Editorial

Milad ke-108 ‘Aisyiyah: Memperkokoh Ketahanan Pangan Berbasis Desa Qaryah Thayyibah Menuju Ketahanan Nasional

PWMJATENG.COM – Setiap tonggak sejarah sebuah organisasi besar layak dirayakan dengan perenungan mendalam atas kiprah masa lalu dan proyeksi masa depan. Pada Milad ke-108 ‘Aisyiyah tahun ini, tema “Memperkokoh Ketahanan Pangan Berbasis Desa Qaryah Thayyibah Menuju Ketahanan Nasional” mengandung makna strategis di tengah tantangan global yang terus berkembang, khususnya dalam isu pangan dan krisis iklim.

‘Aisyiyah, sebagai organisasi perempuan Islam tertua dan terbesar di Indonesia, tidak hanya mengawal pendidikan dan kesehatan, tetapi juga telah membuktikan keberpihakan nyata terhadap isu-isu kerakyatan, termasuk ketahanan pangan. Di tengah lonjakan harga bahan pokok, ancaman perubahan iklim, dan ketergantungan pada impor pangan, pendekatan berbasis komunitas seperti Qaryah Thayyibah menjadi tawaran visioner sekaligus konkret.

Membangun Ketahanan Pangan dari Akar Rumput

Konsep Qaryah Thayyibah, yang berarti “desa yang baik dan subur”, bukan sekadar simbol idealisme. Ia adalah kerangka kerja pembangunan desa yang menyinergikan dimensi spiritual, sosial, dan ekologis. Dalam kerangka ini, ketahanan pangan tidak dibatasi pada ketersediaan bahan makanan semata, tetapi juga meliputi keberlanjutan produksi, keadilan distribusi, serta kemandirian petani dan keluarga desa.

Ketahanan pangan nasional hanya dapat dibangun apabila setiap desa memiliki ketahanan pangan lokal. Dalam konteks ini, ‘Aisyiyah hadir dengan kekuatan jaringan perempuan di akar rumput. Program-program seperti pertanian keluarga, urban farming, penguatan ekonomi berbasis koperasi perempuan, serta edukasi gizi telah menjadi praktik nyata dalam membangun ketahanan pangan dari rumah hingga komunitas.

Menurut laporan Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) ‘Aisyiyah, lebih dari 5.000 titik binaan telah dikembangkan dalam skema desa tangguh bencana dan desa tangguh pangan. Kegiatan ini tidak hanya meningkatkan ketersediaan pangan sehat, tetapi juga memperkuat ketahanan sosial-ekologis masyarakat desa.

Perempuan sebagai Pilar Ketahanan Pangan

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa lebih dari 50 persen pelaku usaha mikro pertanian di Indonesia adalah perempuan. Namun kontribusi mereka seringkali tidak tercatat secara formal. ‘Aisyiyah, dengan sejarah panjang pemberdayaan perempuan, menjadi aktor penting dalam mendorong pengakuan dan penguatan peran perempuan sebagai pilar ketahanan pangan.

Baca juga, Sofyan Anif: Pendidikan Muhammadiyah Menjaga Keseimbangan Nilai di Tengah Arus Modernisasi

Melalui pendidikan, pelatihan, dan pengorganisasian, ‘Aisyiyah memampukan perempuan desa untuk menjadi pelaku utama dalam rantai produksi dan distribusi pangan sehat. Di tengah gempuran produk pangan instan dan budaya konsumtif, peran edukatif dan praksis ‘Aisyiyah sangat strategis dalam mendorong kemandirian pangan berbasis nilai Islam, kesehatan, dan keberlanjutan.

Ketua Umum PP ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah, dalam pidato Milad ke-108 menegaskan, “Ketahanan pangan bukan hanya urusan negara, tetapi merupakan bagian dari jihad kemanusiaan. Ketika perempuan diberdayakan, keluarga dan bangsa menjadi kuat.”

Menuju Ketahanan Nasional yang Berkeadilan

Pangan merupakan hak dasar setiap warga negara. Namun kenyataan hari ini menunjukkan masih banyak ketimpangan akses dan distribusi. Ketergantungan pada produk impor membuat Indonesia rawan terhadap gejolak pasar global. Oleh karena itu, pembangunan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada kekuatan lokal, salah satunya melalui penguatan desa-desa Qaryah Thayyibah.

Di sinilah posisi strategis ‘Aisyiyah dalam membangun ekosistem ketahanan pangan berbasis komunitas. Dengan pengalaman organisasi lebih dari satu abad, dan dengan kekuatan ideologis yang bersumber dari nilai-nilai Islam berkemajuan, ‘Aisyiyah menunjukkan bahwa solusi pangan bukan hanya soal teknologi dan kebijakan pemerintah pusat, melainkan juga keberdayaan sosial masyarakat.

Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya perlu menjadikan pendekatan ‘Aisyiyah sebagai bagian dari kebijakan pembangunan nasional. Model Qaryah Thayyibah layak direplikasi dan didukung dalam skala lebih luas, sebagai bagian dari strategi besar ketahanan nasional yang inklusif dan partisipatif.

Ikhtisar: Spirit Berkemajuan yang Relevan Sepanjang Masa

Milad ke-108 ‘Aisyiyah bukan sekadar peringatan usia. Ia adalah momentum strategis untuk mengkonsolidasikan kekuatan perempuan, umat, dan bangsa dalam menghadapi tantangan global. Dengan menjadikan ketahanan pangan sebagai prioritas, ‘Aisyiyah membuktikan bahwa kerja dakwah tidak terbatas pada mimbar, tetapi juga menyentuh langsung kebutuhan dasar umat.

Di tengah era disrupsi dan ancaman krisis multidimensi, pendekatan berbasis komunitas dan nilai—seperti yang dibangun oleh ‘Aisyiyah—menjadi kebutuhan yang semakin relevan. Dengan keteguhan prinsip, jaringan yang luas, dan semangat keberpihakan pada yang lemah, ‘Aisyiyah menunjukkan bahwa perempuan berdaya mampu menjadi tiang utama ketahanan bangsa.

Selamat Milad ke-108 ‘Aisyiyah. Teruslah menyalakan pelita dakwah kemanusiaan, menumbuhkan desa-desa Qaryah Thayyibah, dan memperkuat ketahanan bangsa dari tangan-tangan perempuan tangguh. Sebab masa depan Indonesia dimulai dari desa dan dari perempuan.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE