Sempat Dilarang Pemdes Setempat, Salat Id di Baturraden Akan Tetap Berjalan!

PWMJATENG.COM, Banyumas – Pemerintah Desa Rempoah, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, menyatakan ketidaksetujuan atas rencana warga Muhammadiyah melaksanakan Salat Idulfitri di Lapangan Akrab, Desa Rempoah. Keputusan tersebut tertuang dalam surat bernomor 003/025/III/2025 yang ditandatangani oleh Kepala Desa, Ketua BPD, perangkat desa, dan 11 takmir masjid setempat pada 27 Maret 2025.
Dalam surat tersebut, pemerintah desa beralasan bahwa masjid-masjid di Rempoah masih mampu menampung jemaah salat Id. Selain itu, keputusan ini diambil demi menjaga kondusivitas wilayah. Surat itu juga merupakan jawaban atas permohonan PCM Baturraden yang sebelumnya mengajukan peminjaman lapangan untuk pelaksanaan shalat Idulfitri.


Ketua PCM Baturraden, Arif El Hakim, menyayangkan keputusan tersebut. “Kita sama-sama warga negara yang memiliki hak kebebasan menjalankan ibadah sesuai keyakinan dan dilindungi oleh undang-undang,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa lapangan adalah aset negara yang semestinya bisa digunakan oleh seluruh warga. Menurutnya, pemerintah harus bersikap adil dan tidak membeda-bedakan masyarakatnya.
Menanggapi penolakan ini, PCM Baturraden melakukan audiensi dengan Camat Baturraden. Hasilnya, camat memberikan izin bagi warga Muhammadiyah untuk melaksanakan salat Id di halaman Kantor Kecamatan Baturraden, yang berlokasi di seberang Lapangan Akrab.

Sekretaris PCM Baturraden, Nur Khasbi, menyatakan bahwa pelaksanaan shalat Id di Baturraden tahun ini menjadi momen bersejarah bagi Muhammadiyah setempat. Sebelumnya, mereka harus beribadah di luar kecamatan, seperti di Purwokerto Utara, Purwokerto Barat, dan Alun-Alun Purwokerto.
Pada pelaksanaan shalat Id nanti, Totok Agung, yang juga merupakan penasihat PCM Baturraden serta dosen Universitas Jenderal Soedirman, akan bertindak sebagai khatib. Sementara itu, Ketua PCM Baturraden, Arif El Hakim, akan menjadi imam. Diperkirakan, sekitar 250 jemaah Muhammadiyah dan simpatisan dari Baturraden akan menghadiri shalat Id tersebut.
Baca juga, Muhammadiyah Siapkan Ribuan Titik, Berikut Lokasi Salat Idulfitri Tahun 2025 se-Jawa Tengah
Keputusan Pemerintah Desa Rempoah ini mendapat sorotan dari Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH-AP) PDM Banyumas. Dalam pernyataan sikapnya, LBH-AP menilai bahwa pelarangan tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan beribadah yang dijamin dalam Pasal 28E ayat (1) serta Pasal 29 ayat (2) UUD 1945.
“Negara, melalui pemerintahnya di semua tingkatan, termasuk pemerintah desa, berkewajiban melindungi dan memfasilitasi warganya dalam menjalankan ibadah, bukan malah menghalangi,” tulis LBH-AP dalam pernyataannya.
LBH-AP juga menyoroti peran Kepala Desa dan Ketua BPD Rempoah yang ikut menandatangani berita acara pelarangan tersebut. Mereka menilai bahwa tindakan itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mengamanatkan pemerintah desa untuk memfasilitasi kehidupan beragama masyarakat.
Sebelum akhirnya diizinkan oleh Pemdes Rempoah, LBH-AP PDM Banyumas juga telah mendesak agar larangan ini segera dicabut. Selain itu, mereka juga meminta Bupati Banyumas dan aparat penegak hukum untuk menindak segala bentuk pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan beribadah yang dijamin oleh konstitusi.
Muhammadiyah telah aktif di Baturraden sejak 2012. Sejak 2019, kegiatan PCM Baturraden semakin berkembang, ditandai dengan berdirinya masjid sendiri. Selain shalat Id, mereka juga rutin menggelar pentasyarufan Lazismu bekerja sama dengan warga setempat.
Kendati mendapat penolakan, PCM Baturraden tetap optimistis menjalankan kegiatannya. “Kami akan terus berjuang agar hak beribadah setiap warga tetap terlindungi,” tegas Arif El Hakim.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, yang juga Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Abdul Mu’ti, dua tahun silam juga sempat menyayangkan adanya larangan penggunaan fasilitas umum untuk pelaksanaan Salat Id. Pemerintah, kata Mu’ti, sebagai penyelenggara negara justru berkewajiban menjamin kemerdekaan warga negara untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Dia menyebut, fasilitas publik seperti lapangan dan tempat terbuka bisa dimanfaatkan sesuai ketentuan.

“Fasilitas publik seperti lapangan dan fasilitas lainnya adalah wilayah terbuka yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan pemakaian, bukan karena perbedaan paham agama dengan pemerintah.” Imbuhnya.
Tegas Abdul Mu’ti mengatakan, bahwa kegiatan melaksanakan ibadah Idulfitri di lapangan terbuka bukan kegiatan politik dan makar kepada pemerintah. Maka dia meminta kepada pemerintah pusat supaya tidak membiarkan pemerintah kelas daerah membuat kebijakan yang inkonstitusional.
“Pemerintah pusat, seharusnya tidak membiarkan pemerintah daerah membuat kebijakan yang bertentangan dengan Konstitusi dan melanggar kebebasan berkeyakinan,” tegasnya.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha