
PWMJATENG.COM, Surakarta – Indonesia tengah menghadapi ancaman serius dari penyakit hipertensi. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat bahwa sebanyak 34,11 persen penduduk Indonesia menderita tekanan darah tinggi. Angka tersebut menempatkan Indonesia di posisi kelima sebagai negara dengan jumlah penderita hipertensi terbanyak di dunia.
Dalam momentum peringatan Hari Hipertensi Sedunia yang jatuh pada 17 Mei, Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Yuli Kusumawati, menyoroti peningkatan tren hipertensi yang kini juga menyasar kelompok usia muda.
“Hipertensi tidak lagi dominan pada lansia. Saat ini, remaja pun mulai terpapar. Pada kelompok usia 18 hingga 24 tahun, prevalensinya mencapai 10,7 persen. Sedangkan usia 25 hingga 34 tahun mencapai 17,4 persen,” jelas Yuli saat ditemui pada Sabtu (17/5).
Yuli menyebut bahwa mayoritas penderita tidak menyadari bahwa mereka telah mengidap hipertensi. Hal ini karena penyakit tersebut sering kali hadir tanpa gejala, sehingga sulit dikenali sejak dini.
“Hipertensi disebut sebagai silent killer karena bisa menyebabkan komplikasi berbahaya seperti stroke, penyakit jantung koroner, hingga gagal ginjal bila tidak dikendalikan,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa pola hidup tidak sehat merupakan penyumbang terbesar terhadap tingginya kasus hipertensi di Indonesia. Menurutnya, gaya hidup masyarakat saat ini semakin jauh dari prinsip hidup sehat.
“Faktor-faktor utama seperti merokok, obesitas, konsumsi makanan tinggi garam, kurang aktivitas fisik, serta stres yang tidak dikelola dengan baik menjadi pemicu hipertensi yang sebenarnya bisa dicegah,” ujarnya.
Baca juga, Hijrah Ibrahim di Era Serba Instan: Belajar Ikhlas di Tengah Budaya Serba Cepat
Yuli pun mengajak masyarakat, terutama generasi muda, untuk mulai memperbaiki pola hidup. Ia menekankan pentingnya pencegahan daripada pengobatan yang jauh lebih mahal dan kompleks.
“Berhenti merokok, kurangi makanan instan, tidur cukup, aktif bergerak, serta mengelola stres dengan benar adalah langkah awal yang sangat efektif. Jangan abaikan kebiasaan begadang dan makan cepat saji, karena dampaknya bisa jangka panjang,” imbau Yuli.

Mendukung upaya tersebut, pemerintah telah menggagas program CERDIK sebagai langkah preventif dan promotif untuk melawan hipertensi. CERDIK merupakan akronim dari:
- Cek kesehatan secara berkala,
- Enyahkan asap rokok,
- Rajin beraktivitas fisik,
- Diet sehat dan gizi seimbang,
- Istirahat cukup,
- Kelola stres dengan bijak.
Program ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga tekanan darah sejak dini.
“Harapan saya di Hari Hipertensi Sedunia ini, masyarakat semakin peduli untuk mengontrol tekanan darah secara rutin. Jangan tunggu sakit dulu baru peduli. Pencegahan itu jauh lebih murah dan mudah dibandingkan mengobati,” pungkas Yuli.
Fenomena ini menunjukkan bahwa hipertensi bukan lagi penyakit usia tua semata. Perubahan gaya hidup modern yang tidak sehat menjadi penyebab utama penyakit ini menyerang usia produktif. Jika tidak ditangani secara serius, potensi kerugian sosial dan ekonomi akibat penyakit ini akan semakin besar.
Kontributor : Fika
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha