Pesan Mbah Kiai Jangan Gibah dan Kritik Santri ‘Mbeling’
Pesan Mbah Kiai Jangan Gibah dan Kritik Santri ‘Mbeling’
Oleh : Rudi Pramono, S.E. (Ketua MPI PDM Wonosobo)
PWMJATENG.COM – Seperti biasa khataman rutin malam ini yang biasanya selang seling di masjid dan musala, giliran Mbah Kiai menginginkan di rumahnya saja, beliau bilang kalau tamu datang ke rumah itu apalagi mau ngaji akan mendatangkan ampunan, kalau tamu pulang akan meninggalkan barokah bagi tuan rumah.
Seperti biasa di akhir khataman diakhiri dengan tausyiah Simbah, kali ini tentang gibah, ‘ngglendengi’ bahasa jawanya, beliau mengutip HR Thabrani : “Gibah itu lebih berat dari zina, diampuni bila bertaubat tapi gibah tidak kan diampuni sebelum dimaafkan oleh orang yang digibahnya..”
Jamaah spontan komentar : ” …waduh kalau di warung kopi apalagi di medsos semua netizen ghibahi Jokowi, padahal tidak pernah ketemu, tidak bisa minta maaf malah bisa mengurangi dosanya dia” jamaah yang lain tanya : “jadi harus bagaimana .. kalau ada jamaah gibahiyah harus ditinggalkan ya ?” Simbah langsung jawab : “ya harus diingatkan dan jangan memuji orang di depannya” bahasa terakhir ini bikin saya ‘kaget’ bukankah kalau memuji orang itu bagus, bikin senang, bikin semangat orang tersebut ? batin saya. Tausyiah Simbah terus mengalir deras, hebatnya beliau bicara pasti ada kitab/buku di depannya yang dibaca, sesekali jamaah ‘nyeletuk’ sambil senyum, “berarti harus jadi orang pendiam saja ‘menengan’, ini mau tanya saja jadi pada takut ..” haha
Namun ada satu komentar dari jamaah yang menjawab persoalan : “kalau untuk presiden dan pejabat publik lainnya ..boleh, dan selesaikan sesuai aturan dan mekanisme yang ada ” entah dengar atau tidak mbah Kiai tetap terus dengan petuahnya, begitu menikmati dan tak terbendung lagi, mustahil dihentikan oleh komentar-komentar spontan jamaah, lagian mereka juga lagi asyik menikmati lontong opor gurih suguhane Simbah, dimasak oleh istri Simbah yang terhitung masih muda dan segar..hehe..mungkin karena itu Simbah terlihat sehat dan di usia yang kata beliau ‘mayat hidup’ ternyata masih bisa nulis di WA cukup panjang, kadang buat video juga, bahkan postingan2nya juga menarik entah darimana sumbernya.
Nuansa khataman rutin itu sejak awal tanpa direncanakan sepertinya dikemas dengan atmosfer santai, ‘tidak serius’ guyon, cair karena dengan suasana itu acara spiritual yang biasanya ‘made in manusia’ ini menjadi ‘dikangenin’ ditunggu kehadirannya, semoga tidak menjadi bid’ah, kebetulan ada beberapa orang Muhammadiyah yang ikut dan akan menjaganya.
Baca juga, Keputusan Musypimwil Muhammadiyah Jateng Tahun 2024
Dari berbagai komentar sepertinya dari sebagian jamaah dengan profesi dan pendidikan yang tinggi sudah paham dengan Mbah Kyai, yang nggak perlu didebat/dikritisi biarlah beliau berbicara menurut logikanya sendiri, yang mungkin bagi sebagian orang, pemahaman agama model demikian yang berhenti pada tekstual, tidak bisa ‘jalan’ dalam kehidupan sosial politik namun dimungkinkan dalam kehidupan kultural yang lingkupnya terbatas.
Kita seribu persen percaya bahwa ghibah yang ujung-ujungnya bisa fitnah itu dalam ajaran agama jelas dilarang, kita yakin kebenaran hadist tersebut dan berusaha akan mengamalkannya. Namun berhenti dalam pemahaman tektual seperti itu membuat agama menjadi ‘tumpul’ dalam merespon ruang dan waktu yang berbeda, dalam ranah sosial politik, bukanlah ghibah karena tidak ditujukan pada personal manusia tapi jabatan publik atau lembaganya, maka kritik, kontrol publik, civil society dibutuhkan dalam menghasilkan kebijakan yang demokratis. Dalam ranah pergaulan antar manusia, dalam semua aktifitas, ghibah, suudzon, fitnah tak terhindarkan tapi ada aturan, ada mekanisme struktural pemerintahan maupun infrastruktur kultural (musyawarah/rembug desa) dan tradisi keagamaan (halal bi halal, silaturahmi) yang bisa kita tempuh untuk mendinginkan/menyelesaikan semua persoalan ‘keduniawian’ itu, semua menjadi bagian dari agama yang merupakan pedoman bagi manusia.
Forum khataman yang spiritualis ini memang bukanlah ruang diskusi, apalagi debat nanti dituduh tidak tahu adab dan memang jamaah juga tidak ingin membahasnya, mereka kebanyakan pensiunan/orang tua lebih butuh spiritualitas, butuh istirahat sehingga sejak awal dikemas ringan dan singkat waktunya.
‘Agama’ sebagai ajaran yang liqulli zamanin wa makan harus mampu berada di ruang dan waktu apapun dan kapanpun, relevan dengan jaman dan perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam ajaran akhlak, agama melarang ghibah, bahkan Allah mengibaratkan seperti makan bangkai saudaranya sendiri, dirasani, dihujat, fitnah, di kuyo kuyo tidak akan mampu melawan, karena tidak ada di tempat
Betul pesan Simbah kepada kita-kita ini santri-santri mbeling, mbeleng : perbanyak ” istighfar..istighfar le..ben slamet donyo akhirat !”
Waktu pas jam 21.00 acarapun harus diakhiri, suguhane juga tandas semua, pasti seneng pemilik rumah selain barokah dan ampunan berlimpah bagi tuan rumah karena kedatangan tamu yang banyak.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha