Nonton Film Melodrama
Nonton Film Melodrama
Oleh : Khafid Sirotudin (Ketua LP-UMKM PWM Jawa Tengah)
PWMJATENG.COM – Azan Dzuhur dari mushola dekat rumah baru saja selesai berkumandang. Meutia Hafidh, putri ketiga kami menyampiri ke ruang kerja ketika saya sedang membaca ulang hardcopy naskah buku yang akan diterbitkan awal tahun ini.
”Bapak segera mandi ya, nemani aku dan ibu nonton film ke CL (Citraland) Semarang,” pintanya.
“Emang mbak Tia sudah terima gaji, berani ngajak bapak ibu jalan-jalan,” tanya saya.
”Kalau gaji kan rapelan bulan depan bapak, aku kan sudah terima honor DL (Dinas Luar) akhir Desember kemarin,” jawabnya.
Alhamdulillah, putri ketiga kami telah menyelesaikan pendidikan kedinasan di IPDN selama 4 tahun dan selesai menjalani pra jabatan (CPNS) selama setahun. Tiga bulan magang di kantor Kecamatan Weleri, Tiga bulan di Dinas Sosial Pemkab Kendal dan Enam bulan di kantor Setda Provinsi Jateng. Sejak Oktober 2024 lalu, SK penetapan sebagai ASN turun dan ditempatkan di Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Pemkab Kendal. Sebagai orang tua tentu merasa senang dan bangga jika anaknya selesai kuliah dan mendapatkan pekerjaan.
Sebagai abdi negara, abdi bangsa dan abdi masyarakat, Meutia dituntut untuk bekerja secara profesional, amanah, disiplin dan mampu melayani masyarakat dengan baik. Sebagai bapak, saya terharu ketika tahun lalu, gaji bulan ketiga dia sebagai CPNS (80% Gaji Pokok) diberikan kepada saya. Usut punya usut ternyata gaji bulan pertama telah diserahkan ke mbah Uti (Ibu saya) dan bulan kedua kepada istri (Ibunya). Gaji bulan keempat diberikan adiknya yang sedang koas dokter gigi di UMY. Gaji kelima buat nraktir 2 kakaknya, cucu kami dan adik-adik ponakan putra-putri adik saya.
Sejujurnya kami tidak pernah mengharapkan gaji dia untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bagi saya dan istri sebagai orang tua, sudah bisa menyekolahkan anak-anak hingga sarjana serta melihat mereka tidak pernah terlibat tawuran remaja, berbuat kejahatan/kriminal, apalagi terperosok pada penyalahgunaan narkoba adalah sebuah anugerah ilahi tersendiri. Apalagi jika kami menyaksikan anak-anak mau beribadah shalat lima waktu, menjalani puasa sunah, mau membaca buku dan “nderes” al-Qur’an di rumah. Rasanya pegal linu capek di badan, pikiran “kemrungsung” menyelesaikan pekerjaan dan gundahnya hati langsung sirna, berganti perasaan adem-ayem tentrem.
Saya teringat penuturan pak Samudra, insinyur mesin asal Surabaya saat bersama melakukan penerbangan Garuda dari Semarang menuju Jakarta. Waktu itu – kalau tidak keliru akhir tahun 2010 – saya sebagai Ketua DPC APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia) dan beliau mewakili Direksi PG hendak menghadiri rapat di kantor Dirjen Perkebunan Kementan RI. Saat itu, beliau menjabat Direktur Teknik Operasional PG. Sejak tahun 2007, beliau menjadi salah satu desainer Revitaliasi Mesin Pabrik Gula (PG) Cepiring, yang pertama berdiri tahun 1835. Beliau dan tim berhasil menghidupkan kembali beroperasinya mesin PG pada 2008, setelah berhenti beroperasi selama 10 tahun (1998-2008). Revitalisasi mesin PG hasil karyanya terbukti mampu mengoptimalkan rendemen gula tebu menjadi yang tertinggi di Jawa Tengah, berkisar 7 hingga 8 persen.
Sambil diselingi membaca Al-Kitab ukuran saku, dia mengutarakan niatnya untuk resign dari PG Cepiring yang telah beroperasi kembali. PG Cepiring telah berubah pengelolaan dari PTPN IX menjadi PT Industri Gula Nusantara (IGN). Sebuah role model pertama di Indonesia yang berhasil mengkolaborasikan pengelolaan PG milik PTPN IX (BUMN, saham 36%) dengan PT Multi Manis Mandiri (Swasta Nasional, saham 64%).
Baca juga, Keputusan Musypimwil Muhammadiyah Jateng Tahun 2024
”Pak Khafid mohon maaf, barangkali ini pertemuan terakhir kita sebagai mitra di PG Cepiring,” ungkapnya.
“Pak Samudra mau pindah kemana, apakah gaji di PG kurang besar,” tanya saya.
”Tidak pak, bahkan sudah lebih besar dan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan kami sekeluarga,” jawabnya
”Selama 3 tahun, sejak 2007 saya rutin menjalani hidup setiap Jumat sore pulang ke Surabaya dan Minggu sore balik lagi ke Cepiring via Stasiun Tawang Semarang naik KA Argo Bromo,” jelasnya lebih lanjut.
“Bukankah sekarang saatnya menikmati keuntungan pak,” tanya saya menyelidik.
”Saya tidak mau kehilangan momentum untuk menikmati perkembangan anak kami yang masih kelas 5 SD,” jawabnya. Lebih lanjut beliau mengatakan, ”Tuhan telah memberikan berkat dan amanat seorang anak kepada kami. Saya yakin Tuhan akan memberikan jalan kehidupan yang lebih baik”, sambungnya sambil menatap wajah saya penuh ketulusan. Sebuah pelajaran hikmah dalam mendidik anak dari seorang teman katolik yang saleh.
“Insya Allah pak, Tuhan Maha Adil dan Bijaksana. Semoga Tuhan memberkati bapak sekeluarga,” jawab saya lirih dan mengharukan.
Putri ketiga kami kini telah dewasa dan mengabdikan diri menjadi aparatur sipil negara. Akan tetapi permintaan untuk sekedar menemani menonton bioskop menjadi sebuah momentum penting bagi kami bersama istri. Senyampang belum menikah dan berkeluarga nantinya suatu ketika. Toh jarak Weleri menuju Semarang sekarang cukup ditempuh 30 menit melalui jalan tol. Tidak sampai 1 jam kami bertiga sampai Citraland Mall Semarang.
Kami sempatkan mengunjungi pameran buku dan Alat Peraga Pendidikan (APK) di lantai dasar Mall CL. Tiga tiket nonton film seharga @Rp 45.000 sudah dibelikan putri kami. Bahkan saya ditraktir secangkir kopi americano di kedai kopi starbuck sambil menanti jam tayang film 1 jam lagi. Lokasinya di samping kanan tempat bazar buku “Out of The Boox” yang digelar penerbit Mizan Bandung. Kami pun bisa nongki (nongkrong), ngopi, sekilas membaca buku yang dibeli dan memulai menulis essay ini memakai HP.
Sore ini kami menonton film berjudul “2nd Miracle in Cell No.7” yang ditayangkan serentak sejak 25 Desember lalu. Film ini merupakan kelanjutan dari Miracle in Cell No.7 versi asli dari Korea, yang dibintangi artis Ryu Seung Ryong dan Kal So Won, dan dirilis pada 8 September 2022. Film bergenre melodrama, komedi dan drama keluarga ini cukup layak menjadi tontonan yang mengedukasi dan menggembirakan nalar batin pemirsanya. Penonton film ini dijamin memiliki pengalaman sinematik yang tidak akan terlupakan. Apalagi film ini telah di-remake di beberapa negara, diantaranya Turki, Filipina dan Indonesia.
Namun sebelum menonton film ini, saya sarankan agar anda membawa sapu tangan ataupun menyiapkan tisu. Sebab, selain mengundang tawa juga memantik rasa batin untuk menangis dan mengeluarkan air mata. Bagaimana kisahnya, silakan menonton sendiri bersama keluarga, dan mengajak putra putri anda yang berusia 13 tahun ke atas. Wallahu’alam.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha