Kolom

Mudik: Perjalanan Fisik dan Spiritual yang Sarat Makna

Mudik: Perjalanan Fisik dan Spiritual yang Sarat Makna

Oleh : Lukman Hakim, S.Pd., M.Pd. (Sekretaris MPI PWM Jawa Tengah; Kepala SMK Mutu SMART)

PWMJATENG.COM – Ada perjalanan yang harus ditempuh dalam dirimu, untuk kembali ke rumah jiwamu. (Jalaluddin Rumi)

Mudik bukan sekadar perjalanan pulang; ia adalah ritual tahunan yang menghubungkan seseorang dengan akar dan identitasnya. Kembali ke kampung halaman tidak hanya tentang bertemu keluarga, tetapi juga menemukan kembali jati diri dalam kenangan masa lalu serta nilai-nilai yang membentuk kehidupan kita.

Gus Mus pernah menyatakan, “Mudik sejatinya bukan hanya kembali ke kampung halaman, tapi juga kembali kepada kesederhanaan, kepada nilai-nilai yang membuat kita tetap rendah hati.” Pernyataan ini mencerminkan bahwa mudik mencakup berbagai dimensi kehidupan, baik spiritual, ekonomi, maupun sosial.

Dalam perspektif spiritual, mudik sering kali menjadi ajang refleksi. Kehidupan kota yang serba cepat dan keras kerap membuat seseorang kehilangan ketenangan batinnya. Namun, saat kembali ke desa, melihat masjid tempat dahulu belajar mengaji, mendengar adzan berkumandang di tengah suasana yang lebih tenang, ada semacam energi spiritual yang kembali menyala. Jiwa yang lelah seolah diisi ulang dengan ketulusan dan kesederhanaan yang masih terjaga di kampung halaman.

Allah SWT berfirman:

وَإِنِّي غَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ ٱهْتَدَىٰ

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi siapa saja yang bertobat, beriman, dan mengerjakan kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk.” (QS. Thaha: 82)

Ayat ini menegaskan bahwa perjalanan kembali, baik secara fisik maupun batin, dapat menjadi momen pertobatan dan refleksi diri untuk lebih dekat dengan Allah SWT.

Mudik juga membawa dampak ekonomi yang signifikan. Jika pada hari-hari biasa ekonomi lebih terpusat di kota-kota besar, maka saat mudik, uang mengalir ke kampung-kampung. Warung-warung kecil, pasar tradisional, serta usaha-usaha lokal merasakan dampaknya. Banyak perantau yang membawa oleh-oleh, membagikan rezeki kepada keluarga dan tetangga, atau bahkan berinvestasi di kampung halamannya. Hal ini menciptakan sirkulasi ekonomi yang lebih merata dan membantu pertumbuhan ekonomi daerah.

Baca juga, Muhammadiyah Siapkan Ribuan Titik, Berikut Lokasi Salat Idulfitri Tahun 2025 se-Jawa Tengah

Dari sisi sosial, mudik juga memiliki tantangan tersendiri. Gengsi dan tekanan sosial kerap kali membuat mudik menjadi beban bagi sebagian orang. Demi menjaga citra dan harga diri, ada yang rela mengeluarkan uang lebih untuk menyewa mobil mewah, membeli perhiasan, atau barang-barang mahal hanya untuk tampil berkelas di hadapan sanak saudara. Bahkan, ada yang sampai meminjam atau menggadaikan barang demi memenuhi ekspektasi tersebut.

Tak hanya itu, budaya individualisme dari perkotaan terkadang terbawa ke kampung halaman, menggantikan nilai-nilai gotong royong yang telah lama menjadi ciri khas masyarakat desa. Bahkan, beberapa kebiasaan negatif seperti konsumsi alkohol dan gaya hidup hedonis ikut terbawa, yang dapat merusak tatanan sosial dan moralitas masyarakat pedesaan.

Meski demikian, mudik tetap menjadi fenomena budaya yang perlu dijaga. Ia adalah jembatan yang menghubungkan perantau dengan asal-usulnya, serta menjadi momentum untuk mempererat kembali hubungan keluarga dan komunitas. Dengan kesadaran untuk mengurangi dampak negatif dan memperkuat sisi positifnya, mudik bisa tetap menjadi tradisi yang membawa keberkahan bagi banyak orang.

Seperti yang dikatakan Buya Hamka:

“Mudik bukan sekadar perjalanan pulang, tetapi perjalanan hati untuk kembali menemukan makna keluarga, kebersamaan, dan ketulusan.”

Pada akhirnya, mudik mengingatkan kita pada siapa diri kita, dari mana kita berasal, dan ke mana kita seharusnya kembali, baik secara sosial maupun spiritual. Semoga perjalanan mudik senantiasa menjadi perjalanan yang penuh berkah dan mendekatkan kita pada nilai-nilai kebaikan.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE