
PWMJATENG.COM, Surakarta – Kemuliaan seorang mukmin tidak ditentukan oleh jabatan, harta, atau penampilan fisik. Hal ini ditegaskan oleh Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta (FAI UMS), Ainur Rha’in, dalam Kajian Tafsir UMS yang digelar secara daring, Kamis (24/4).
Dalam penjelasannya, Ainur mengupas kandungan Surah ‘Abasa. Ia menyampaikan bahwa Allah SWT menegur langsung Nabi Muhammad SAW karena memalingkan wajah dari Abdullah bin Ummi Maktum, seorang sahabat tunanetra, dan justru memperhatikan para pembesar Quraisy yang enggan menerima dakwah Islam.
“Peristiwa ini menjadi pelajaran besar bagi umat Islam. Allah menilai kemuliaan seseorang bukan dari kekayaan atau kedudukannya, melainkan dari ketakwaan yang dimilikinya,” ujar Ainur pada Jumat (25/4).
Ia menambahkan bahwa Abdullah bin Ummi Maktum, meski tak memiliki jabatan dan hidup dengan keterbatasan fisik, justru mendapat penghormatan dari Allah karena semangatnya dalam menuntut ilmu dan memahami ajaran Islam.
“Orang miskin bisa lebih mulia daripada orang kaya. Rakyat biasa bisa lebih utama dari pejabat. Semua tergantung pada ketakwaannya,” jelas Ainur.
Menurutnya, peristiwa itu menjadi bukti bahwa Islam mengajarkan prinsip keadilan tanpa memandang status sosial. Bahkan, Rasulullah SAW setelah turunnya ayat tersebut selalu memperhatikan dan menanyakan kebutuhan Abdullah bin Ummi Maktum.
Ainur juga menekankan bahwa Islam menjunjung tinggi hak dan martabat penyandang disabilitas. Dalam berbagai riwayat, Rasulullah memberikan teladan nyata bagaimana memperlakukan mereka dengan hormat dan penuh kasih sayang.
Baca juga, Paripurna! PWM Jateng Tutup Serangkaian Ibadah Ramadan dan Syawal dengan Halalbihalal bersama MLO, PDM-PDA, dan AUM
Kajian yang diselenggarakan melalui platform Zoom itu mendapat respons positif dari peserta. Banyak yang merasa bahwa pesan-pesan tafsir tersebut sangat relevan dengan kondisi sosial saat ini, terutama dalam memperjuangkan keadilan bagi kelompok rentan dan terpinggirkan.
Salah satu peserta menyampaikan bahwa kajian tersebut membuka pandangan baru tentang pentingnya menghargai semua orang tanpa memandang fisik dan status.

“Sering kali kita lupa bahwa orang-orang yang sederhana, justru lebih dekat dengan Allah,” ujar peserta tersebut.
UMS melalui kegiatan ini ingin terus mendorong pemahaman nilai-nilai Qur’ani secara kontekstual. Kajian rutin ini menjadi bagian dari komitmen kampus dalam membumikan ajaran Islam yang berkeadilan dan manusiawi.
“UMS ingin hadir tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai penggerak nilai-nilai Qur’ani dalam kehidupan masyarakat,” terang Ainur.
Ia berharap agar masyarakat tidak lagi memandang kemuliaan seseorang dari apa yang terlihat secara lahiriah. Sebaliknya, masyarakat didorong untuk menilai berdasarkan akhlak dan ketakwaan.
“Nilai ketakwaan tidak bisa diukur dengan materi. Ia hanya bisa dilihat dari perilaku dan kesungguhan seseorang dalam beribadah dan berbuat baik,” pungkasnya.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha