Pendidikan Vokasi : Solusi Atasi Pengangguran
Oleh : Untung*
PWMJATENG.COM – Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat sebanyak 8,4 juta orang yang menganggur di Indonesia pada Agustus 2022. Angka tersebut setara dengan 5,86% dari total angkatan kerja nasional. Kelompok usia 20-24 tahun adalah kelompok yang paling banyak mengalami pengangguran, yakni sebanyak 2,54 juta orang atau setara dengan 30,12% dari total pengangguran di Indonesia. Selanjutnya, terdapat pula 1,86 juta jiwa (22,03%) penganggur dari kelompok usia 15-19 tahun, 1,17 juta jiwa (13,84%) dari kelompok usia 25-29 tahun, 608,41 ribu jiwa (7,22%) dari kelompok usia 30-34 tahun, dan 485,54 ribu jiwa (5,76%) dari kelompok usia 60 tahun ke atas. Sedangkan pengangguran dari kelompok usia 35-39 tahun mencapai 439,94 ribu jiwa (5,22%), usia 40-44 tahun 395,17 ribu jiwa (4,69%), usia 45-49 tahun 355,84 ribu jiwa (94,22%), usia 50-54 tahun 324,18 ribu jiwa (3,85%), dan usia 55-59 tahun 254,17 ribu jiwa (3,02%).
Total penduduk usia kerja di Indonesia mencapai 209,42 juta jiwa pada Agustus 2022, dan dari jumlah tersebut sebanyak 143,72 juta jiwa termasuk dalam angkatan kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) nasional mencapai 68,63%, dengan rincian TPAK laki-laki sebesar 83,87% dan TPAK perempuan sebesar 53,41%. Dengan adanya data ini, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk menurunkan tingkat pengangguran dan meningkatkan partisipasi angkatan kerja, terutama untuk kelompok usia yang paling rentan mengalami pengangguran.
Pendidikan vokasi menghadapi tantangan dalam menyediakan lulusan dengan kompetensi sesuai industri dan dunia kerja[1]. Strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan vokasi terus dirumuskan. Meskipun telah banyak lulusan pendidikan vokasi di Indonesia, tingkat pengangguran terbuka di antara mereka masih cukup tinggi. Bahkan, lulusan sekolah menengah kejuruan menjadi penyumbang terbesar dari angka tersebut. Karena itu, pelatihan bagi lulusan vokasi tetap dibutuhkan agar mereka dapat lebih mudah memasuki pasar kerja.
Hal ini diperkuat oleh hasil olahan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2022, yang menunjukkan bahwa jumlah penganggur terbuka lulusan vokasi tahun 2022 mencapai 1,8 juta orang atau 22 persen dari total penganggur. Jumlah terbanyak dari penganggur vokasi ini disumbang oleh lulusan SMK jika dibandingkan dengan lulusan diploma satu (D-1), diploma dua (D-2), dan diploma tiga (D-3).
Dalam sebuah diskusi bulanan dinamika kependudukan yang digelar secara daring oleh Lembaga Demografi FEB UI, Dwini Handayani, seorang peneliti di lembaga tersebut, memaparkan bahwa angka penganggur vokasi di Indonesia ini tergolong besar. Ratna Indrayanti, peneliti lain di Lembaga Demografi, menambahkan bahwa jumlah penganggur lulusan SMK yang tertinggi berasal dari bidang keahlian teknologi dan rekayasa serta bisnis manajemen, sedangkan yang terendah dari bidang keahlian energi dan pertambangan serta seni dan industri kreatif.
Baca juga, Halalbihalal UMP, Ketua PWM Jateng : Idulfitri Fenomena Syariat dan Budaya
Untuk mengatasi masalah pengangguran vokasi ini, beberapa strategi kebijakan perlu diterapkan. Salah satunya adalah pelatihan tenaga kerja yang responsif dan adaptif, sesuai dengan permintaan pasar dan kebutuhan yang heterogen (umur, jender, potensi wilayah, dan jabatan pekerjaan), dengan modul yang fokus pada praktik dan magang. Evaluasi secara berkala juga perlu dilakukan sesuai permintaan pasar.
Selain itu, dibutuhkan penciptaan lapangan pekerjaan yang berkelanjutan dengan menelusuri lulusan, serta perbaikan basis data lulusan, peningkatan pelatihan keterampilan (lebih dari satu jenis pelatihan), pengembangan sistem informasi pasar tenaga kerja, dan penguatan sistem perlindungan sosial. Semua strategi ini diharapkan dapat memenuhi permintaan tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran vokasi di Indonesia.
Muhammad Iqbal Abbas, Perencana Ahli Utama Kedeputian Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, menekankan pentingnya adanya peta okupasi nasional sebagai alat untuk menciptakan keselarasan antara kebutuhan okupasi riil industri dan dunia kerja pada suatu area fungsi. Peta ini tidak hanya berguna bagi tenaga kerja, siswa, dan peserta pelatihan untuk pengembangan profesi, tetapi juga bagi lembaga pendidikan dan pelatihan dalam pengembangan kurikulum dan profil lulusan pendidikan dan pelatihan, serta bagi lembaga sertifikasi profesi dalam pengembangan perencanaan dan asesmen. Di sisi lain, otoritas sertifikasi dapat memanfaatkan peta ini untuk pengembangan skema sertifikasi secara nasional. Terakhir, bagi industri dan dunia kerja, peta okupasi nasional ini mendukung rekrutmen berbasis kompetensi dan pengembangan karier profesional sumber daya manusia.
Ajak Industri Berinvestasi melalui Pendidikan
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim baru-baru ini mengumumkan program SMK pusat keunggulan (SMK PK) yang diluncurkan pada tahun 2021 untuk memperkuat mutu pendidikan vokasi di sekolah menengah kejuruan (SMK). Program ini merupakan bagian dari transformasi SMK dan dilakukan dengan pemadanan dukungan industri sebagai katalis perwujudan visi pendidikan Indonesia. Pada tahun 2022, program SMK PK telah menjangkau 27,7 persen dari total siswa SMK di Indonesia, meningkat 9,18 persen dari tahun sebelumnya, dengan 1.401 SMK PK tersebar di 34 provinsi dan 365 kabupaten/kota. Nadiem menargetkan pada tahun 2023, akan dikembangkan SMK PK yang mencakup 30,50 persen dari total siswa SMK di Indonesia, dengan 1.551 SMK PK, dan pada tahun 2024, targetnya adalah 41 persen dari total siswa SMK. Kemendikbudristek memprioritaskan SMK PK berdasarkan jumlah murid untuk memastikan sumber daya yang digunakan secara efektif untuk membantu masyarakat[2].
Program SMK PK yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia memiliki kontribusi yang sangat penting dari industri dalam memperkuat talenta tenaga kerja. Sebagai contohnya, PT Panasonic Manufacturing Indonesia memberikan skema pemadanan dana (SPD) pada 20 SMK PK dengan investasi Rp 7,2 miliar dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia memberikan total investasi Rp 5 miliar untuk SMK PK Wisudha Karya, Kudus, dalam rangka mengembangkan kompetensi keahlian mekatronika.
Pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk memastikan bahwa pendidikan vokasi tidak menjadi penyumbang pengangguran. Hal tersebut dibuktikan dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden tentang Revitalisasi SMK pada tahun 2016 dan dibentuknya Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi pada tahun 2019. Selain itu, dukungan pada pendidikan vokasi semakin kuat dengan dikeluarkannya Perpres Nomor 68/2022 tentang Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi[3].
Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi
Vokasi tidak hanya mencakup pendidikan formal di sekolah atau perguruan tinggi, tetapi juga mencakup pelatihan yang terintegrasi dengan dunia industri dan kerja. Pelatihan vokasi bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan industri dan pasar kerja. Dengan pelatihan vokasi yang baik, tenaga kerja dapat memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri dan dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Oleh karena itu, penting bagi industri dan dunia pendidikan untuk bekerja sama dalam menyediakan pelatihan vokasi yang terintegrasi dengan kebutuhan industri dan pasar kerja.
Pendidikan dan pelatihan vokasi dianggap sebagai metode strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Namun, standarisasi kompetensi pendidikan dan pelatihan vokasi masih belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, industri perlu menyediakan pengajar yang berbasis kurikulum yang tepat agar industri tidak hanya menjadi tempat magang bagi para siswa.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton Supit, menyatakan bahwa sistem pendidikan dan pelatihan vokasi sangat tepat untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas tenaga kerja. Dalam sistem pelatihan vokasi, pertukaran ilmu dan keterampilan antara perusahaan industri dan tenaga kerja menjadi lebih mudah. Anton mencontohkan bahwa PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMI) telah berhasil menjalankan sistem pelatihan vokasi yang baik dengan memberikan keterampilan selama enam bulan bagi tenaga kerja. Para lulusan pelatihan vokasi TMMI pun dapat terserap menjadi karyawan PT TMMI.
Apa Upaya yang Harus Dilakukan?
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadikan pendidikan vokasi dalam hal ini SMK untuk mengatasi pengangguran, di antaranya:
- Menyediakan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri: Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) perlu menyesuaikan kurikulumnya dengan kebutuhan industri saat ini. Dengan demikian, siswa SMK akan memiliki keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan oleh industri, sehingga mereka lebih mudah diterima dan menjadi produktif setelah lulus.
- Menyediakan fasilitas dan sarana yang memadai: SMK harus menyediakan fasilitas dan sarana yang memadai, seperti laboratorium, peralatan, dan teknologi terbaru, agar siswa dapat belajar dan berlatih dengan optimal. Hal ini akan membantu siswa untuk mendapatkan pengalaman praktis yang sesuai dengan dunia kerja.
- Menyediakan pelatihan dan magang di industri: SMK dapat bekerja sama dengan industri untuk menyediakan program pelatihan dan magang bagi siswa. Dengan magang, siswa akan mendapatkan pengalaman praktis dan keterampilan yang lebih baik, sehingga lebih siap untuk terjun ke dunia kerja.
- Memperluas jaringan kerja: SMK dapat memperluas jaringan kerja dengan industri dan perusahaan untuk memudahkan siswa mendapatkan pekerjaan setelah lulus. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan seperti seminar, pertemuan, atau acara yang melibatkan dunia industri.
- Menyediakan konseling karir: SMK dapat menyediakan konseling karir bagi siswa untuk membantu mereka memilih jalur karir yang sesuai dengan minat dan bakat mereka. Dengan begitu, siswa akan lebih siap untuk terjun ke dunia kerja dan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk sukses di masa depan.
Dengan melakukan cara-cara di atas, diharapkan SMK dapat menjadi solusi dalam mengatasi pengangguran dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
[1] https://batukarinfo.com/komunitas/articles/mengatasi-pengangguran-dari-pendidikan-vokasi
[2] https://news.republika.co.id/berita/rsdcqr423/nadiem-targetkan-program-smk-pk-cakup-305-persen-siswa-pada-2023
[3] https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/04/02/mengatasi-pengangguran-dari-pendidikan-vokasi
*Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial (MPKS)
Editor : M Taufiq Ulinuha