Kolom

Toleransi Tidak Mengarah kepada Pluralisme Agama

Toleransi Tidak Mengarah kepada Pluralisme Agama

Oleh : Rudi Pramono, S.E. (Ketua MPI PDM Wonosobo)

PWMJATENG.COM – Jelang Natal dan Tahun Baru selalu jadi polemik, seorang muslim mengucapkan Selamat Natal atau tidak? Sebagian memandang tidak apa-apa tidak ada yang salah, tidak ada yang berkurang iman seorang apalagi sampai murtad, namun sebagian yang lain melarang karena menyangkut keyakinan umat Islam dan bisa batal keislamannya.

Setiap agama punya karakternya sendiri yang membedakan dengan agama lain, aqidah dan ibadah ritual menjadi pembeda antara agama yang satu dengan agama yang lainnya. Ketika seorang muslim mengucapkan Selamat Natal yang notabene itu terkait dengan keyakinan Nabi Isa sebagai Tuhan maka telah masuk ranah aqidah, maka gugurlah keislaman seseorang, karena berarti mengakui keimanan agama lain. Seperti ibaratnya kita mengucapkan selamat ulang tahun, kita mengakui kelahiran teman tersebut, selamat wisuda kita mengakui dan mempersaksikan bahwa teman kita tersebut telah selesai kuliah dll.

Mereka yang beragumen, “Tidak apa-apa mengucapkan Selamat Natal karena yakin tidak menjadi non muslim, saya tetap salat.” Betul secara lahiriah tapi secara batiniah mereka telah pindah agama. Sesungguhnya sebuah ucapan tidaklah ‘sederhana’ ada implikasi serius yang haram bisa menjadi halal seperti akad nikah, hanya ucapan tapi menghalalkan yang semula diharamkan dalam hubungan antara laki-laki dengan perempuan.

Dalam aspek muamalah atau hubungan sosial tidak ada problem, kita tidak akan melihat apa agama/etnis/sukunya dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan bermasyarakat, kita bisa saling kerjasama tolong menolong merawat lingkungan, pendidikan, pemberdayaan masyarakat dan kegiatan sosial lainnya. Sedangkan dalam ranah publik lainnya terkait profesi/jabatan publik/profesional lebih diukur pada aspek kapabilitas, prestasi dan moralitas

Baca juga, Keputusan Musypimwil Muhammadiyah Jateng Tahun 2024

Semua upaya itu menjadi bagian dari toleransi yang bermakna mempersilahkan dan menghormati keyakinan dan amaliyah keagamaan yang berbeda dan dalam aspek publik lainnya diukur pada aspek profesionalisme dan moralitas dalam pekerjaan.

Namun dalam soal toleransi ada pandangan yang ‘menyesakkan’ dan logika yang keliru bahwa demi persatuan tidak boleh ada perbedaan bahkan harus disamakan alias dibuat benar semua oleh semua pemeluk agama, seperti salam lintas agama, salam Pancasila yang justru malah mengingkari keberagamaan itu sendiri. Kebhinekaan itu ‘membutuhkan’ mensyaratkan adanya perbedaan-perbedaan yang diterima dan dihormati.

Kita khawatir toleransi model seperti itu justru terjebak pada faham pluralisme, relativisme bahkan sinkretisme agama, sesuatu yang sesungguhnya dilarang dalam semua agama.

Moderasi beragama merupakan ide Barat dan digaungkan pemerintah jangan sampai mengarah pada dekonstruksi ajaran fundamental agama dan bagian dari politik Barat melawan apa yang mereka sebut sebagai upaya menangkal ‘radikalisme agama’ padahal pada saat yang sama mereka juga bisa disebut mengusung ‘liberalisme agama’ dua hal yang sesungguhnya ditolak oleh pemeluk agama.

Kultur umat Islam Indonesia wasathiyah (tengahan), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), tawassuth (moderat).

Konflik sosial etnis, suku, agama berdasarkan penelitian tidaklah dipicu perbedaan agama/etnis/suku tapi akumulasi ketidakadilan sosial, ekonomi, politik yang dengan mudah merembet ke sentimen agama/golongan. Wallahu a’lam.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE