Pemangkasan Anggaran Pendidikan 2025, Efisiensi atau Ancaman bagi Masa Depan?

Pemangkasan Anggaran Pendidikan 2025, Efisiensi atau Ancaman bagi Masa Depan?
Oleh : Hamid (Ketua Umum PC IMM Kota Mataram)
PWMJATENG.COM – Presiden Republik Indonesia menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 pada 22 Januari 2025. Edaran ini menyoroti efisiensi dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025. Kebijakan tersebut bertujuan untuk memastikan penggunaan dana negara yang lebih efektif dan tepat sasaran, termasuk dengan mengurangi biaya yang tidak esensial.
Namun, kebijakan ini berdampak signifikan pada beberapa kementerian dan lembaga, salah satunya Kementerian Pendidikan. Pemangkasan anggaran pendidikan menuai kontroversi, mengingat sektor ini memegang peranan penting dalam kemajuan bangsa.
Pemangkasan Anggaran Kementerian Pendidikan
Beberapa pos anggaran yang mengalami pemangkasan adalah:
- Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah mengalami pengurangan sebesar Rp 7,2 triliun, dari Rp 33 triliun menjadi Rp 26,2 triliun.
- Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi dipangkas sebesar Rp 14,3 triliun, dari Rp 56,5 triliun menjadi Rp 42,3 triliun.
Dampaknya sangat besar bagi optimalisasi kualitas pendidikan di Indonesia, terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh institusi pendidikan. Berikut beberapa rincian pos belanja yang terkena pemangkasan:
Kemendikdasmen:
- Alat tulis kantor: -90%
- Percetakan dan suvenir: -75,9%
- Sewa gedung, kendaraan, peralatan: -73,3%
- Perjalanan dinas: -53,9%
- Infrastruktur: -34,3%
- Bantuan pemerintah: -16,7%
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa pemangkasan ini tidak akan mengganggu program strategis seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Indonesia Pintar (PIP), dan tunjangan sertifikasi guru.
Kemendiksaintek:
- Tunjangan dosen non-PNS: turun Rp 676 miliar
- Beasiswa KIP Kuliah: turun Rp 1,3 triliun
- Program Sekolah Unggul Garuda: turun Rp 1,2 triliun
- Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN): turun Rp 3 triliun
Baca juga, Penetapan Awal Puasa 2025 Gunakan Kriteria Wujudul Hilal, Majelis Tarjih: Muhammadiyah Matangkan Kalender 1447 Hijriah
Meski demikian, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro memastikan bahwa anggaran untuk gaji dan tunjangan pegawai tetap utuh.
Reaksi dan Dampak Pemangkasan Anggaran
Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyampaikan keprihatinannya terhadap pemangkasan anggaran ini. Ia mengungkapkan lima dampak utama yang berpotensi terjadi:
- Penurunan kualitas pendidikan.
- Bertambahnya angka putus sekolah.
- Sulitnya akses pendidikan di daerah terpencil.
- Pemecatan guru honorer secara massal.
- Ketimpangan pendidikan antara daerah maju dan tertinggal.
Pemangkasan ini dikhawatirkan akan semakin memperpanjang rantai keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang seharusnya menjadi prioritas dalam membangun peradaban bangsa justru mengalami pengurangan anggaran yang signifikan.
Dalam Islam, pendidikan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Mujadilah ayat 11:
يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ ۗ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Jika Indonesia ingin mencapai peningkatan mutu pendidikan, maka seharusnya anggaran pendidikan justru ditingkatkan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa wajah pendidikan nasional masih menghadapi banyak tantangan. Dengan adanya kebijakan pemangkasan ini, publik semakin mempertanyakan apakah pendidikan benar-benar menjadi prioritas negara atau hanya sekadar wacana tanpa implementasi nyata.
Kebijakan efisiensi anggaran ini menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah ini benar-benar demi optimalisasi keuangan negara, atau justru langkah yang mempersempit akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas?
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha