Milad ke-64 IPM: Karya Pelajar untuk Indonesia Raya

PWMJATENG.COM – Tepat pada 18 Juli 2025, Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) genap berusia 64 tahun. Sebuah usia yang tidak lagi muda bagi organisasi pelajar yang telah menjadi ruang pembinaan, pendidikan, dan gerakan dakwah di kalangan pelajar Muhammadiyah. Sejak didirikan pada 18 Juli 1961, IPM telah tumbuh menjadi organisasi yang konsisten memperjuangkan dakwah pelajar berbasis ilmu, amal, dan adab.
Tema milad tahun ini, “Karya Pelajar untuk Indonesia Raya,” mengandung pesan yang kuat dan mendalam. Bukan sekadar simbol perayaan, tetapi juga seruan kebangsaan bagi seluruh kader IPM untuk melahirkan karya nyata demi kemajuan bangsa. Karya yang dimaksud bukan sekadar hasil produk material, melainkan juga bentuk kontribusi intelektual, sosial, dan spiritual yang memberi dampak luas bagi masyarakat.
Di tengah kompleksitas zaman, pelajar kerap kali dianggap sebagai kelompok yang belum cukup punya peran strategis. Padahal, sejarah bangsa ini mencatat bahwa pelajar dan pemuda selalu berada di garis depan perubahan. Dari pergerakan kemerdekaan hingga reformasi, pelajar menjadi motor penggerak kesadaran kolektif. Maka, IPM sebagai organisasi pelajar harus mengambil kembali posisi historis tersebut dengan menghadirkan karya dan gerakan yang relevan terhadap kondisi kekinian.
Hari ini, tantangan pelajar semakin kompleks. Disrupsi digital, krisis moral, hingga melemahnya budaya literasi menjadi tantangan besar yang harus dihadapi. Dalam konteks itu, IPM tidak boleh hanya menjadi organisasi seremoni. Ia harus menjadi organisasi yang adaptif, progresif, dan solutif. Kader-kadernya harus menjadi pelajar yang berani berpikir kritis, peduli sosial, dan memiliki semangat keislaman yang mencerahkan.
Sebagai organisasi otonom Muhammadiyah, IPM memikul tanggung jawab besar dalam melahirkan pelajar berkarakter. Pendidikan karakter yang selama ini menjadi narasi besar dunia pendidikan harus benar-benar diwujudkan dalam kerja nyata. IPM harus memanfaatkan setiap ruang untuk menggerakkan budaya literasi, teknologi, dan dakwah amar makruf nahi mungkar dalam bentuk yang lebih kontekstual dan membumi.
Lebih jauh, karya pelajar yang dituntut bukan hanya untuk kepentingan internal IPM atau persyarikatan. Karya itu harus menjadi persembahan bagi Indonesia. Pelajar IPM harus menjadi bagian dari solusi, bukan sekadar pengamat atau pengeluh. Ketika bangsa ini menghadapi krisis iklim, pelajar IPM bisa hadir dengan gerakan ekopedagogi. Saat dunia pendidikan mengalami dehumanisasi, pelajar IPM bisa membawa gagasan pendidikan yang memanusiakan. Ketika ruang publik dikuasai oleh konten-konten tak bermutu, pelajar IPM harus tampil dengan karya literasi dan dakwah digital yang mencerahkan.
Baca juga, Hadir di Banten, Tafsir Tekankan Pentingnya Konsistensi dalam Dakwah dan Kerja Nyata Persyarikatan
Momentum milad ke-64 ini juga menjadi saat yang tepat untuk melakukan refleksi internal. Apakah IPM hari ini sudah benar-benar menjadi wadah yang kondusif bagi tumbuh kembang pelajar? Apakah struktur dan kebijakan organisasi sudah mendukung ruang ekspresi dan karya pelajar? Jangan sampai IPM terjebak dalam romantisme sejarah tanpa pembaruan. Regenerasi kepemimpinan, inovasi program, serta kematangan ideologi menjadi hal yang perlu dievaluasi dan ditingkatkan.
Selain itu, sinergi antarorganisasi pelajar juga perlu diperkuat. Pelajar hari ini harus keluar dari sekat-sekat organisasi dan ideologi yang sempit. IPM harus menjadi pionir dalam membangun kolaborasi lintas pelajar yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan, keadilan, dan keberagaman. Indonesia membutuhkan pelajar yang tidak hanya cerdas, tetapi juga mampu menjaga persatuan dan mengedepankan etika dalam bersosial.
Dalam konteks Muhammadiyah sebagai gerakan Islam berkemajuan, IPM juga harus terus menanamkan nilai-nilai tajdid dalam setiap aktivitasnya. Dakwah pelajar tidak boleh stagnan. Ia harus bergerak dengan pendekatan-pendekatan baru yang menyentuh dunia pelajar secara langsung. Mulai dari isu kesehatan mental, kekerasan berbasis gender, hingga literasi digital, semua harus menjadi perhatian utama IPM.
Karya pelajar untuk Indonesia Raya adalah kerja besar yang tak bisa dikerjakan dalam satu hari. Ia memerlukan kesadaran kolektif, kerja kolaboratif, dan militansi ideologis yang kuat. IPM harus menjadi organisasi yang mencetak pelajar unggul, bukan sekadar aktifis musiman. Keunggulan itu harus terlihat dari integritas pribadi, kapasitas intelektual, dan kebermanfaatan sosial.
Milad bukan sekadar peringatan atas bertambahnya usia. Ia adalah titik tolak untuk menyusun kembali arah perjuangan. Milad ke-64 ini harus menjadi momen kebangkitan pelajar Muhammadiyah untuk menunjukkan karya terbaiknya bagi bangsa. Karya yang lahir dari keikhlasan, digerakkan oleh kesadaran, dan ditujukan untuk kemaslahatan.
Dengan semangat milad, mari kita perkuat tekad untuk terus bergerak, berkarya, dan berkontribusi. Pelajar IPM bukan pelengkap sejarah, melainkan penulis sejarah itu sendiri. Maka, teruslah menulis, bergerak, dan berkarya untuk Indonesia Raya yang berkemajuan. Selamat milad IPM ke-64, teruslah menjadi suluh peradaban!
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha