Pacaran atau Taaruf? Islam Menawarkan Cinta yang Lebih Bermartabat

PWMJATENG.COM – Di tengah arus budaya populer yang membentuk persepsi cinta dan hubungan, pacaran telah menjadi fenomena yang nyaris dianggap lumrah. Remaja dan anak muda menjadikan pacaran sebagai cara mengenal satu sama lain sebelum menikah. Padahal, dalam pandangan Islam, pacaran bukanlah jalan yang bermartabat dalam membangun cinta. Islam menawarkan alternatif yang jauh lebih suci, mulia, dan bernilai: taaruf.
Pacaran, pada praktiknya, sering kali menjerumuskan pelakunya ke dalam jurang maksiat. Hubungan yang dibangun tanpa ikatan pernikahan cenderung membawa fitnah, membuka pintu zina, dan menghilangkan keberkahan. Seringkali, pacaran hanya didasarkan pada nafsu sesaat, bukan pada komitmen dan tanggung jawab jangka panjang.
Islam sangat menjaga kehormatan dan kesucian hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. menegaskan larangan mendekati zina:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَىٰ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً ۛ وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)
Ayat ini tidak hanya melarang zina secara eksplisit, tetapi juga menutup segala pintu yang mengarah kepadanya, termasuk pacaran. Oleh sebab itu, Islam menawarkan metode taaruf sebagai bentuk pengenalan yang lebih terhormat dan syar’i.
Taaruf adalah proses saling mengenal antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan dengan niat menikah dan dalam pengawasan pihak ketiga. Taaruf bukan ajang pendekatan emosional tanpa batas, melainkan proses rasional dan terarah. Dalam taaruf, pembicaraan dan pertemuan dilakukan sesuai syariat, dengan menjaga adab dan batasan.
Baca juga, Hijrah: Jalan Pilihan dan Ujian Menuju Kemenangan Sejati
Nabi Muhammad saw. juga memberikan contoh dalam memuliakan proses menuju pernikahan. Beliau bersabda:
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا فَلْيَفْعَلْ
“Jika salah seorang dari kalian melamar seorang wanita, maka jika ia dapat melihatnya (untuk bahan pertimbangan), hendaklah ia melakukannya.” (HR. Abu Dawud)
Hadis ini menunjukkan bahwa Islam membolehkan seseorang mengenal calon pasangannya sebelum menikah, namun tetap dalam koridor yang dibenarkan. Tidak ada pertemuan rahasia, tidak ada sentuhan fisik, dan tidak ada hubungan emosional yang melampaui batas.
Taaruf juga mencerminkan tanggung jawab dan keseriusan. Seseorang yang melakukan taaruf tidak main-main. Ia sudah memiliki kesiapan mental, emosional, dan finansial untuk membangun rumah tangga. Ini sangat berbeda dengan pacaran, yang kerap dijalani tanpa tujuan pasti dan hanya berujung pada patah hati.
Di era modern ini, tantangan dalam menjaga kemurnian cinta memang tidak mudah. Godaan media sosial, budaya pacaran dari film dan musik, serta tekanan sosial sering membuat anak muda goyah. Namun, seorang muslim sejati akan selalu kembali kepada ajaran agamanya sebagai kompas hidup.
Islam tidak mengekang cinta, tetapi mengarahkannya ke jalan yang benar dan penuh berkah. Islam tidak melarang kasih sayang, tetapi memuliakan cinta melalui pernikahan yang sah. Melalui taaruf, cinta tumbuh di atas dasar iman, tanggung jawab, dan ridha Allah.
Sebagaimana Allah berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (QS. Ar-Rum: 21)
Kesimpulannya, Islam tidak hanya peduli terhadap hubungan cinta yang halal, tetapi juga terhadap cara mencapainya. Taaruf adalah pilihan cinta yang bermartabat dan diridai Allah. Bagi generasi muda yang ingin membangun rumah tangga penuh berkah, taaruf adalah langkah awal yang paling benar dan terhormat.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha