Refleksi 1 Tahun Muktamar 47: Perspektif Nalar Perkaderan
Oleh: Sonni Kurniawan
TEPAT satu tahun (3 Agustus 2016) kita telah menjadi saksi sejarah atas terlaksananya perhelatan akbar Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar. Kerangka kebijakan yang telah berhasil disusun sebagaimana isi tanfidz dimaksudkan untuk akselerasi transformasi sistem organisasi yang maju, professional guna mendukung berkembangnya sistem gerakan yang berkualitas bagi terciptanya kondisi dan faktor- faktor pendukung terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar- benarnya. Gerakan pencerahan yang telah menjadi komitmen Muhammadiyah melalui pengembangan “Model Praksis Gerakan” diharapkan mampu meningkatkan keunggulan komparasi dan kompetitif secara objektif dan elegan dalam menghadapi gerakan- gerakan lain. Dulunya, banyak hal yang telah dipelopori Muhammadiyah, kini tengah dikembangkan gerakan lain yang boleh jadi lebih baik dan kompetetitif. Jika kecenderungan ini tidak tersadarkan oleh kita, maka bisa jadi pelan- pelan Muhammadiyah makin tertinggal usaha kreatif dan inovatifnya sampai pada kemungkinan terburuk ditinggalkan oleh masyarakat.
Menjadi sangat penting momentum Muktamar, Musywil dan Musyda menjadi arena konsolidasi gerakan dan organisasi guna memasifkan pilihan model gerakan dakwah Muhammadiyah pasca usia satu abad ini sampai pada basis akar rumput. Karenanya menjadi sangat penting mobilisasi pendayagunaan seluruh potensi yang dimiliki persyarikatan dan didukung komitmen serta kesungguhan pimpinan Muhammadiyah, tak terkecuali pimpinan ortom dimana secara asas haruslah sami’na wa atho’na bukan malah menyusun “haluan” sendiri.
Ikhtiar dalam menyukseskan “Model Praksis Gerakan” juga sangat ditentukan oleh warga persyarikatan terutama mereka yang dirinya telah tersebut sebagai kader (baca: pengerak inti/pimpinan). Ikhtiar- ikhtiar tersebut haruslah diupayakan kearaha penekanan pada pengayaan dan penyebarluasan idelogi dan pemikiran yang menjadi basis bagi pengembangan nilai- nilai keagamaan, intelektualitas serta pengembangan kualitas sumberdaya anggota dan kader sebagai pelaku gerakan (Tanfidz Muktamar 47 hal 13). Menurut Ketua PP Muhammadiyah Dahlan Rais (2016), ketidakberhasilan Muhammadiyah dalam Gerakan Jama’ah Dakwah Jama’ah (GJDJ) dikarenakan kader tidak siap mengimplementasikan nilai- nilai perkaderan dan ketidaksiapan untuk menjadi juru penerang maupun penggerak dimana mereka tinggal.
Karenanya membangun sumber daya dan jaringan kader menjadi aspek penting dan strategis. Mengutip pernyataan Ketua MPK PP Muhammadiyah Ari Anshori (2016), bahwa sistem gerakan MPK adalah menjadikan perkaderan utama sebagai budaya organisasi yang dilakukan dengan cara fokus membangun kultur perkaderan yang seirama dengan struktur persyarikatan. Oleh karena itu, hemat saya koordinasi tersistem dalam pelaksanaan perkaderan di lingkungan masing- masing baik pimpinan persyarikatan, ortom dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) sangat diperlukan sehingga tidak ada lagi tercipta “penyumbatan” kader akibat inkoherensi perkaderan yang dilaksanakanya. Selain itu, juga harus didukung dengan konektifitas nalar perkaderan baik persyarikatan dan ortom dengan AUM. Segenap warga dilingkungan AUM harus sadar dan menyadari bahwa pemahaman konsepsi nalar perkaderan adalah bentuk untuk meneguhkan komitmen ideologis, memperluas visi dan pemikiran dan berperan dalam dakwah melalui instrument organisasi. Bahkan, ayahanda Dahlan Rais pernah secara tegas mengusulkan agar setiap AUM menyisihkan 2% dari hasil pendapatan dan belanja (PDB) untuk perkaderan. Hal ini guna meningkatkan frekuensi perkaderan disemua tingkatan. Jika demikian terjadi, istilah “AUM berkembang bersama Persyarikatan, Persyarikatan berkembang bersama AUM benar adanya.
Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama menjaga dan saling menguatkan arah dan komitmen bermuhammadiyah kita, guna meluruskan “kiblat” kita bermuhammadiyah untuk lebih taat pada misi, pemikiran, kebijakan dan kepentingan Muhammadiyah dengan cara meningkatkan solidaritas kolektif dan partisipasi aktif terutama dalam hal proyeksi nalar perkaderan sebagaimana yang Muhammadiyah telah rumuskan (baca:tanfidz). Semoga saja, Ammin. Demikian yang sekelumit ini, semoga menjadi angin segar dan lebih bergairah untuk merapikan kembali “barisan” kita dan selalu berpegang teguh serta tertib untuk taat asas sebagaimana harapan bersama yang tertuang dalam setiap tanfidz disetiap jenjang permusyawaratan dalam persyarikatan.
*Anggota MPK Muhammadiyah Kota Semarang, Anggota MPM Muhammadiyah Jawa Tengah