memiliki anak itu tidak mampu mengemban amanah, tapi Allah Subhanahu Wa Ta’ala lebih tahu waktu yang tepat bagi hamba-Nya untuk mengemban amanah tersebut. Amanah yang bukan sekedar barang, tapi seorang makhluk kecil yang sepenuhya menjadi tanggung jawab keluarga sampai kelak ia dewasa dan mampu bertanggung jawab untuk dirinya sendiri.

Seperti halnya sebuah hak atas memiliki anak tersebut, kita sebagai orangtua pun juga memiliki kewajiban yang harus kita tunaikan saat amanah anak dipercayakan pada kita. Kewajiban untuk membimbingnya, mengenalkan tauhid, mengagungkan Allah Yang Esa, mengenalkan Islam, memberikannya pondasi yang kuat dalam menjalani kehidupannya. Mengenalkan dunia dan seisinya. Mengenalkan akhirat yang kekal. Kewajiban memenuhi semua kebutuhannya, bukan hanya kebutuhan secara materi, tapi juga kebutuhan secara psikologi. Menciptakan lingkungan yang nyaman bagi fisik dan psikisnya. Memberikannya pendidikan agama dan pendidikan dunia demi masa depannya. Saat itu, peran seorang ibu sangatlah penting, sebagai madrasatul ula bagi pendidikan anak. Menjadi tempat berbagi cerita dan tempat bertanya sepanjang apa yang ingin diketahui anak. Bahkan beberapa ibu mungkin ada yang kewalahan menjawab banyak hal yang ingin diketahui oleh anak. Rasa ingin tahunya yang tinggi, mendorong anak untuk terus bertanya berbagai hal baru setiap harinya.

Usia Dini

Usia 0-6 tahun adalah masa yang penting bagi seorang manusia. Masa ini biasa disebut dengan istilah golden age. Saat itu semua perkembangan dalam diri anak  mencapai puncak. Banyak peneliti yang berpendapat, bahwa usia dini adalah masa emas bagi petumbuhan anak. Masa dimana semua organ tubuhnya berkembang secara pesat. Oleh karena itulah, sangat penting bagi kita sebagai orangtua untuk memberikan rangsangan atau stimulus agar pertumbuhannya semakin optimal. Setiap bayi memiliki milyaran sel otak yang  siap mendapat rangsangan. Sentuhan, lingkungan yang ramah otak adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi otak anak. Seluruh sel dalam otak memiliki peran penting dalam menunjang fungsi otak sebagai pengatur semua kemampuan manusia di masa dewasa. Meskipun terdapat milyaran sel otak, namun tidak semuanya dapat berkembang secaraoptimal, karena amat tergantung pada stimulasi yang diterimanya.

Anak akan sangat cepat dalam menyerap informasi yang mereka dapat dari orang-orang di sekitarnya. Plagiator ulung adalah sebutan bagi anak-anak usia dini. Saat bersosialisai dengan orang lain, saat itu ia akan meniru apa yang dia lihat dan apa yang dia dengar. Maka tidak heran jika anak akan lebih cepat menghafal beberapa lirik lagu daripada orang dewasa. Begitu pula dengan hafalan Al Qur’an, bagi anak-anak usia dini, akan lebih mudah menghafalnya apabila suara Al Qur’an tersebut sering diperdengarkan untuknya. Menurut seorang peneliti Maxwell Malt, mengemukakan pendapatnya tentang hubungan sel otak yang aktif dengan kecerdasan. Bila manusia dapat mengaktifkan sekitar 7% saja dari sel otaknya, maka gambaran kecerdasan orang itu adalah bisa menguasai 12 bahasa dunia, memiliki 5 gelar kesarjanaan, dan hafal ensiklopedi lembar demi lembar, huruf demi huruf yang satu setnya terdiri dari beberapa puluh buku.

Di Indonesia, banyak sekali lembaga yang menawarkan pendidikan untuk anak usia dini, jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan jumlah sekolah dasar maupun sekolah lanjutan lainnya. Persamaan Gender menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi, di era sekarang ini, banyak perempuan  yang meniti karir seiring dengan kebutuhan yang harus dicukupi. Tugasnya menjadi sama dengan tugas laki-laki, yakni mencari nafkah. Menjadi pekerja dan terkadang melupakan kodratnya sebagai seorang ibu. Demi mengejar karir tidak sedikit dari mereka yang terpaksa menitipkan buah hatinya kepada lembaga-lembaga pendidikan meski usia anak masih sangat kecil. Di kota-kota besar, keberadaan Daycare atau Taman Penitipan Anak sangat menjamur. Hal ini dikarenakan kebutuhan manusia untuk menitipkan anak-anaknya semakin tinggi, sehingga banyak sekali lembaga pendidikan yang ingin menangkap peluang itu dengan menyediakan layanan penitipan anak, bahkan ada yang sampai fullday.

Baca juga, Konsolidasikan Gerakan, PWM Jawa Tengah Awali Tahun 2025 dengan Rapat Koordinasi dengan Unsur Pembantu Pimpinan

Tentu bukanlah sesuatu yang buruk bagi anak saat berada di tempat penitipan semacam itu, namun tidak baik pula jika anak terlalu sering menghabiskan waktu dengan pengasuh-pengasuhnya dibandingkan dengan waktu bersama keluarganya sendiri. Padahal sebenarnya, di usia ini, faktor keluarga terutama orang terdekat (Ayah dan Ibu) sangatlah penting bagi pertumbuhannya. Segala sesuatu pasti ada baik-buruknya. Saat berada di sebuah lembaga pendidikan, anak mampu berinteraksi dengan teman-teman yang beragam. Hal ini, tentu memiliki nilai positif, yakni melatih sosialisasi anak dengan lingkungan. Melatih adaptasi saat menghadapi orang-orang baru. Mengenal berbagai kosakata dan banyak hal lainnya. Namun, ia akan sangat kehilangan banyak waktu bersama keluarga, yang terkadang membuatnya kurang dekat dengan ayah ibunya.

Persaingan Akademis di Lembaga Pendidikan

Rasa bahagia saat pertama kali memiliki anak perlahan mulai luntur saat anak memasuki usia sekolah, rasa bahagia itu mulai berganti dengan rasa was-was, “apakah anakku akan jadi anak pintar? anak bodoh, atau sedang-sedang saja?” “apakah ia akan jadi juara kelas, bintang kelas, atau malah anak yang minder?” “Bagaimana jika nanti aku diejek, saat memiliki anak yang bodoh?”

Ketakutan orang tua semakin menjadi, saat melihat anak lain bisa memenangkan berbagai perlombaan misalnya. Menjadi juara kelas, pintar melukis, pintar bermain bola atau juara lainnya. Memiliki banyak piala yang dipajang di rumah merupakan impian banyak orangtua. Orang tua akan semakin bangga, dan menjadi sebuah kepuasan tersendiri saat memiliki anak dengan berbagai prestasi yang telah diraih. Oleh karena itu, sejak usia dini, orangtua mulai memasang target, prestasi apa saja yang harus diraih oleh anak-anaknya, demi memenuhi ambisi orang tua.

Hal ini membuat orang tua terdorong untuk semakin bekerja keras membuat anak mereka bisa menjadi seperti yang orang tua inginkan. Mengikutkan bimbel, les privat musik, privat baca, hitung, dsb. Semuanya demi memuaskan keinginan orangtua untuk memiliki anak yang pintar. Mulai dari target membaca, berhitung, bermain musik, olahraga, semua diupayakan oleh orangtua agar anaknya mampu berprestasi dan memiliki hasil capaian yang maksimal. Bahkan orangtua terkadang lupa untuk bertanya kepada anak. Enjoykah anak dengan semua ini? Nyamankah ia diperlakukan seperti ini? Pada beberapa contoh kasus justru ada anak yang menderita depresi karena terlalu banyak mengikuti les atau bimbingan belajar.

Tanpa disadari, kita sebagi orangtua ternyata telah melakukan kekerasan terhadap anak-anak kita. Memang bukan kekerasan fisik, namun pemaksaan untuk menjadi anak yang berprestasi itu pun termasuk bentuk kekerasan psikis. Edukasi terhadap orangtua perlu kita kampanyekan, mengingat banyak sekali orangtua yang tidak sadar akan apa yang telah mereka perbuat selama ini terhadap anak-anak mereka. Seperti halnya yang dilakukan oleh Pimpinan Pusat Nasyiatul ‘Aisyiyah bersama semua PWNA, PDNA, PCNA dan PRNA yang selalu mengkampanyekan “Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak”. Semoga dengan adanya kegiatan-kegiatan semacam ini, mampu membuka mata para orangtua yang selama ini mungkin tidak menyadari akan kesalahan mereka.

Tentunya sebagai orangtua, kita harusnya bisa bersikap bijak dalam hal ini. Prestasi bukanlah harga mati bagi anak-anak kita. Prestasi memang sangat penting, namun kenyamanan anak-anak kita jauh lebih penting dari segalanya. Masa usia dini yang sejatinya sebagai masa emas anak, boleh kita isi dengan berbagai macam kegiatan pembelajaran yang positif, akan tetapi harus kita ingat, bahwa karakteristik anak usia dini adalah belajar dengan gaya bermain. Ia bukanlah miniatur orang dewasa yang selalu belajar dengan pencil and paper. Tapi ia adalah anak usia dini yang belajar sambil bermain dengan mengeksplorasi lingkungannya. Prestasi bukan hanya sekedar angka-angka akademis, tapi menjadi anak yang sopan, santun, taat beribadah juga merupakan sebuah prestasi yang harusnya kita apresiasi.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE