BeritaTokoh

Puasa sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan Hakiki

PWMJATENG.COM – Setiap tahun, umat Islam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan dengan harapan mendapatkan keberkahan dan peningkatan spiritualitas. Namun, pertanyaan mendasar yang perlu direnungkan adalah: apakah ibadah puasa yang kita jalani benar-benar membawa perubahan dalam hidup kita? Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Jumari, dalam program Teras Ramadan, menyoroti pentingnya evaluasi diri dalam menjalankan ibadah puasa.

Menurut Jumari, puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, melainkan sebuah fasilitas yang Allah berikan untuk mengubah diri menjadi pribadi yang lebih baik. Ia mengingatkan bahwa jika seseorang telah diberi kesempatan beribadah tetapi tidak mengalami perubahan, maka ia seperti “tikus mati di lumbung padi”—memiliki segala fasilitas namun tetap tidak memperoleh manfaatnya.

Dalam Al-Qur’an, perintah puasa tertuang dalam Surah Al-Baqarah ayat 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Ayat ini menegaskan bahwa tujuan utama puasa adalah membentuk pribadi yang bertakwa. Namun, ketakwaan itu sendiri tidak datang dengan sendirinya. Ia tumbuh seiring dengan kesungguhan seseorang dalam menjalankan ibadah dengan niat yang kuat dan penuh kesadaran.

Jumari menekankan bahwa takwa bukan sekadar label, melainkan cara hidup yang mencerminkan kehati-hatian dan kewaspadaan dalam bertindak. Orang yang bertakwa selalu mempertimbangkan dampak dari setiap perbuatannya, tidak hanya untuk kehidupan dunia tetapi juga untuk kehidupan akhirat. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah Al-A’la ayat 17:

وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى

“Sedangkan kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal.”

Dengan orientasi hidup yang tertuju pada masa depan, seseorang akan lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupannya, tidak mudah tergoda oleh hal-hal sesaat, serta senantiasa mempertimbangkan manfaat jangka panjang dari setiap keputusan yang diambil.

Ketakwaan bukan hanya membawa seseorang pada kehidupan yang lebih terarah, tetapi juga menjamin kebahagiaan yang berkelanjutan. Hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Baqarah ayat 189:

وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

Baca juga, Bangkit dalam Keadaan Buta: Renungan tentang Cahaya Hidayah

Keberuntungan yang dimaksud bukan sekadar kesuksesan materi, melainkan kebahagiaan sejati yang tidak tergantung pada situasi dan kondisi. Menurut Jumari, kebahagiaan sejati hanya dapat diraih jika seseorang memiliki tiga nilai utama dalam hidupnya: ikhlas, syukur, dan sabar.

  1. Ikhlas
    Ikhlas bukan berarti berbuat baik tanpa tujuan, melainkan melakukan segala sesuatu dengan niat semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah. Orang yang ikhlas tidak akan terpengaruh oleh pujian atau kritik, sebab ia tidak mengharapkan imbalan dari manusia, melainkan hanya dari Allah.
  2. Syukur
    Syukur adalah kemampuan untuk menghargai dan mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Allah, sekecil apa pun itu. Orang yang bersyukur akan selalu merasa cukup dan bahagia dengan apa yang dimilikinya.
  3. Sabar
    Sabar bukan sekadar bertahan dalam cobaan, tetapi juga tetap teguh dalam kebaikan meskipun menghadapi rintangan. Rasulullah ﷺ bersabda: عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ “Sungguh menakjubkan urusan orang beriman! Seluruh urusannya adalah kebaikan, dan itu hanya dimiliki oleh orang beriman. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur dan itu baik baginya. Jika ia ditimpa kesulitan, ia bersabar dan itu juga baik baginya.” (HR. Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada keadaan, tetapi pada bagaimana seseorang meresponsnya. Jika seseorang selalu bersyukur dalam keberlimpahan dan bersabar dalam kesulitan, maka ia akan tetap merasakan kebahagiaan dalam segala situasi.

Puasa bukan sekadar ritual tahunan, melainkan momentum untuk mengevaluasi diri. Jika setelah berpuasa seseorang masih hidup dalam ketidakpastian, masih bergelut dengan hawa nafsunya, atau masih jauh dari nilai-nilai ketakwaan, maka perlu dipertanyakan apakah puasanya telah dilakukan dengan benar.

Jumari menegaskan bahwa perubahan yang dihasilkan oleh puasa harus bersifat jangka panjang. Ia bukan hanya membuat seseorang merasa sesaat lebih dekat dengan Allah, tetapi juga membentuk pola hidup yang lebih disiplin, hati yang lebih tenang, serta hubungan sosial yang lebih harmonis.

Maka, jika seseorang ingin mencapai kebahagiaan sejati, ia harus menjadikan puasa sebagai sarana untuk memperkuat tiga nilai utama: ikhlas, syukur, dan sabar. Dengan begitu, hidupnya tidak hanya sekadar bahagia dalam beberapa momen, tetapi selalu bahagia dalam setiap kondisi.

Sebagai penutup, marilah kita menjadikan Ramadan tahun ini sebagai titik balik untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Sebab, hanya dengan ketakwaan yang sejati, seseorang dapat merasakan kebahagiaan yang tidak pernah pudar.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE