Pelarangan Penggunaan Fasilitas Umum untuk Kegiatan Ibadah, Inkonstitusional!

PWMJATENG.COM, Semarang – Di tengah dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, muncul kembali isu yang mengundang perdebatan, yakni pelarangan penggunaan fasilitas umum untuk kegiatan ibadah. Beberapa daerah di Indonesia memberlakukan aturan yang membatasi aktivitas keagamaan di ruang publik dengan dalih menjaga ketertiban dan keberagaman. Namun, kebijakan tersebut patut dikritisi karena bertentangan dengan prinsip konstitusi serta semangat kebhinekaan yang dijunjung tinggi dalam negara ini.
Hak Konstitusional Warga Negara
Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 secara jelas menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Konstitusi menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk menjalankan ibadahnya tanpa ada intervensi dari pihak mana pun.
Selain itu, Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menyebutkan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Lebih lanjut, Pasal 28E Ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.” Jika pemerintah daerah atau institusi tertentu membatasi penggunaan fasilitas umum untuk kegiatan ibadah, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Larangan ini berpotensi menimbulkan diskriminasi serta mengancam kebebasan beragama yang telah diakui secara hukum.
Fasilitas Umum Bukan Milik Kelompok Tertentu
Fasilitas umum, seperti lapangan, gedung pertemuan, dan taman kota, sejatinya adalah milik bersama yang bisa dimanfaatkan oleh seluruh warga negara. Asalkan tidak mengganggu ketertiban umum dan tidak merusak fasilitas yang ada, penggunaannya untuk kegiatan ibadah seharusnya tidak menjadi persoalan.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus berasaskan kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, dan nondiskriminasi. Oleh karena itu, pelarangan kegiatan ibadah di fasilitas umum yang diberlakukan secara sepihak melanggar prinsip-prinsip pelayanan publik yang seharusnya adil dan tidak membeda-bedakan masyarakat.
Baca juga, Sempat Dilarang Pemdes Setempat, Salat Id di Baturraden Akan Tetap Berjalan!
Pemerintah semestinya berperan sebagai fasilitator yang memastikan bahwa semua kelompok masyarakat mendapatkan hak yang sama dalam mengakses fasilitas publik. Pembatasan terhadap kelompok tertentu dengan alasan subjektif justru dapat memicu ketimpangan sosial dan konflik horizontal.
Praktik Diskriminatif yang Harus Dihentikan
Di beberapa daerah, kebijakan pelarangan ibadah di fasilitas umum justru lebih sering menyasar kelompok minoritas. Padahal, Indonesia dikenal dengan pluralisme dan toleransi antarumat beragama. Jika ada kelompok yang dilarang menggunakan fasilitas umum untuk beribadah, sedangkan kelompok lain mendapatkan kelonggaran, maka ini adalah bentuk ketidakadilan yang nyata.
Pemerintah harus menyadari bahwa toleransi bukan berarti menekan atau membatasi satu kelompok demi kenyamanan kelompok lain. Sebaliknya, toleransi adalah tentang memberikan hak yang sama kepada semua warga negara tanpa membedakan latar belakang agama atau keyakinan mereka.
Dampak Negatif terhadap Persatuan Bangsa
Kebijakan yang melarang ibadah di fasilitas umum bisa berdampak negatif terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Pelarangan ini berpotensi memicu ketidakpercayaan terhadap pemerintah serta memperlebar jurang perbedaan antarumat beragama. Jika dibiarkan, hal ini dapat menciptakan ketegangan sosial yang sulit untuk diredam.
Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia sudah terbiasa dengan keberagaman dalam kehidupan sehari-hari. Banyak masyarakat yang hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain tanpa ada konflik yang berarti. Oleh karena itu, kebijakan yang membatasi praktik keagamaan di ruang publik seolah menjadi kemunduran dari semangat toleransi yang telah lama dijaga.
Ikhtisar
Pelarangan penggunaan fasilitas umum untuk kegiatan ibadah bukan hanya bertentangan dengan konstitusi, tetapi juga mencederai prinsip kebhinekaan yang menjadi identitas bangsa ini. Setiap warga negara berhak menjalankan ibadahnya dengan damai tanpa merasa dibatasi oleh kebijakan yang diskriminatif.
Pemerintah, sebagai pelindung hak-hak warga negara, harus mengambil sikap tegas terhadap kebijakan yang berpotensi melanggar konstitusi. Sebaliknya, yang perlu diperkuat adalah kebijakan yang mendukung keberagaman dan toleransi agar Indonesia tetap menjadi bangsa yang rukun dan harmonis.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha