Tokoh

Rozihan: Halalbihalal Merupakan Proses Pembentukan Karakter Manusia yang Paripurna

PWMJATENG.COM – Setiap kali Hari Raya Idulfitri tiba, tradisi halalbihalal menjadi pemandangan khas di berbagai penjuru Indonesia. Kegiatan ini seolah menjadi momen wajib pasca-Ramadan, di mana masyarakat saling memaafkan dan mempererat tali silaturahmi. Meski bukan bagian dari syariat ibadah dalam Islam secara eksplisit, halalbihalal tetap memiliki makna spiritual dan sosial yang mendalam.

Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Rozihan, menegaskan bahwa halalbihalal merupakan bentuk muamalah atau hubungan sosial yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Ia menjelaskan bahwa halalbihalal tidak ditemukan dalam perintah atau larangan secara tekstual dalam Al-Qur’an maupun hadis. Namun, hal tersebut tidak menjadikannya bid‘ah yang sesat sebagaimana kerap disalahpahami sebagian pihak.

“Halalbihalal bukan persoalan bid’ah, tetapi bagian dari muamalah, hubungan antarmanusia yang dikemas dalam bahasa Arab,” ujar Rozihan. Ia mengajak umat Islam untuk melihat tradisi ini sebagai bentuk ekspresi sosial yang menyemai nilai-nilai persaudaraan, kasih sayang, dan keikhlasan.

Dalam penjelasannya, Rozihan menekankan bahwa manusia secara kodrati adalah makhluk yang lemah, baik secara fisik, akal, maupun hati. Karena itu, selama bulan Ramadan, manusia menjalani proses spiritualisasi melalui ibadah puasa, shalat malam, tilawah, dan zakat. Semua ibadah tersebut, menurutnya, merupakan cara Allah “mengobati” jiwa manusia yang terkontaminasi oleh hawa nafsu dan dosa.

Baca juga, Memaknai Spirit Idulfitri: Menjadi Umat Rahmatan lil-‘Ālamīn

“Selama Ramadan, manusia diobati dengan berbagai ibadah dan menjelma suci di Idulfitri, seperti bayi yang baru lahir,” ucap Rozihan. Pandangan ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadis sahih yang menyatakan: «من صام رمضان إيمانًا واحتسابًا غفر له ما تقدم من ذنبه» — “Barang siapa yang berpuasa Ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”

Dalam konteks inilah, halalbihalal menjadi sarana untuk menyempurnakan kesucian tersebut dengan memaafkan sesama. Rozihan berpendapat bahwa orang yang benar-benar telah menjadi suci akan mampu memahami kondisi orang lain serta berupaya menghapus dendam yang ada di hati.

Dalam perspektif yang dibawakan Rozihan, halalbihalal bukan sekadar ajang seremonial sosial, melainkan bagian dari proses pembentukan karakter manusia yang paripurna. Ia menjadi perpanjangan dari ibadah Ramadan, yang bukan hanya menuntut kesucian personal, tetapi juga kesalehan sosial.

Tradisi ini mencerminkan prinsip penting dalam ajaran Islam yaitu ta‘āwun ‘ala al-birri wa at-taqwā (saling tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan), sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Mā’idah ayat 2:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Artinya: “Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE