
PWMJATENG.COM, Surakarta – Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah bersama Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Pemikiran Hukum Muhammadiyah: Perspektif Filosofis, Teori Hukum, dan Praktik” pada Jumat–Sabtu, 4–5 Juli 2025. Acara ini berlangsung di Ruang Seminar Gedung Pascasarjana Kampus 2 UMS.
Kegiatan tersebut bertujuan mengeksplorasi pemikiran hukum Muhammadiyah secara menyeluruh, mulai dari dasar filosofis, teori hukum, hingga praktik advokasi dan penegakan hukum. FGD juga menjadi bagian penting dalam menyusun arah hukum Muhammadiyah ke depan.
Dalam sambutannya, Dewan Pakar Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Bambang Widjojanto menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari langkah strategis untuk membangun kerangka hukum Muhammadiyah yang kuat. “Hasil dari FGD ini akan kami bawa sebagai bahan penting dalam Muktamar Muhammadiyah,” ujar Bambang saat membuka acara pada Jumat (4/7).
Sejumlah isu krusial menjadi bahan diskusi, seperti pemikiran hukum Muhammadiyah dari segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi, termasuk peran dalam jihad konstitusi, advokasi hukum, serta penegakan hukum berkeadilan.
Salah satu tokoh penting yang turut hadir adalah mantan Ketua KPK, Busyro Muqoddas. Dalam pemaparannya, ia menekankan pentingnya perjuangan hukum Muhammadiyah yang berbasis pada enam prinsip utama amal usaha. Prinsip itu meliputi tauhid, ibadah, kehidupan bermasyarakat, penegakan agama Islam, keteladanan Nabi Muhammad SAW, serta tertib organisasi.
“Islam tidak hanya bicara hukum formal. Ruh keadilan, martabat manusia, dan kelestarian alam harus menjadi jiwa dari hukum yang ditegakkan,” tegas Busyro.
Baca juga, Kapan Puasa Tasua dan Asyura 2025? Ini Jadwal dan Keutamaannya
Ia menyoroti banyaknya peraturan daerah dan nasional yang melegalkan proyek bermasalah, seperti reklamasi dan pertambangan skala besar, yang kerap mengabaikan lingkungan dan nasib masyarakat lokal. Busyro mencontohkan Perda RTRW Provinsi Banten sebagai bukti bagaimana hukum bisa berpihak pada investor, bukan pada keadilan ekologis.
Busyro mendesak agar Muhammadiyah memperkuat pendidikan kader hukum yang profesional, membangun sekolah politik dan sekolah HAM, serta menanamkan paradigma kepemimpinan berbasis akhlak, ilmu, dan kejujuran. Menurutnya, kader Muhammadiyah harus menjadi sosok berani yang tidak sekadar paham teori hukum, tetapi juga aktif membela keadilan.

“Islam tidak mengajarkan nepotisme, diskriminasi, atau politik transaksional. Muhammadiyah harus tampil sebagai ikon gerakan hukum yang bersih dan berpihak pada kemanusiaan,” tegas Busyro.
Topik-topik strategis lainnya juga dibahas oleh sejumlah tokoh. Syamsul Anwar, Abdul Fattah Santoso, dan Hamim Ilyas memaparkan sisi epistemologi, ontologi, dan aksiologi hukum Muhammadiyah. Sementara itu, Absori, Trisno Raharjo, dan Bambang Widjojanto membahas jihad konstitusi dan strategi advokasi hukum.
Peserta FGD berasal dari berbagai unsur, termasuk Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Majelis Tarjih, ketua Majelis Hukum dan HAM PWM se-Indonesia, dan pimpinan Fakultas Hukum PTMA. Bahkan, akademisi dari berbagai disiplin ilmu seperti kedokteran dan teknik turut hadir, mencerminkan inklusivitas pemikiran hukum Muhammadiyah.
Kegiatan dua hari ini diharapkan menghasilkan pemikiran hukum yang tidak hanya bersifat akademik, tetapi juga praktis dan kontributif terhadap pembangunan hukum nasional. FGD ini menjadi pijakan awal bagi Muhammadiyah untuk memperkuat posisi sebagai pelopor gerakan hukum berintegritas dan berbasis nilai-nilai Islam.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha